Alexander Rossi Mengaku Kalah Bersaing dengan Rio Haryanto
19 Februari 2016
Pembalap Amerika Alexander Rossi mengaku kalah bersaing dana dengan Rio Haryanto merebut kursi F1 di Tim Manor. Haryanto menjadi pembalap Manor bersama Pascal Wehrlein dari Jerman.
Iklan
Kepada wartawan, pembalap Amerika Alexander Rossi mengatakan gagal membujuk Manor, karena sponsor Rio Haryanto dari Indonesia berani menawarkan dana lebih besar.
"Saya sudah tahu, kalau melawan sebuah negara, itu tidak mungkin," tutur warga California itu yang sempat memperkuat Tim Marussia tahun lalu. Marussia kemudian mengalami kesulitan keuangan dan akhirnya mencari investor baru dan berganti nama menjadi Manor.
"Kami tidak mampu bersaing dengan apa yang mereka tawarkan, dan mereka memang ingin dia (Haryanto) masuk F1, jadi kekuatan (dana) mereka lebih besar," kata Rossi. Versi cerita itu sempat muncul di racer.com, tapi kemudian dicabut dan diganti dengan berita lain.
Rio Haryanto memang didukung banyak sponsor dan perusahaan negara, terutama Pertamina. Pejabat tinggi Pertamina mengatakan kepada wartawan di Jakarta, perusahaannya menyediakan dana sampai 5,5 juta Euro untuk mengamankan kursi Rio Haryanto.
Kepada kantor berita Reuters Rossi mengatakan, pihaknya memang 'tak berdaya' menghadapi besarnya dukungan Indonesia pada Haryanto.
"Akhir 2015 aku merasa sudah berada di posisi yang cukup kuat untuk ikut balapan di 2016. Apalagi dengan motor Mercedes, tim ini sangat menarik dan selalu menjadi tantangan," tambahnya.
"Olahraga kadang-kadang bekerja tidak terduga, dan ada saatnya tidak semua kartu mendukung Anda," kata Alexander Rossi.
Terkait anggaran, Tim Manor memang merupakan tim terkecil di ajang F1, sehingga perlu mencari dana dengan menyediakan kursi.
Tapi Rossi tetap optimis dan yakin akan bisa kembali ke ajang F1 "sesegera mungkin".
Manor akan mengandalkan pembalap utama Pascal Wehrlein asal Jerman, yang juga punya kontrak dengan Tim Mercedes. Wehrlein beberapa tahun terakhir menjadi pembalap ujicoba Mercedes, di bawah juara dunia Lewis Hamilton dan pembalap Jerman Nico Rosberg.
Pembalap Terbaik dalam Sejarah Formula 1
Sebastian Vettel masuk dalam daftar pembalap-pembalap terbaik dalam sejarah Formula 1. Senna, Schumacher, Fangio dan lauda adalah sederet nama yang menghiasi galeri Hall of Fame Formula 1.
Foto: Reuters
Juara dunia termuda
Dengan usia 23 tahun dan 134 hari, Sebastian Vettel adalah juara dunia termuda sepanjang sejarah. Sejak 2010 pria kelahiran Heppenheim, Jerman, itu mendominasi ajang balap mobil terbesar sejagad. Vettel sudah 30 kali berdiri di puncak podium selama karirnya yang singkat.
Foto: Reuters
Pewaris Schumacher
Kerusakan mesin musim ini adalah hal langka buat Vettel. Jika tidak ada aral melintang, pembalap yang kini berusia 26 tahun itu bisa dipastikan akan kembali mencium cincin juara dunia untuk yang ke-empat kalinya. Menurut jajak pendapat di Jerman, Vettel bahkan lebih disukai ketimbang pendahulunya, juara dunia tujuh kali Michael Schumacher.
Foto: Getty Images
Manusia rekor
Kendati gagal menghiasi kepulangannya ke Formula 1 dengan gelar juara, Michael Schumacher masih memegang lusinan rekor-rekor terpenting: Tujuh kali juara dunia, 91 kali juara pertama, 155 kali berdiri di podium. Selama bertahun-tahun Schumi mendikte persaingan di Formula 1. Sebelum Vettel, kedigdayaan Schumacher lah yang membuat ajang balap ini terkesan membosankan.
Foto: picture-alliance/dpa
Cuaca Schumi
Schumacher (kiri) sampai saat ini masih dianggap pembalap hujan terbaik sepanjang sejarah. Di atas lintasan yang licin ia justru terlihat semakin giat melibas para pesaingnya. Kemampuan uniknya itu pernah dirasakan oleh Damon Hill (kanan) pada musim balap 2014. Pada tahun itulah Schumacher merebut gelar juara dunia pertama dalam karirnya.
Foto: Getty Images
Juara dunia di atas panah perak
Apa yang gagal dilakukan Schumacher dengan kepulangannya kembali pasca pensiun, justru menjadi salah satu keberhasilan terbesar Juan Manuel Fangio. Pada dekade 1950-an, pembalap Argentina itu menjadi juara dunia dua kali bersama kendaraan besutannya, Mercedes-Silberpfeil alias panah perak. Secara keseluruhan Fangio mencatat lima gelar juara dunia, antara 1954 dan '57 empat kali berturut-turut.
Foto: picture-alliance/dpa
Brabham dan Brabham
Pembalap Australia, Sir Jack Brabham mampu mencatat tiga gelar juara dunia. Pria yang pendengarannya terganggu lantaran suara mesin itu memiliki kisah unik, 1966 ia menjadi juara dunia dengan kendaraan buatannya sendiri. Catatan tersebut hingga saat ini dan mungkin tidak akan pernah tersaingi oleh pembalap manapun.
Foto: picture-alliance/ASA
Berakhir setelah 99 Grand Prix
Tiga gelar juara dunia juga diraih oleh Sir John Young Stewart yang lazim dipanggil Jackie. Pembalap Inggris itu pensiun tahun 1973 sebagai juara bertahan. Jackie Stewart batal membalap pada Grand Prix USA yang seharusnya menjadi balapan ke-100 buatnya, menyusul kematian rekan setimnya François Cevert yang tewas pada sesi latihan di Watkins Glen.
Foto: picture-alliance/ASA
Terbakar di neraka hijau
Salah satu figur terbesar dalam sejarah Formula 1 adalah Niki Lauda yang meraih gelar pertamanya tahun 1975. Setahun kemudian Lauda mengalami kecelakan fatal di sirkuit Nürburgring yang membuat kendaraannya terbakar. Lauda mengalami luka bakar di wajah. Asap beracun merusak paru-parunya. Lauda yang tampil dominan, terpaksa menyerahkan gelar juara dunia ke pesaing terdekatnya, James Hunt.
Foto: picture-alliance/ASA
Empat untuk Prost
Lauda (kiri) kembali dan menjuarai Formula 1 tahun 1977. 1984 ia mencatat gelar ketiga usai mengalahkan pesaing sekaligus rekan setimnya, Alain Prost (kanan). Usai kegagalan tersebut, pembalap Perancis itu kemudian mampu mendominasi Formula 1 dan mengukir empat kali juara dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Sang provokator
Nelson Piquet bukan pembalap yang disukai di antara rekan-rekan sejawatnya. Pembalap Brazil itu sering melontarkan komentar nakal soal pembalap lain di depan publik. Tapi di atas sirkuir, Piquet termasuk pembalap terbaik dekade 1980-an. Tiga gelar juara dunia adalah buktinya.
Foto: AP
Tercepat sepanjang masa
Kiprah Piquet sebagai pahlawan Formula 1 Brazil diikuti oleh Ayrton Senna (kiri). Dalam waktu empat tahun Senna menjuarai empat musim Formula 1. Hingga saat ini Senna masih dianggap salah satu pembalap terbaik oleh Schumacher, Mikka Häkkinen, Fernando Alonso dan Jacques Villeneuve. Menurut ke-empat pembalap tersebut, kemampuannya membaca tikungan tidak tertandingi sampai saat ini.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir yang tragis
Tidak ada yang menyangka karir Senna akan berakhir tragis. Tiga kali juara dunia itu berusia 34 tahun saat kecelakaan di sirkuit Imola pada Grand Prix San Marino merengut nyawanya.
Foto: picture-alliance/dpa
12 foto1 | 12
Pascal Wehrlein adalah pembalap ke-4 asal Jerman yang bertarung di F1 tahun ini, setelah Nico Rosberg, Sebastrian Vettel dan Nico Hülkenberg.