SBY mengimbau pemerintah agar tidak bersikap panik menghadapi gejolak perekonomian yang tengah melanda Asia. Sementara itu pemerintah siapkan paket stimulus buat menggenjot pertumbuhan.
Iklan
Bekas Presiden Susilo bambang Yudhoyono menilai Presiden Joko Widodo tidak seharusnya bersikap panik dalam menghadapi gejolak ekonomi. Jakarta dirundung kritik lantaran nilai Rupiah anjlok ke level terendah sejak krisis moneter 1998.
Menjelang akhir pekan nilai tukar Rupiah bertengger di kisaran Rp. 14.000 terhadap Dolar Amerika Serikat. Gejolak juga turut menggoyang lantai bursa. Pekan lalu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok ke level paling bontot tahun ini.
Namun begitu Yudhoyono meyakini Indonesia tidak sedang terbelit krisis. Menurutnya pemerintahan saat ini cukup mampu buat mengatasi turbulensi yang juga mendekap negara Asia lain seperti Malaysia dan Cina.
"Pemimpin tidak perlu panik," katanya seperti dikutip Detik.Com. "Perlu ketenangan buat mengambil kebijakan yang tepat." Presiden RI ke-enam itu mendesak Istana Negara buat mencegah gelombang pemecatan alias PHK dan mengupayakan stabilisasi harga bahan pokok.
Pondasi Ekonomi Lebih Kokoh
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mandeg di angka 4.6 persen pada kuartal kedua tahun ini. Jumlah tersebut adalah yang terendah sejak enam tahun. "Jika Rupiah terus melemah, akan ada banyak perusahaan yang jatuh bangkrut karena meminjam dalam bentuk Dolar," ujar Yudhoyono.
Sebab itu ia menyarankan agar Bank Indonesia mengintervensi pasar uang buat menjaga nilai tukar Rupiah.
Sementara itu pemerintah mengaku tengah menyiapkan paket stimulus untuk merangsang pertumbuhan dan meningkatkan cadangan valuta asing. Paket kebijakan tersebut antara lain berupa keringanan pajak buat investor, kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Pemerintah juga meyakini perekonomian Indonesia saat ini tidak sedang dirundung krisis. "Dibandingkan 2 tahun lalu atau tahun lalu, sekarang ini secara fundamental lebih baik," tutur Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo.
Kekuatan Ekonomi Global Masa Depan
Cina diprediksi akan merajai perekonomian dunia tahun 2050 menurut Economist Intelligence Unit. Tapi kiprah negeri tirai bambu itu bukan temuan yang paling mengejutkan, melainkan posisi Indonesia.
Foto: Fotolia
1. Cina
Negeri tirai bambu ini berada di peringkat kedua daftar negara sesuai besaran Produk Domestik Brutto-nya (PDB). Cina tahun 2014 berada di posisi kedua, di bawah AS dengan 11,212 Triliun Dollar AS. Tapi pada tahun 2050, Economist Intelligence Unit memprediksi Cina akan mampu melipatgandakan PDB-nya menjadi 105,916 Triliun Dollar AS.
Foto: imago/CTK Photo
2. Amerika Serikat
Saat ini AS masih mendominasi perekonomian global. Dengan nilai nominal PDB yang berada di kisaran 17,419 Triliun Dollar AS per tahun, tidak ada negara lain yang mampu menyaingi negeri paman sam itu. Tapi untuk 2050 ceritanya berbeda. AS akan turun ke peringkat dua dengan nilai PDB 70,913 Triliun Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa/J. F. Martin
3. India
Tahun 2050 India akan menikmati pertumbuhan konstan di kisaran 5%, menurut studi EIU. Saat ini raksasa Asia Selatan ini bertengger di posisi sembilan daftar raksasa ekonomi terbesar dunia dengan nilai PDB 2 Triliun Dollar AS. Tapi 35 tahun kemudian India akan merangsek ke posisi ketiga di bawah AS dengan pendapatan nasional sebesar 63 triliun Dollar AS.
Foto: Reuters/N. Chitrakar
4. Indonesia
Perekonomian Indonesia membaik setekah tiga kali bangkrut menyusul krisis moneter berkepanjangan. Saat ini Indonesia mencatat nilai nominal PDB sebesar 895 Miliar Dollar AS dan berada di peringkat 16 dalam daftar kekuatan ekonomi global. Tahun 2050, Econimist Intelligence Unit memproyeksikan Indonesia menjadi kekuatan ekonomi terbesar keempat dengan PDB sebesar 15,4 Triliun Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa
5. Jepang
Serupa AS, Jepang terpaksa turun peringkat di tahun 2050. Saat ini negeri sakura itu masih bertengger di posisi ketiga kekuatan ekonomi terbesar sejagad, dengan perolehan PDB sebesar 4,6 Triliun Dollar AS. 35 tahun kemudian, Jepang digeser oleh Indonesia dan terpaksa melorot ke peringkat lima dengan 11,7 Triliun Dollar AS.
Foto: AP
6. Jerman
Perekonomian Jerman banyak ditopang oleh sektor riil yang didominasi oleh industri padat karya. Tapi menurut EIU, justru sektor inilah yang akan banyak menyusut di masa depan. Jerman diyakini bakal kehilangan seperlima tenaga kerjanya pada 2050. Hasilnya, Jerman yang saat ini di posisi keempat dengan PDB sebesar 3,8 Triliun, akan merosot ke posisi enam dengan perolehan 11,3 Triliun Dollar AS.
Foto: imago/Caro
7. Brasil
Dari semua negara di posisi sepuluh besar, cuma Brasil yang tidak berubah. Saat ini raksasa Amerika Selatan itu berada di posisi tujuh dengan nominal PDB sebesar 2,3 Triliun Dollar AS. Di posisi yang sama Brasil bakal mencatat perolehan sebesar 10,3 Triliun Dollar AS tahun 2050.