Topik kekerasan seksual dengan tagar #MeToo trending setelah dosa-dosa pelecehan seksual Harvey Weinstein. Bagaimana pelecehan seksual di tempat kerja di Indonesia? Anda pernah mengalami juga? Opini Uly Siregar.
Iklan
Lebih dari satu dekade lalu, saat usia saya masih dua puluhan dan baru memulai karier sebagai wartawan, saya pernah dipanggil ke ruang wakil pemimpin redaksi. Di ruang tertutup itu saya dinasihati untuk lebih ‘menjaga diri' karena ada tiga wartawan laki-laki senior di kantor yang sangat dekat dengan saya ternyata memiliki perasaan romantis terhadap saya. "Suasana kantor belakangan jadi nggak enak hanya gara-gara kamu. Putuskan saja mana yang mau kamu pilih, jangan kamu dekati semua. Tak baik juga untuk reputasimu,” kata dia.
Saya merasa dipermalukan dan dilecehkan. Dipermalukan, karena dipanggil oleh pimpinan untuk urusan di luar pekerjaan. Dilecehkan, karena kedekatan saya ditafsirkan jauh dari apa yang sesungguhnya terjadi, apalagi dua dari tiga laki-laki yang dimaksud bos saya sebenarnya sudah beristri. Seorang pimpinan menganggap saya sebagai sumber kekacauan di tempat kerja, padahal mereka yang sesungguhnya tertarik pada saya secara romantis dan seksual. Bos saya juga menutup mata atas fakta bahwa ketiga wartawan tersebut adalah senior sekaligus atasan, yang secara struktural menempatkan saya pada posisi subordinat dan rentan.
Dalam dunia kerja yang kental dengan budaya patriarki, entah kenapa selalu perempuan yang disalahkan. Perempuan yang atraktif secara seksual dianggap berpotensi menjadi sumber konflik di tempat kerja. Mereka pun kerap jadi bahan candaan yang mengandung pelecehan seksual. Di salah satu kantor pers tempat dulu saya bekerja, saya sempat dikenal dengan ‘itu lho, yang dadanya subur' seolah-olah faktor paling signifikan dalam diri saya adalah ukuran payudara. Ini jelas tak ada hubungannya dengan pekerjaan saya sebagai wartawan dan kemampuan saya menembus narasumber atau menulis berita dengan memenuhi standar jurnalistik. Jangan tanya berapa banyak komentar bernada seksual yang pernah saya terima di lingkungan kerja, baik di kantor maupun saat menemui narasumber.
Pernah saat hendak mewawancarai narasumber—seorang politisi—dengan entengnya dia memeluk saya dan berkomentar, "Kamu cantik. Kapan-kapan 'ngopi' yuk.” Yang menyedihkan, saat berbagi pengalaman dilecehkan secara seksual, sebagian justru menganggap aksi itu sebagai wujud pujian yang sebaiknya diterima perempuan ikhlas dan tanpa rewel.
Inilah Provinsi Paling Rawan Pelecehan Seksual
Indonesia belakangan didaulat sedang menghadapi darurat pemerkosaan dan pelecehan seksual. Ironisnya provinsi Aceh tergolong yang paling banyak mencatat kasus pencabulan terhadap perempuan dan anak-anak.
Foto: Imago/Xinhua
Darurat Pelecehan Seksual?
Menurut data Komisi Nasional Perempuan, tahun 2016 Indonesia mencatat lebih dari 6000 kasus kekerasan seksual. Sebagian di antaranya terjadi di rumah tangga. Sementara sisanya di komunitas-komunitas sosial. Tapi provinsi mana yang paling rawan tindak kekerasan seksual?
Foto: Getty Images
#1. Aceh
Yayasan Kita dan Buah Hati mendaulat Aceh sebagai provinsi dengan tingkat kasus pelecehan seksual tertinggi di Indonesia. Korban tidak cuma perempuan. Menurut data Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak-anak, daerah Syariat Islam itu tahun 2015 mencatat 147 kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Simanjuntak
#2. Jawa Timur
Lembaga Bantuan Hukum Surabaya mencatat sepanjang tahun 2015 terdapat 116 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak di Jawa Timur. Angka tersebut sudah banyak menurun dari tahun sebelumnya yang sebesar 183 kasus kekerasan.
