1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pelarangan Bom Curah Tonggak Sejarah Kemanusiaan

Katiman, Sari4 Desember 2008

Kesepakatan Oslo untuk melarang bom curah yang keji dinilai merupakan tonggak sejarah kemanusiaan abad 21.

Bom curah amat keji dan terutama menelan korban warga sipil.


Kesepakatan Oslo untuk pelarangan produksi, penggunaan, penyebarluasan, penyimpanan dan trasportasi bom curah dikomentari dalam tajuk sejumlah harian internasional.


Harian Swiss Tages-Anzeiger yang terbit di Zürich dalam tajuknya berkomentar:

Proses Oslo untuk melarang bom curah menjelaskan hal terpenting dalam perkembangan hukum internasional di bidang kemanusiaan pada abad 21 ini. Inisiatif harus datang dari bawah, solusi untuk masalah konkrit harus ditawarkan dan juga kesejahteraan setiap orang harus menjadi fokusnya. Namun sekarang negara-negara yang menandatangani konvensi ini dituntut untuk merealisasikan peraturan baru ini dalam jangka waktu yang sudah ditentukan. Karena hanya dengan itu hukum internasional memiliki legitimasinya. Dan hanya dengan melaksanakan hal itu negara-negara lainnya bisa diyakinkan tentang arti penting peraturan baru tsb– terutama AS dengan presidennya di masa depan Barack Obama. Karena AS tidak hadir dalam konferensi Oslo.


Harian Jerman Wetzlarer Neue Zeitung yang terbit di Wetzlar berkomentar:

Konvensi ini jangkauannya masih terbatas. Tapi tekanan internasional yang dipastikan akan dilancarkan pada penerapan larangan ini, mungkin dapat diabaikan oleh negara-negara diktator seperti Myanmar, akan tetapi negara-negara adidaya yang berada di atas panggung politik dunia seperti AS dan Rusia tidak dapat menghindarkannya. Apalagi alasan negara-negara yang menolak konvensi ini, yang menyebutkan bom curah ini bisa membahayakan pasukan sendiri, amat labil. Sebab korban utama bom curah ini kebanyakan warga sipil.


Harian Jerman lain Märkische Oderzeitung yang terbit di Frankfurt an der Oder berkomentar:

Jika lebih dari 100 negara melarang senjata yang amat keji ini, itu adalah berita yang bagus. Laos, Afghanistan dan Libanon yang dihujani bom curah adalah negara-negara yang paling menderita akibat penyebaran jutaan bom yang belum meledak. Tetapi juga terdapat berita buruk. Produsen utama bom tersebut seperti AS, Rusia, Cina, India, Pakistan dan Israel tidak mau menghentikan penggunaannya di masa depan. Washington mengatakan bahwa pelarangan ini bisa membahayakan prajurit-prajurit AS di dalam konflik. Tapi dapat dibuktikan bahwa kegunaan militer dari bom curah ini nyaris tidak ada. Sebaliknya sekitar 100.000 warga sipil tewas atau cedera akibat bom curah. Anak-anak menganggap bom yang belum meledak itu seperti mainan. Inilah waktu yang tepat, untuk menyingkirkan bom tersebut dari semua sistem persenjataan.


Terakhir harian Luxemburg Luxemburger Wort menulis komentar dengan nada mempertanyakan:

Seberapa besar ongkos keselamatan untuk tentara sendiri? Seberapa besar ongkos politik dengan sarana lainnya? Seberapa besar ongkos kekuasaan? Bom curah sekarang mempunyai harga kemanusian cukup tinggi untuk lebih dari 100 negara. Menteri luar negri Jerman Frank-Walter Steinmeier, seorang pragmatis, berkata tentang sebuah titik acuan baru dalam sejarah hukum internasional. Analisis Steinmeier memang tepat, karena lebih dari 100 negara melepaskan diri dari senjata yang meremehkan kemanusiaan ini. Tetapi produsen terbesar senjata tersebut tidak menandatangani konvensi, terutama Cina, Rusia dan AS. Cina dengan pemerintahan diktator, tidaklah mengherankan. Tapi Rusia yang sedang berada di jalan menuju demorasi, penolakan itu sedikit mengherankan. Tetapi AS sebetulnya sama sekali tidak boleh menolak konvensi bom curah.