Pasca eksekusi terhadap Tuti Tursilawati, Migrant Care mendesak pemerintah ikut bersama negara lain menuntut ketertutupan Arab Saudi. Kasus Khashoggi dan Tuti, bukti diabaikannya hak asasi perorangan di negara itu.
Iklan
Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, Tuti Tursilawati (33), buruh migran asal Kabupaten Majalengka, Jawa Barat dieksekusi hukuman mati di Arab Saudi, hari Senin (29/10). Buntut eksekusi mati tersebut, demonstrasi digelar pada Jumat pagi (2/11/2018), di depan Kedutaan Besar Arab Saudi, Jakarta. Para demonstran menyuarakan protes atas putusan Pemerintah Arab Saudi serta melakukan aksi simbolik menyegel kantor Kedubes Arab Saudi dengan pita kertas berwarna kuning. Beberapa lembaga seperti Amnesty Internasional Indonesia, elemen mahasiswa UI, KontraS, LBH Jakarta, dan Migrant Care turut ikut dalam unjuk rasa tersebut.
Saat ini Indonesia masih berhadapan dengan 18 ancaman hukuman mati lainnya terhadap para buruh imigran. Wahyu Susilo, Direktur Migran Care dalam wawancara bersama DW Indonesia mengkritisi lemahnya diplomasi pemerintah terhadap Arab Saudi serta memaparkan tindakan tegas apa yang harus dilakukan bersama negara lainnya perihal kasus pelanggaran HAM di negara itu.
DW: Proses hukum terhadap Tuti Tursilawati sudah berlangsung sejak 2011 dan pendampingan hukum juga telah menempuh berbagai cara. Apa yang menyebabkan Tuti tetap tak bisa lolos dari hukuman mati di Arab Saudi. Adakah hal yang tidak diwaspadai Indonesia dari kasus ini?
Wahyu Susilo: Saya kira memang secara internal ada masalah di Indonesia soal advokasi hukuman mati, meskipun sebenarnya dalam beberapa tahun terakhir ini beberapa upaya pembebasan TKI kita yang terancam hukuman mati sudah ada hasilnya. Tetapi memang sangat sulit untuk mengupayakan pembebasan ketika vonisnya sudah vonis tetap. Jadi seperti juga yang dialami Zaini Misrin (2018), Siti Zaenab (2015), atau Karni (2015). Jadi, keterlambatan kita dalam melakukan advokasi terhadap mereka dalam proses hukum juga punya kontribusi yang besar terhadap hal ini.
Secara eksternal memang ada ketertutupan dari Arabi Saudi untuk mengesampingkan semua pertimbangan-pertimbangan seperti itu. Jadi tidak hanya keterbatasan yang dimiliki pemerintah Indonesia, tapi juga berpulang pada ketertutupan dan sikap pemerintah Arab Saudi yang tidak kooperatif dan juga tidak mempertimbangkan aspek hak asasi manusia.
Menengok Hak Perempuan di Arab Saudi
Arab Saudi sudah mengumumkan akan mengizinkan perempuan untuk memiliki surat izin mengemudi tanpa harus ada izin dari "penjaga legal". Untuk itu perjuangannya panjang.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Ammar
1955: Sekolah pertama buat anak perempuan, 1970: Universitas pertama
Dulu, anak perempuan Arab Saudi tidak bisa bersekolah seperti murid-murid sekolah di Riyadh. Penerimaan murid di sekolah pertama untuk perempuan, Dar Al Hanan, baru dimulai 1955. Sementara Riyadh College of Education, yang jadi institusi pendidikan tinggi untuk perempuan, baru dibuka 1970.
Foto: Getty Images/AFP/F. Nureldine
2001: Kartu identitas untuk perempuan
Baru di awal abad ke-21, perempuan bisa mendapat kartu identitas. Padahal kartu itu adalah satu-satunya cara untuk membuktikan siapa mereka, misalnya dalam cekcok soal warisan atau masalah properti. Kartu identitas hanya dikeluarkan dengan dengan izin dan diberikan kepada muhrim. Baru tahun 2006 perempuan bisa mendapatkannya tanpa izin muhrim. 2013 semua perempuan harus punya kartu identitas.
Foto: Getty Images/J. Pix
2005: Kawin paksa dilarang - di atas kertas
Walaupun 2005 sudah dilarang, kontrak pernikahan tetap disetujui antara calon suami dan ayah pengantin perempuan, bukan oleh perempuan itu sendiri.
Foto: Getty Images/A.Hilabi
2009: Menteri perempuan pertama
Tahun 2009, King Abdullah menunjuk menteri perempuan pertama. Noura al-Fayez jadi wakil menteri pendidikan untuk masalah perempuan.