Foto: Getty Images
#3. Jawa Barat
Setiap bulan 17 perempuan di Jawa Barat mengalami pelecehan seksual. Catatan muram tersebut berasal dari Data Kekerasan Seksual yang dipublikasikan Komisi Nasional untuk Perempuan. Menurut Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak, kabupaten Bandung dan Bandung Barat menjadi daerah yang mencatat kasus kekerasan seksual tertinggi.
Foto: Imago/Xinhua
#4. DKI Jakarta
Menurut data kepolisian, sepanjang 2014 Jakarta mencatat 63 kasus pemerkosaan terhadap perempuan. Sementara kasus pelecehan seksual yang melibatkan bocah di bawah umur tercatat hampir mendekati angka 300 kasus.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
#5. Sumatera Selatan
Tahun 2014 Sumatera Selatan mencatat 111 kasus pemerkosaan dan pelecehaan seksual terhadap perempuan. Jumlahnya tidak banyak berubah di tahun 2015.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
6 foto1 | 6
#MeToo, saya juga
Topik kekerasan seksual dengan tagar #metoo baru-baru ini trending di Amerika Serikat setelah dosa-dosa pelecehan seksual Harvey Weinstein—salah satu orang paling berpengaruh di industri film Hollywood—diekspos. Harvey dituduh melakukan tindakan pelecehan dan kekerasan seksual pada lebih dari 40 aktris perempuan yang pernah berurusan dengan dia. Terakhir, aktris pemenang Oscar Lupita Nyong'o menuliskan pengalaman buruknya berhadapan dengan Harvey di koran New York Times. Warganet mendukung pengakuan korban dengan berbagi kisah personal pelecehan seksual yang pernah mereka alami.
Pelecehan seksual di tempat kerja ternyata memang bukan hal yang langka. "Tempat kerja adalah salah satu lokus pelecehan seksual (kekerasan seksual). Sebagai sebuah entitas, tempat kerja seharusnya memiliki sistim yang memungkinkan pelecehan seksual dihilangkan. Iklim zero tolerance of violence against women penting untuk dijadikan aturan internal tertulis dalam lingkungan kerja dalam bentuk paket tertulis welcoming package untuk semua karyawan dan code of conduct tentang zero tolerance yang ditandatangani oleh seluruh stakeholder,” papar Rotua Valentina Sagala, feminis dan juga tokoh pembentuk Institut Perempuan.
Kasus kekerasan seksual, termasuk di dalamnya kekerasan seksual, terjadi karena cara pandang patriarki yang menempatkan tubuh perempuan sebagai subordinat dalam relasi kuasa, dengan laki-laki sebagai superordinat. Dalam masyarakat patriarki, tubuh perempuan dianggap sebagai obyek karena itu consent (persetujuan) tidak diperlukan. Jangankan sikap keberatan non verbal, pernyataan ‘tidak' dari perempuan pun bisa diabaikan, bahkan dilencengkan sebagai ‘ya', sebuah persetujuan.
Hukum Perkosaan di Berbagai Negara
Trauma berkepanjangan, hancurnya semangat hidup, bahkan berujung kematian, banyak kepahitan dialami korban perkosaan. Sudah saatnya semua negara memperbaiki perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.
Foto: Fotolia/Artem Furman
Jerman: No Means No
Tahun 2016 definisi perkosaan diperluas. Jika korban mengatakan 'TIDAK‘ terhadap aktivitas seksual, dan pihak lain tetap memaksa, maka pihka yang memaksa dapat diajukan ke pengadilan. Hukum Jerman sebelumnya terkait kekerasan seksual amat lemah. Sebuah kasus dianggap pemerkosaan hanya jika sang korban secara fisik mencoba melawan pelaku.
Foto: dapd
Perancis: Verbal pun Dapat Dihukum
Istilah "pemerkosaan" mencakup kegiatan seksual tanpa kesepakatan pihak yang terlibat atau adanya unsur pemaksaan. Pelanggar bisa mendapat ancaman vonis hingga 20 tahun penjara. Orang yang berulang kali secara verbal melecehkan orang lain secara seksual dapat dijatuhi vonis denda tinggi - atau bahkan hukuman penjara sampai dua tahun.
