Pemerintah Cina membela diri dari tuduhan terkait pelanggaran hak asasi manusia dan mengatakan akan meneruskan program 'pelatihan' bagi para penduduk minoritas muslim di Xinjiang.
Iklan
Dalam sebuah konferensi pers pada Senin (09/12), Shohrat Zakir, Gubernur Uighur Xinjiang, menolak tuduhan yang selama ini dilontarkan oleh organisasi hak asasi manusia.
"Para siswa ... dengan bantuan pemerintah telah berhasil mewujudkan pekerjaan yang stabil (dan) meningkatkan kualitas hidup mereka," kata Zakir. Ia menambahkan bahwa saat ini, mereka yang ada di pusat-pusat pelatihan "telah menyelesaikan kursus mereka," dan bahwa "ada orang-orang yang masuk dan keluar" dari tempat yang disebut sebagai pusat pelatihan itu.
Selain itu, langkah pemerintah Xinjiang selanjutnya adalah "melanjutkan pelatihan pendidikan harian, rutin, normal, dan terbuka untuk para kader desa, anggota partai di pedesaan, petani, penggembala, dan lulusan sekolah menengah yang tengah menganggur," katanya tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Sebuah dokumen pemerintah yang dibocorkan secara terpisah oleh Konsorsium Internasional Jurnalisme Investigasi, ICIJ, menunjukkan bahwa pejabat lokal diperintahkan untuk memantau para tahanan di kamp-kamp pelatihan ini dan mencegah mereka melarikan diri.
"Serupa dengan yang ada di AS"
Beijing pada awalnya berulang kali menyangkal adanya kamp ini, namun kemudian mengakui bahwa pihaknya telah membuka "pusat pendidikan kejuruan" di Xinjiang yang bertujuan mencegah ekstremisme dengan mengajarkan bahasa Mandarin dan sejumlah keterampilan kerja.
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Lebih lanjut Zakir mengatakan kepada para wartawan bahwa kebijakan untuk pencegahan terorisme ini serupa dengan yang juga diberlakukan oleh Amerika Serikat.
Amerika Serikat, ujar Zakir, memilih untuk menutup mata terkait stabilitas sosial di Xinjiang, dan meluncurkan kampanye kotor dan menggunakan masalah di sana untuk menabur perselisihan di antara kelompok etnis di Cina.
Setiap upaya untuk melumpuhkan Xinjiang pasti akan gagal, kata Zakir, yang juga merupakan wakil sekretaris Partai Komunis Xinjiang ini.
Dalam konferensi pers ini beredar juga gambar-gambar yang menggambarkan kekerasan masa lalu yang ditampilkan dalam kutipan film dokumenter berbahasa Inggris berjudul "Fighting Terrorism in Xinjiang" dan ditayangkan di stasiun televisi pemerintah Cina, CGTN.
Aktivis hak asasi manusia memperkirakan ada lebih dari satu juta warga Uighur dan minoritas muslim yang ditahan di kamp-kamp di Provinsi Xinjiang. Sejumlah laporan mengatakan bahwa ini adalah kamp-kamp indoktrinasi yang dijalankan seperti penjara dan ditujukan untuk menghapuskan budaya dan agama minoritas Uighur.
Namun, menyusul protes keras akibat langkah Dewan Perwakilan Rakyat AS mengesahkan RUU yang menyerukan sanksi terhadap pejabat yang terlibat dalam kebijakan di Xinjiang, pemerintah Cina pun meluncurkan kampanye propaganda untuk membenarkan tindakan mereka.
RUU Uighur, yang disahkan DPR AS dengan 407 suara mendukung dan satu suara menolak ini mengharuskan presiden AS mengecam keras pelanggaran terhadap hak-hak minoritas muslim dan menyerukan penutupan kamp di Xinjiang.