1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Pembungkaman Terhadap Suara Kritis di Tengah Pandemi

26 Agustus 2020

Media hingga ahli yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintah, alami peretasan terhadap situs dan akun media sosial. Tempo meyakini ada upaya pembungkaman, sementara Amnesty sebut pelanggaran hak kebebasan berbendapat.

Simbol peretasan situs
Ilustrasi peretasan situsFoto: picture-alliance/dpa

Peretasan terhadap media, organisasi dan individu yang kerap bersuara kritis di tengah pandemi terjadi nyaris secara simultan. Tempo dan Tirto adalah dua media arus utama yang menjadi korban peretasan pada Jumat (21/08). Sebelumnya, pada Rabu (19/08), akun Twitter ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono juga diretas.

Sebelum diretas, Pandu sempat mengkritik validitas riset kombinasi obat COVID-19 yang dibuat Universitas Airlangga (Unair) yang bekerja sama dengan TNI AD dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Belum jelas apa motif dibalik peretasan ini, namun Tempo dan Tirto telah membuat laporan ke Polda Metro Jaya pada Selasa (25/08).

“Supaya ini tidak berulang karena ini akan menjadi preseden buruk kalau dibiarkan, juga akan mengganggu demokrasi. Ini juga bentuk pembungkaman yang memang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar wakil pemimpin redaksi Tempo Anton Aprianto kepada DW Indonesia, Selasa (25/08)

Tampilan situs Tempo ketika diretas berubah menjadi hitam dan bertuliskan: "Stop Hoax, Jangan BOHONGI Rakyat Indonesia, Kembali ke etika jurnalistik yang benar patuhi dewan pers. Jangan berdasarkan ORANG yang BAYAR saja. Deface By @xdigeeembok."

Tangkapan layar situs Tempo yang diretas pada Jumat (21/08)Foto: Privat

Anton meyakini ada upaya pembungkaman terhadap medianya, sehingga merasa pelaporan harus dilayangkan sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya peretasan tersebut.

“Pembungkaman itu sangat jelas karena di Jumat dini hari itu dibuat blank (website) tempo.co. Satu jam itu dikuasai oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” ujar Anton.

Ia menjelaskan tak hanya peretasan website, namun beberapa artikel Tempo juga dihapus secara paksa oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Berita yang dihapus tersebut memuat informasi terkait peretasan terhadap sebuah LSM.

Peretasan yang sama juga terjadi di website Tirto. Seperti dilansir dari Tirto, peretas masuk ke akun email editor Tirto, lalu masuk ke sistem manajemen konten (CMS) dan menghapus tujuh artikel. Salah satunya adalah artikel yang mengkritisi klaim “temuan obat corona” oleh UNAIR bekerja sama dengan BIN dan TNI AD. 

Amnesty: pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menyebut kasus peretasan terhadap Pandu Riono dan Tempo sebagai pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat.

Usman berpendapat bahwa Pandu Riono selama ini terkenal begitu lantang menyuarakan kritikannya terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani wabah COVID-19. Sementara pemberitaan Tempo banyak menyorot keprihatinan politik dan sosial yang terjadi di dalam negeri, termasuk juga mengkritisi rezim yang sedang berkuasa

“Peretasan akun twitter pribadi Pandu Riono dan laman berita Tempo.co adalah pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kedua kasus peretasan ini dengan jelas mengarah kepada mereka yang berani mengkritik kebijakan pemerintah,” tulis Usman dalam rilisnya pada Jumat (21/08).

Usman menambahkan bahwa Amnesty International Indonesia memandang kedua kasus peretasan ini sebagai pembungkaman kritik. Jika benar, menurutnya jelas pelanggaran HAM telah terjadi. 

Ranah Pelanggaran UU ITE

Menurut pakar keamanan siber dari Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha, peretasan yang terjadi pada Tempo merupakan praktik deface, sedangkan pada Tirto lebih dalam lagi. Kemungkinan, peretasan pada Tirto sudah berhasil masuk sebagai super admin karena beberapa artikel pemberitaan hilang menurut pengakuan redaksi Tirto.

Dijelaskan Pratama, deface pada situs merupakan peretasan ke sebuah website dan mengubah tampilannya. Dalam kasus Tempo, halaman webnya diubah dengan poster hoaks.

“Baik deface maupun memodifikasi isi portal berita, keduanya sudah masuk dalam ranah pelanggaran UU ITE pasal 30 dan juga 32. Intinya pelaku melakukan akses secara ilegal bahkan memodifikasi,” ujar Pratama, seperti dikutip dari pernyataan tertulisnya, pada Senin (24/08). (pkp/hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait