DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang, Selasa (12/04). Salah satu pasal menyoroti ancaman penjara bagi orang yang menikahi anak di bawah umur.
Berdasarkan draf RUU yang disahkan DPR menjadi UU yang didapat detikcom, Rabu (13/04), ancaman di atas tertuang dalam Pasal 10. Pasal itu berbunyi:
Pasal 10
(1) Setiap orang secara melawan hukum memaksa, menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain, atau menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena pemaksaan perkawinan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
(2) Termasuk pemaksaan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. perkawinan anak;
b. pemaksaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktik budaya; atau
Usulan Pasal 10 di atas adalah usulan Pemerintah. Dan disetujui Panja 29/03/2022 pukul 14.51. Setuju usulan Pemerintah DIM 82- DIM 86.
Perempuan dan Anak: Korban Perubahan Iklim
Perubahan iklim lebih berbahaya bagi perempuan dan anak. Studi terbaru menunjukkan bahwa kelangkaan sumber daya alam berdampak pada peningkatan kekerasan dalam rumah tangga hingga pernikahan anak.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/R- Shukla
Perjalanan yang berbahaya
Menurut studi terbaru dari Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), perempuan khususnya yang tinggal di belahan bumi bagian selatan, terpaksa berjalan lebih jauh mencari kayu bakar untuk keperluan memasak. Ancaman pemerkosaan mengintai dalam perjalanan jauh mereka.
Foto: Getty Images/AFP/I. Sanogo
Bencana alam perbanyak kasus pernikahan anak
Dengan mencermati lebih dari 1.000 kasus di negara-negara berkembang, IUCN mengungkapkan bahwa jumlah pernikahan anak cenderung meningkat pada saat musim panas atau banjir besar. Ketika kekurangan makanan, banyak keluarga berusaha menikahkan anak perempuan mereka dengan imbalan ternak.
Foto: picture-alliance/AP/A. Solanki
Gagal panen akibatkan kekerasan terhadap perempuan
Di beberapa negara, perempuan bertanggung jawab atas hasil panen. Bencana alam yang datang tiba-tiba atau cuaca ekstrem berdampak pada status sosial keluarga. Jika hasil panen terancam gagal, kekerasan terhadap perempuan kerap terjadi. Membantu perempuan menambah sumber pendapatan lain adalah salah satu cara terpenting untuk menghindari tindakan kekerasan.
Foto: DW
Ditinggal kaum pria
Perubahan iklim memaksa banyak pria meninggalkan negaranya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Para perempuan yang ditinggalkan harus menghadapi konsekuensi dari perubahan iklim di negara mereka seorang diri.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Morrison
Perempuan rentan jadi korban bencana alam
Perubahan iklim juga berpengaruh terhadap meningkatnya angka kematian perempuan. Hal ini erat kaitannya dengan stereotip peran sosial ketika bencana alam terjadi. Perempuan bertugas untuk merawat anak-anak dan orang tua di rumah, akibatnya mereka rentan menjadi korban bencana banjir atau badai.
Foto: Getty Images/AFP/M. uz Zaman
Bahaya akibat minimnya infrastruktur
Meskipun bencana alam telah berakhir, risiko bahaya masih terus membayangi perempuan maupun anak perempuan. Misalnya di tenda-tenda darurat yang tidak terjamin keamanannya, para perempuan rentan mengalami pelecehan oleh para pria saat menggunakan fasilitas MCK umum.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Adeli
Pelecehan seksual sebagai bentuk intimidasi
Perempuan yang berjuang melawan perubahan iklim tidak lepas dari bahaya. Berdasarkan penelitian IUCN, pria akan mengancam atau melakukan kekerasan seksual untuk merendahkan status mereka di masyarakat, dan mencegah perempuan lain melakukan hal serupa. Hal ini sering ditemui di Amerika Selatan, di mana perempuan bersuara menentang pembangunan bendungan atau pembukaan tambang baru. (Ed: ha/rap/ae)
Foto: Reuters/J. Luis Gonzalez
7 foto1 | 7
Bagaimana dengan kasus pernikahan anak saat ini?
Berdasarkan UU Perkawinan, yang bisa menikah adalah yang sudah berusia 19 tahun. Sedangkan yang dimaksud anak menurut UU Perlindungan Anak adalah yang belum berusia 18 tahun.
Bila ada yang ingin menikahkan anaknya, meski belum 19 tahun, si orang tua bisa meminta izin/dispensasi nikah ke Pengadilan Agama. Bila disetujui hakim, perkawinan bisa dilangsungkan. (Ed: ha/rap)