Foto: picture alliance/Denkou Images
Italia: Suami pun Bisa Dipenjara
Pada tahun 1996, Italia memperluas hukum kejahatan seks, mencakup pemaksaan aktivitas seksual dalam pernikahan. Ancaman bagi seseorang yang memaksa pasangannya berhubungan seks, sementara pasangannya menolak, bisa terancam hukuman 10 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Swiss: Penetrasi Vagina
Swiss membatasi definisi pemerkosaan dengan kegiatan penetrasi pada vagina. Serangan pelecehan seksual lainnya dapat dikategorikan sebagai pemaksaan seksual – jika korban menolak, baik secara fisik maupun verbal. Hukuman untuk semua pelanggaran bisa divonis hingga 10 tahun penjara. Sejak tahun 2014, perkosaan dalam pernikahan dapat dikenai hukuman.
Foto: Fotolia/Ambelrip
Swedia: Korban terpaksa karena takut
Di bawah hukum pidana Swedia, membuka paksa baju orang lain dapat dikenai hukuman hingga 2 tahun penjara. Eksploitasi seks terhadap orang dalam "kondisi tak berdaya," seperti tertidur atau di bawah pengaruh obat/alkohol, termasuk pemerkosaan. Sejak 2013, perkosaan juga termasuk serangan terhadap orang yang tidak menolak karena takut, hingga tercipta kesan terjadinya hubungan seks konsensual.
Foto: Fotolia/Gerhard Seybert
Amerika Serikat: Bahkan terjadi di kampus
Definisi kekerasan seksual bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Di Kalifornia, misalnya kedua pihak pasangan harus secara jelas menyetujui tindakan seksual, jika tak mau dianggap sebagai perkosaan. Aturan ini juga berlaku untuk mahasiswa di kampus-kampus, di mana dilaporkan meluasnya kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir
Foto: Fotolia/Yuri Arcurs
Arab Saudi: Melapor malah dihukum
Negara ini menetapkan hukuman mati bagi pemerkosaan, meski masih sulit menjerat pelaku yang memperkosa istri mereka. Ironisnya perempuan yang melaporkan perkosaan malah bisa dihukum jika dianggap "aktif" berkontribusi dalam perkosaan. Misalnya, perempuan yang bertemu dengan laki-laki yang kemudian memperkosa mereka, dapat dihukum karena dianggap mau bertemu dengan lelaki itu.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online/AGF
7 foto1 | 7
Tak menyadari jadi korban
Yang juga menyedihkan, sedemikian mengakarnya pelecehan seksual di masyarakat patriarki, ada kalanya perempuan sendiri tak sadar bahwa ia sebenarnya menghadapi pelecehan seksual. Padahal pada prinsipnya ketika seseorang merasa tidak nyaman terhadap tindakan seksual pelaku terhadap dirinya, ia sebenarnya korban pelecehan seksual. Dalam banyak kasus, sangat berat bagi korban dan butuh waktu relatif lama untuk mengungkapkan pengalamannya. Apalagi dengan cara pandang patriarki, pengalaman korban tak hanya diabaikan namun justru ia menjadi korban kesekian kali dengan menyalahkan korban (victim blaming). Akibatnya korban sering menyalahkan diri sendiri, merasa malu, aib, bahkan takut.
Bagi perempuan korban pelecehan seksual, tindakan melaporkan pun sudah hal yang luar biasa dan harus didukung. Karena itu sistim hukum berikut aparatnya harus mampu mereaksi kondisi korban dengan sikap yang lebih gender-friendly. Jangan sampai muncul pertanyaan tidak sensitif seperti, ‘apa pakaian yang Anda kenakan saat perkosaan', atau ‘apakah Anda bersikap menggoda' atau ‘mengapa Anda perempuan kok masih di luar rumah padahal sudah malam' atau yang terakhir seperti yang diungkapkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian: apakah nyaman selama perkosaan? Sudah saatnya menanamkan pemahaman dasar bahwa dalam pelecehan seksual dan kekerasan seksual yang bersalah selalu pelaku, bukan korban.
Penulis: Uly Siregar (ap/vlz)
Bekerja sebagai wartawan media cetak dan televisi sebelum pindah ke Arizona, Amerika Serikat. Sampai sekarang ia masih aktif menulis, dan tulisan-tulisannya dipublikasikan di berbagai media massa Indonesia.
@sheknowshoney
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Hati-Hati Naik Kendaraan Umum di Kota Ini
Peringatan ini khususnya ditujukan bagi kaum perempuan. Survei Thomson Reuters Foundation terhadap 6.550 perempuan dan transgender menemukan 8 kota dengan transportasi umum paling berbahaya bagi perempuan.
Foto: Christophe Archambault/AFP/Getty Images
Bogota, Kolombia
Dalam hasil survei, Bogota menempati urutan pertama sebagai kota dengan sistem transportasi umum paling berbahaya buat perempuan. Bogota berpenduduk 9,6 juta jiwa dengan sistem kereta api dan bus yang buruk. Kejahatan seperti pencurian, penjambretan hingga pelecehan seksual menjadi ancaman buat perempuan di kota itu jika bepergian malam hari.
Foto: Reuters/John Vizcaino
Mexico City, Meksiko
Mexico City merupakan ibukota terbesar ke-tiga di dunia dengan jumlah penduduk 21 juta jiwa. Menurut survei, perempuan yang menggunakan transportasi umum di kota itu terancam menghadapi risiko pelecehan seksual baik secara verbal atau fisik . Enam dari 10 perempuan di Mexico City mengatakan, mereka telah diraba-raba atau mengalami beberapa jenis pelecehan fisik dalam transportasi umum.
Foto: Reuters/Edgard Garrido
Lima, Peru
Ibu kota Lima memiliki populasi penduduk 6,2 juta jiwa. Spertiga penduduknya hidup di perkampungan-perkampungan kumuh di bawah garis kemiskinan. Imbasnya, tak aman buat perempuan bepergian dengan transportasi umum di kota ini karena ancaman penodongan, penjambretan hingga pelecehan seksual.
Foto: Reuters/Enrique Castro-Mendivil
New Delhi, India
Buat perempuan jangan bepergian seorang diri saat berkunjung ke kota ini. New Delhi tercatat menduduki peringkat dua sebagai ibu kota dengan populasi penduduk terbanyak di dunia dengan jumlah 25 juta jiwa. Pemerkosaan ramai-ramai dan pembunuhan terhadap gadis 23 tahun di bus pada Desember 2012 lalu, secara langsung menunjukkan betapa tak aman transportasi di kota itu buat perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
Jakarta, Indonesia
Jakarta memiliki sistem transportasi yang buruk. Bus Transjakarta hingga kereta api sampai memisahkan ruangan bagi penumpang laki-laki dan perempuan karena tingkat pelecehan seksual di dalam transportasi umum di kota ini sudah cukup meresahkan. Angka Kasus pencopetan di dalam minibus, seperti Kopaja dan Metromini pada jam-jam sibuk juga sangat tinggi.
Foto: Ulet Ifansasti/Getty Images
Buenos Aires, Argentina
Keselamatan dan keamanan penumpang perempuan di kota ini juga terancam. Buenos Aires dikenal sebagai "Parisnya Amerika Selatan" karena keanggunannya. Sayang, orang-orang miskin menumpuk di kota ini. Imbasnya, pencopetan marak terjadi, apalagi di kendaraan umum.
Foto: picture-alliance/AP/Natacha Pisarenko
Kuala Lumpur, Malaysia
Keamanan menggunakan moda transportasi umum ditentukan oleh dua hal, yakni amankah bepergian pada malam hari dan bagaimana tingkat risiko perempuan terhadap pelecehan seksual. Melalui hasil survei, Malaysia rupanya termasuk dalam kategori negara tidak aman bagi perempuan bepergian dengan transportasi umum.
Foto: Manan Vatsyayana/AFP/Getty Images
Bangkok, Thailand
Bangkok adalah salah satu negara tujuan wisata di Asia Tenggara dan cukup berkembang pesat secara ekonomi. Namun pada saat yang sama masih mempunyai masalah dalam sektor infrastruktur, termasuk sistem transportasinya sehingga kurang aman bagi perempuan untuk menaiki transportasi umum di sana. Ancaman yang acap muncul diantaranya adalah pelecehan seksual dan pencopetan.