Pemasok Kartu Natal Cina Dituduh Gunakan Pekerja Paksa
24 Desember 2019
Raksasa pengecer Inggris Tesco menghentikan pemasokan kartu natal dari Cina. Seorang anak perempuan di London menemukan pesan minta tolong dari pekerja paksa Cina di sebuah kartu natal Tesco.
Iklan
"Kami adalah tahanan asing di penjara Qingpu di Shanghai. Kami dipaksa untuk bekerja. Tolonglah kami dan hubungi organisasi hak asasi," demikian pesan yang disembunyikan dalam sebuah kartu natal yang didistribusikan Tesco, demikian diberitakan harian Sunday Times.
Setelah penemuan pesan tersembunyi itu, Tesco langsung bereaksi dan menghentikan pemasokan kartu dari perusahaan Zhejiang Yunguang Printing di Shanghai. Kartu-kartu yang sudah ada di supermarket Tesco juga segera ditarik kembali.
"Kami menolak keras penggunaan tahanan sebagai pekerja paksa dan tidak akan menginjinkan praktik itu di rantai pemasok kami", kata seroang jurubicara Tesco. "Kami sangat terkejut dengan kasus ini dan segera menghentikan pemasokan dari pabrik yang memproduksi kartu dan kami sedang melakukan investigasi lebih lanjut."
Tolong hubungi Mr. Humphrey
Tesco mengatakan, kartu-kartu itu diproduksi di pabrik Zhejiang Yunguang Printing Company, sekitar 100 kilometer dari Shanghai.
Pesan dalam kartu itu pertama kali ditemukan oleh anak perempuan berusia 6 tahun di London. Di dalam kartu itu juga tertera pesan: "Tolong hubungi Mr. Peter Humphrey". Ayah anak itu kemudian menghubungi nama tersebut, yang ternyata seorang mantan jurnalis Inggris. Dia kemudian menulis laporan untuk Sunday Times.
Peter Humprey dan istrinya Yu Zingfeng yang warganegara AS pernah dipenjara di Qingpu tahun 2014 atas tuduhan mencuri data-data pribadi warga Cina. Keduanya lalu dideportasi dari Cina Juni 2015, setelah menjalani tahanan selama 23 bulan.
Tesco mengatakan, sebelum menentukan jaringan pemasok, perusahaan sudah menugaskan petugas audit independen. "Pemasok ini sudah diuadit secara independen bulan lalu dan ketika itu tidak ada petunjuk bahwa mereka melanggar larangan menggunakan pekerja tahanan", kata jurubicara Tesco.
Inilah Negara Sarang Perbudakan
Sebanyak 45 juta manusia masih bekerja di bawah paksaan. Sebagian negara bahkan ikut memetik keuntungan dari praktik keji tersebut. Celakanya Indonesia masuk dalam daftar sepuluh besar Indeks Perbudakan Global 2016
Foto: picture-alliance/e70/ZUMA Press
1. India
Sekitar 270 juta penduduk India masih hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Indeks Perbudakan Global, negeri raksasa di Asia Selatan itu saat ini masih mencatat jumlah pekerja paksa sebanyak 18.354.700 orang. Sebagian besar bekerja di sektor informal. Sementara sisanya berprofesi prostitusi atau pengemis.
Foto: picture alliance/Photoshot
2. Cina
Maraknya migrasi internal kaum buruh menjadikan Cina lahan empuk buat perdagangan manusia. Pemerintah di Beijing sendiri mengakui hingga 1,5 juta bocah dipaksa mengemis, kebanyakan diculik. Saat ini lebih dari 70 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Menurut Indeks Perbudakan Global, Cina masih memiliki sekitar 3.388.400 budak.
Foto: Reuters
3. Pakistan
Sebanyak 2.134.900 penduduk Pakistan bekerja sebagai budak di pabrik-pabrik dan lokalisasi. Angka perbudakan tertinggi tercatat di dua provinsi, Sindh dan Punjab. Sejumlah kasus bahkan mengindikasikan orangtua di sejumlah wilayah di Pakistan terbiasa menjual putrinya untuk dijadikan pembantu rumah tangga, pelacur, nikah paksa atau sebagai bayaran untuk menyelesaikan perseteruan dengan suku lain.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/GettyImages
4. Bangladesh
Indeks Perbudakan Global mencatat sebanyak 1.531.500 penduduk Bangladesh bekerja sebagai budak. Hampir 80% di antaranya adalah buruh paksa, sementara sisanya dijual untuk dinikahkan atau dijadikan prostitusi. Saat ini Bangladesh mencatat 390.000 perempuan menjadi korban pelacuran paksa.
Foto: picture-alliance/e70/ZUMA Press
5. Uzbekistan
Uzbekistan adalah produsen kapas terbesar keenam di dunia. Selama musim panen ratusan ribu penduduk dipaksa bekerja tanpa bayaran. Pemerintah berupaya memerangi praktik tersebut. Tapi Indeks Perbudakan Global 2016 mencatat tahun lalu sebanyak 1.236.600 penduduk masih bekerja sebagai budak di Uzbekistan.
Foto: Denis Sinyakov/AFP/Getty Images
6. Korea Utara
Berbeda dengan negara lain, sebanyak 1.100.000 budak di Korea Utara bukan bekerja di sektor swasta, melainkan untuk pemerintah. Eksploitasi buruh oleh pemerintah Pyongyang sudah lama menjadi masalah. Saat ini sebanyak 50.000 buruh Korut dikirim ke luar negeri oleh pemerintah untuk bekerja dengan upah minim. Program tersebut mendatangkan lebih dari 2 miliar Dollar AS ke kas negara.
Foto: picture alliance/AP Photo/D. Guttenfelder
7. Rusia
Pasar tenaga kerja Rusia yang mengalami booming sejak beberapa tahun silam banyak menyerap tenaga kerja dari berbagai negara bekas Uni Sovyet seperti Ukraina, Uzbekistan, Azerbaidjan atau bahkan Korea Utara. Saat ini sebanyak 1.048.500 buruh paksa bekerja di Rusia. Celakanya langkah pemerintah yang kerap mendiskriminasi buruh dari etnis minoritas justru membantu industri perbudakan.
Foto: picture-alliance/dpa
8. Nigeria
Tidak sedikit perempuan Nigeria yang dijual ke Eropa untuk bekerja di industri prostitusi. Namun sebagian besar buruh paksa mendarat di sektor informal di dalam negeri. Tercatat sebanyak 875.500 penduduk Nigeria bekerja di bawah paksaan.
Foto: UNICEF/NYHQ2010-1152/Asselin
9. Republik Demokratik Kongo
Serupa dengan negara-negara Afrika Sub Sahara lain, Republik Demokratik Kongo mencatat angka tertinggi dalam kasus perbudakan anak. Sebagian besar bekerja di sektor informal, prostitusi atau bahkan dijadikan tentara. Jumlah budak di RD Kongo mencapai 873.100 orang.
Foto: AFP/Getty Images
10. Indonesia
Menurut catatan Walk Free Foundation, kebanyakan buruh paksa di Indonesia bekerja di sektor perikanan dan konstruksi. Paksaan juga dialami tenaga kerja Indonesia di luar negeri seperti di Arab Saudi atau Malaysia. Secara umum Indonesia berada di urutan kesepuluh dalam daftar negara sarang perbudakan dengan jumlah 736.100 buruh paksa.
Foto: Getty Images
10 foto1 | 10
Perusahaan Australia juga lakukan investigasi
Perusahaan pengecer pakaian Australia Cotton On hari Selasa (24/12) mengatakan, mereka juga melakukan investigasi setelah membaca berita di Inggris, karena mereka memasok barang dari perusahaan yang sama. Cotton On menegaskan, bagi mereka tidak ada toleransi terhadap penggunaan pekerja tahanan.
Zhejiang Yunguang Printing belum bereaksi atas tuduhan itu. Perusahaan tersebut adalah pemasok untuk banyak perusahaan besar dan ternama, seperti Walt Disney dan Big Lots di Amerika Serikat.
Pemerintah Cina membantah adanya tahanan yang dipaksa bekerja di negara itu. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Geng Shuang mengatakan kepada wartawan hari Senin (23/12): "Sebagai tanggapan, bisa saya katakan bahwa menurut badan-badan terkait, penjara Qingpu di Shanghai tidak memiliki masalah tahanan asing yang dipaksa untuk bekerja," tandasnya.