1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Membangkang dengan 140 karakter

Cenk Baslamis7 Juni 2013

Aksi protes terhadap kebijakan Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan berlanjut. Media terkemuka dikritik pedas, karena cukup lama tidak memberitakan tentang aksi tersebut. Sosial media kini menjadi penting.

An anti-government protester gestures during a demonstration in Ankara late June 2, 2013. Tens of thousands of people took to the streets in Turkey's four biggest cities on Sunday and clashed with riot police firing tear gas in the third day of the fiercest anti-government protests in years. Prime Minister Tayyip Erdogan blamed the main secular opposition party for inciting the crowds, whom he called "a few looters", and said the protests were aimed at depriving his ruling AK Party of votes as elections begin next year. REUTERS/Umit Bektas (TURKEY - Tags: POLITICS CIVIL UNREST)
Foto: Reuters

Rencana pengubahan fungsi taman Gezi di Istanbul dengan membangun pusat perbelanjaan memicu protes keras terhadap pemerintahan Turki. Aktivis muda yang ikut berdemonstrasi sebelumnya cukup lama dituding secara politis tidak aktif. Kini dalam aksinya mereka menggunakan senjata yang terkenal di seluruh dunia, yaitu twitter.

Bersenjatakan twitter para demonstran saling menginformasikan lokasi keberadaan polisi dan mengingatkan adanya ancaman pepper spray atau semprotan merica. Polisi Turki memiliki pasukan gerak cepat, namun pasukan ini tidak secepat twitter. Hanya 140 karakter yang dibutuhkan para pembela taman Gezi bagi pengiriman informasi untuk mengorganisir demonstrasi atau mendatangkan material yang diperlukan, misalnya obat-obatan atau makanan.

Lapangan Taksim di IstanbulFoto: picture-alliance/dpa

Sejumlah demonstran memiliki hingga 50.000 followers, jadi informasi cepat sekali menyebar. Karena itulah, Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan menyebut twitter sebagai "pemicu utama kerusuhan" dan merupakan "sesuatu yang menjengkelkan bagi masyarakat". Padahal sepuluh hari yang lalu, saat kunjungannya di Silicon Valley, California, Erdogan mengatakan:"Pengetahuan adalah sesuatu yang universal bagi kemanusiaan. Kita semua akan mengambil keuntungan darinya."

Taman Gezi di IstanbulFoto: picture-alliance/dpa

Informasi salah juga cepat tersebar

Tapi pesan pendek juga digunakan untuk penyebaran informasi salah dan provokasi. Misalnya foto seorang pemuda yang luka parah telah menimbulkan keberangan di antara pengguna twitter. Setelahnya baru diketahui bahwa gambar itu palsu. Juga informasi palsu tentang pemecatan kepala polisi, atau video yang memperlihatkan seorang demonstran yang tewas, disebarkan. Foto polisi dengan seekor anjing yang tengah menyemprotkan merica, setelah dicermati ternyata berasal dari Italia.

Walaupun demikian bagi puluhan ribu demonstran, twitter adalah media komunikasi. M. Serdar Kuzuloğlu, kolumnis harian "Radikal" menyebut layanan twitter sebagai "pusat syaraf gerakan pembakangan yang tidak memiliki kantor pusat komando".

Bencana bagi media tradisional

Yang terdesak dalam aksi protes di Turki ini adalah media negeri itu. Cukup lama mereka tidak memberitakan aksi protes dan tindakan keras polisi Turki. Sementara media sosial twitter dan facebook sarat dengan foto dan video yang memperlihatkan bentrokan antara aparat keamanan dan demonstran serta penggunaan ekstensif gas air mata oleh polisi. Sementara stasiun radio dan TV Turki awalnya hanya menayangkan talkshow dan film mengenai hewan.

Kini banyak orang berang terhadap stasiun TV yang menyebabkan sekelompok pembela taman Gezi berubah menjadi aksi protes di depan gedung NTV, stasiun televisi berita yang terkemuka di negeri itu. Mobil reportase dari NTV diserang demonstran di lapangan Taksim.

Demonstrasi menentang PM Turki Recep Tayyep Erdogan di Lapangan TaksimFoto: picture-alliance/dpa

NTV kemudian meminta maaf atas kelalaian mereka. Namun dianggap terlambat dan terlalu sedikit. Harian populer "Hürriyet" menulis bahwa "redaktur NTV menerapkan sensor sukarela yang telah berhasil mengalahkan instink jurnalistik mereka".

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait