1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPakistan

Pemakzulan Imran Khan Picu Krisis Konstitusi di Pakistan

4 April 2022

Presiden Arif Alvi membubarkan parlemen setelah sidang mosi tidak percaya mendadak dibatalkan sebelum pemungutan suara. Keputusan akhir kini berada di Mahkamah Konstitusi yang menggelar sidang darurat pada Senin (4/4)

Perdana Menteri Imran Khan
Perdana Menteri Imran KhanFoto: Wakil Kohsar/AFP/Getty Images

Drama pemakzulan Perdana Menteri Imran Khan mencapai klimaks pada Minggu (3/4), ketika Wakil Ketua Parlemen, Qasim Khan Suri, menolak melanjutkan sidang mosi tidak percaya, sementara pada saat yang sama Khan tampil berpidato di televisi, mengutuk "intervensi asing” di balik proses di parlemen.

"Saya sudah mengusulkan pembubaran parlemen kepada presiden. Kita akan biarkan masyarakat yang memutuskan dengan menggelar pemilihan umum,” kata dia. Titah pembubaran dari kantor kepresidenan Arif Alvi datang hanya beberapa jam kemudian.

Sontak, manuver pemerintah membuat gamang kubu oposisi. "Hari ini akan diingat sebagai hari kegelapan dalam sejarah konstitusi Pakistan,” kata Shehbaz Sharif, pemimpin oposisi yang diproyeksikan bakal menggantikan Imran Khan.

Sang perdana menteri sebaliknya mengaku "terkejut oleh reaksi,” kelompok oposisi. Mereka, tulisnya via Twitter, "mewek” betapa pemerintah telah kehilangan dukungan rakyat, "lantas kenapa sekarang takut terhadap pemilihan umum?” 

Sejak awal berdiri hingga kini, tidak seorangpun perdana menteri Pakistan mampu menyelesaikan masa jabatannya secara utuh. 

Krisis konstitusi 

Selasa(29/3) lalu, oposisi Pakistan mengklaim telah mengumpulkan mayositas 172 dari 342 suara di parlemen untuk memenangkan mosi tidak percaya. Porsi mayoritas bagi oposisi tercipta menyusul pembelotan Partai Gerakan Muttahida Quami dari fraksi pemerintah. 

Sebab itu kini koalisi partai oposisi menggugat Qasim Suri ke Mahkamah Konstitusi. Majelis hakim Senin (4/4) ini akan memutuskan apakah wakil ketua parlemen berwenang membatalkan sidang istimewa. 

Partai pemerintah, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), sebaliknya menilai keputusan Suri bersifat mutlak dan tidak bisa digugat secara hukum.

Jika MK mengabulkan gugatan oposisi, maka parlemen akan kembali bersidang untuk memakzulkan Imran Khan. Sebaliknya jika ditolak, Pakistan akan menjalani pemilu dini dalam beberapa bulan kedepan.

Sebagian besar pakar hukum di Pakistan menilai langkah PTI melanggar konstitusi, lapor dpa. Keputusan pembubaran oleh kantor kepresidenan sendiri tidak mencantumkan tenggat waktu pelaksanaan pemilu. 

Khan dituduh melakukan wanprestasi di bidang ekonomi, birokrasi dan kebijakan luar negeri. Pakistan saat ini menghadapi lonjakan angka inflasi, ketika pemerintah menghadapi defisit anggaran dan anjloknya cadangan devisa luar negeri.

Dia juga diisukan telah kehilangan dukungan krusial dari militer. Namun analis meyakini, manuver pembubaran parlemen oleh Imran Khan mustahil berjalan tanpa lampu hijau para jendral. 

"Opsi terbaik di dalam situasi ini adalah pemilu yang memungkinkan pemerintahan baru untuk menghadapi masalah ekonomi, politik dan luar negeri yang kita hadapi,” kata Talat Masood, seorang mantan jendral yang kini bekerja sebagai pengamat politik.

rzn/hp (dpa,rtr,ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya