UNESCO: Pembunuhan Jurnalis Meningkat di Tahun 2022
17 Januari 2023
UNESCO mengatakan sebanyak 86 jurnalis dari seluruh dunia terbunuh di tahun 2022. Jumlah ini meningkat dibanding tahun 2021 dengan 55 jurnalis yang terbunuh.
Iklan
Jumlah jurnalis yang terbunuh dari seluruh dunia telah meningkat secara signifikan pada tahun 2022, kata Badan Kebudayaan PBB (UNESCO) dalam sebuah laporan pada Senin (16/1).
UNESCO melaporkan kematian 86 jurnalis tahun lalu dengan 19 diantaranya tewas di Meksiko, diikuti oleh 10 jurnalis di Ukraina dan sembilan orang di Haiti.
Angka pembunuhan jurnalis di tahun 2022 meningkat signifikan jika dibandingkan dengan data tiga tahun sebelumnya. Pada tahun 2019 – 2021, rata-rata ada sekitar 58 jurnalis terbunuh. Di tahun 2021, ada sebanyak 55 jurnalis yang terbunuh. Data tiga tahun tersebut (2019 – 2021) menunjukkan penurunan jika dibandingkan dari tahun 2018, di mana ada 99 jurnalis yang terbunuh.
Kekerasan terhadap Jurnalis di Jantung Eropa
Eropa dikejutkan dengan serangan penembakan terhadap Peter R. de Vries, seorang jurnalis Belanda. Meski Uni Eropa punya reputasi bagus dalam kebebasan pers, namun terkadang para jurnalis jadi korban serangan kekerasan.
Foto: Getty Images/AFP/Stringer
Amsterdam syok berat
Peter R. de Vries, wartawan kriminal terkemuka ditembak orang tidak dikenal saat meninggalkan studio televisi Selasa, 6 Juli 2021 malam di pusat kota Amsterdam, Belanda. Beberapa indikasi menunjukan sindikat kriminal terorganisir menjadi otak penyerangan tersebut. Dua orang tersangka diamankan beberapa jam setelah penembakan.
Foto: Evert Elzinga/ANP/picture alliance
Wartawan kriminal terkemuka di Belanda
De Vries telah meliput kejahatan terorganisir di Belanda selama bertahun-tahun. Sebelum aksi penembakan, dia jadi penasihat pribadi seorang saksi mahkota yang akan bersaksi terhadap seorang pimpinan organisasi kriminal besar. Saudara dan pengacara saksi mahkota tersebut telah dibunuh beberapa tahun lalu. Saat ini De Vries masih berjuang antara hidup dan mati di sebuah rumah sakit.
Foto: ANP/imago images
Harapan dan ketakutan
“Kejadian seperti ini tidak boleh terjadi di jantung Eropa!” Begitu reaksi dari masyarakat Belanda atas kejadian penembakan Selasa malam tersebut. Sejumlah orang terlihat di TKP meninggalkan bunga dan ucapan belasungkawa. Sayangnya, de Vries bukanlah jurnalis pertama yang menjadi korban pembunuhan berencana di benua Eropa.
Foto: Koen Van Weel/dpa/picture alliance
Negara tempat demokrasi dilahirkan
Jurnalis Yunani, Giorgos Karaivaz dibunuh di selatan kota Athena pada 9 April 2021. Dua orang bermasker yang mengendarai sepeda motor menembak wartawan kriminal senior ini sebanyak 10 kali. Sebagai wartawan berpengalaman, Karaivaz telah meliput sejumlah kasus korupsi yang melibatkan otoritas Yunani dan sindikat kriminal terorganisir.
Daphne Caruana Galizia (53), seorang jurnalis investigasi yang meliput kasus korupsi dalam bidang politik dan bisnis di Malta, tewas setelah mobilnya diledakkan menggunakan bom yang dipicu dari jarak jauh 16 Oktober 2017. Pelakunya divonis 15 tahun penjara setelah mengakui perbuatannya. Namun, dalang kejahatan, seorang pebisnis terkenal masih diadili untuk pembunuhan itu.
Foto: picture-alliance/dpa/L. Klimkeit
Dibunuh di kediaman pribadi
Jurnalis investigasi Slovakia, Jan Kuciak dan tunangannya, Martina Kusnirova ditembak pembunuh bayaran 21 Februari 2018. Jurnalis berusia 28 tahun ini memfokuskan liputannya pada sindikat kriminal terorganisir, pengemplang pajak dan korupsi di kalangan politisi dan penguasa Slovakia. Pembunuhannya mengejutkan Eropa dan berujung dengan pengunduran diri Perdana Menteri Slovakia, Robert Fico.
Foto: Mikula Martin/dpa/picture alliance
Bebaskan media!
Lukasz Masiak, jurnalis Polandia, dipukuli hingga tewas di pusat boling, 2015 silam. Masiak meliput kasus korupsi, bisnis narkoba dan penangkapan sewenang-wenang. Pemerintah Polandia dikritik karena makin membatasi kebebasan pers. Warga Polandia memprotes aturan baru pemerintah di Warsawa untuk terus membatasi kebebasan pers.
Foto: Attila Husejnow/SOPA Images/ZUMAPRESS.com/picture alliance
Saya adalah Charlie
12 orang dibunuh dalam serangan teror di kantor majalah satire Prancis Charlie Hebdo, tahun 2015. Ratusan ribu orang di seluruh dunia berdemonstrasi untuk kebebasan berbicara dan pers menggunakan tagar “Saya adalah Charlie”. Pada November, jurnalis musik Guillaume Barreau-Decherf dibunuh saat serangan teroris di teater Bataclan, Paris yang tewaskan ratusan penonton.
Foto: picture-alliance/dpa
Jurnalis Turki diserang di Berlin
Jurnalis Turki di Jerman, Erk Acarer, pengkritik Presiden Recep Tayyip Erdogan, diserang oleh tiga orang tak dikenal di kediamannya pada 7 Juli 2021. Dalam Bahasa Turki, Acarer menceritakannya di Twitter: “Saya diserang menggunakan pisau dan dipukuli di rumah saya di Berlin.“ Tiga orang pelaku juga mengancam akan datang kembali kalau dia tidak berhenti melakukan reportase.
Foto: twitter/eacarer
Wartawan dengan pembatasan?
Bukan hanya kasus yang membahayakan nyawa wartawan yang ditakuti. Namun, sering wartawan yang dihambat saat bertugas, seperti oleh pengunjuk rasa yang murka, polisi atau pihak berwenang. Pada foto terlihat polisi antihuru-hara Prancis menghadang seorang pekerja pers saat demonstrasi menentang peraturan keamanan yang baru.
Foto: Siegfried Modola/Getty Images
10 foto1 | 10
Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa jumlah korban pada tahun 2022 "mengkhawatirkan."
"Pihak berwenang harus melipatgandakan upaya mereka untuk mengakhiri kejahatan ini dan memastikan bahwa pelaku dihukum, karena ketidakpedulian adalah faktor utama dalam iklim kekerasan ini," kata Azoulay.
Mengapa para jurnalis menjadi sasaran?
Tiga perempat dari pembunuhan terhadap jurnalis terjadi di negara-negara non-konflik, dengan lebih dari separuh jurnalis yang terbunuh terjadi di Amerika Latin.
Beberapa alasan mengapa para jurnalis ini dibunuh adalah karena pembalasan atas liputan mereka tentang kejahatan terorganisir, konflik bersenjata atau kebangkitan ekstremisme.
Beberapa jurnalis juga dibunuh karena meliput topik sensitif seperti korupsi, kejahatan lingkungan, penyalahgunaan kekuasaan dan berbagai protes.
‘Tidak ada ruang aman' bagi jurnalis
UNESCO mencatat bahwa hampir setengah dari jurnalis yang menjadi sasaran, terbunuh saat tidak bertugas. Beberapa di antaranya diserang saat bepergian, di tempat parkir atau tempat umum lainnya, sementara yang lain terbunuh saat berada di rumah.
Badan tersebut memperingatkan, bahwa ini menyiratkan kalau "tidak ada ruang aman bagi jurnalis, bahkan di waktu luang mereka."
Badan PBB itu juga mencatat impunitas atas pembunuhan jurnalis sebesar 86%, tingkat yang dikatakannya "sangat tinggi," meskipun mencatat kemajuan dalam lima tahun terakhir.
Selain pembunuhan, pada tahun 2022 jurnalis juga menjadi korban kekerasan dalam bentuk lain. Ini termasuk penghilangan paksa, penculikan, penahanan sewenang-wenang, pelecehan hukum dan kekerasan digital, dan secara khusus menyasar perempuan.