Foto: Foreign and Commonwealth Office
2012: Atlit Olimpiade perempuan pertama
2012 pemerintah Arab Saudi untuk pertama kalinya setuju untuk mengizinkan atlit perempuan berkompetisi dalam Olimpiade dengan ikut tim nasional. Salah satunya Sarah Attar, yang ikut nomor lari 800 meter di London dengan mengenakan jilbab. Sebelum Olimpiade dimulai ada spekulasi bahwa tim Arab Saudi mungkin akan dilarang ikut, jika mendiskriminasi perempuan dari keikutsertaan dalam Olimpiade.
Foto: picture alliance/dpa/J.-G.Mabanglo
2013: Perempuan diizinkan naik sepeda dan sepeda motor
Inilah saatnya perempuan untuk pertama kalinya diizinkan naik sepeda dan sepeda motor. Tapi hanya di area rekreasi, dan dengan mengenakan nikab dan dengan kehadiran muhrim.
Foto: Getty Images/AFP
2013: Perempuan pertama dalam Shura
Februari 2013, King Abdullah untuk pertama kalinya mengambil sumpah perempuan untuk jadi anggota Syura, atau dewan konsultatif Arab Saudi. Ketika itu 30 perempuan diambil sumpahnya. Ini membuka jalan bagi perempuan untuk mendapat posisi lebih tinggi di pemerintahan.
Foto: REUTERS/Saudi TV/Handout
2015: Perempuan memberikan suara dalam pemilu dan mencalonkan diri
Dalam pemilihan tingkat daerah di tahun 2015, perempuan bisa memberikan suara, dan mencalonkan diri untuk dipilih. Sebagai perbandingan: Selandia Baru adalah negara pertama, di mana perempuan bisa dipilih. Jerman melakukannya tahun 1919. Dalam pemilu 2015 di Arab Saudi, 20 perempuan terpilih untuk berbagai posisi di pemerintahan daerah, di negara yang monarki absolut.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Batrawy
2017: Perempuan pimpin bursa efek Arab Saudi
Februari 2017, untuk pertama kalinya bursa efek Arab Saudi mengangkat kepala perempuan dalam sejarahnya. Namanya Sarah Al Suhaimi.
Foto: pictur- alliance/abaca/Balkis Press
2018: Perempuan akan diijinkan mengemudi mobil
September 26, 2017, Arab Saudi mengumumkan bahwa perempuan akan segera diizinkan untuk mengemudi mobil. Mulai Juni 2018, perempuan tidak akan perlu lagi izin dari muhrim untuk mendapat surat izin mengemudi. Dan muhrim juga tidak harus ada di mobil jika mereka mengemudi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Jamali
2018: Perempuan akan diijikan masuk stadion olah raga
29 Oktober 2017, Badan Olah Raga mengumumkan perempuan akan boleh menonton di stadion olah raga. Tiga stadion yang selama ini hanya untuk pria, juga akan terbuka untuk perempuan mulai 2018.
Foto: Getty Images/AFP/F. Nureldine
2019: Perempuan Saudi akan mendapat notifikasi melalui pesan singkat jika mereka diceraikan
Hukum baru dirancang untuk lindungi perempuan saat pernikahan berakhir tanpa sepengetahuan mereka. Perempuan dapat cek status pernikahannya online atau dapat fotokopi surat tanda cerai dari pengadilan. Hukum ini tak sepenuhnya lindungi perempuan karena cerai hanya dapat diajukan dalam kasus terbatas dengan persetujuan suami atau jika suami lakukan tindak kekerasan. (Penulis: Carla Bleiker, ml/hp)
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Ammar
12 foto1 | 12
Dari sekian banyak kasus vonis hukuman mati, termasuk dalam kasus Tuti, penyebabnya adalah pembunuhan majikan yang dilakukan karena buruh migran mengalami pelecehan seksual. Kira-kira adakah yang bisa dilakukan untuk melindungi mereka dari hal tersebut?
Pertama memang harus ada kontrol. Kita merekomendasikan, Menteri Tenaga Kerja membatalkan rencana untuk membuka one channel system. Jadi harus memastikan benar sistem yang membuat buruh migran bisa berkomunikasi. Bila seorang TKI kerja di Arab Saudi, dan dia berada dalam kondisi isolatif. Dia tidak bisa berkomunikasi dengan telepon genggam ataupun internet. Kemudian, memastikan Arab Saudi mengubah sistem kafalah yaitu majikan menganggap pekerja imigran kita sebagai properti. Jadi juga harus ada dorongan yang radikal terhadap ketertutupan Arab Saudi.
Kasus Tuti atau kasus Zarni Misrin Maret 2008 lalu, pemerintah Arab Saudi terlambat bahkan tidak memberitahukan pemerintah Indonesia akan eksekusi hukuman mati. Apa yang bisa dilakukan, setidaknya keluarga berhak untuk mengetahui hal itu?
Saya kira memang tekanannya tidak sebatas nota protes diplomatik. Harus ada tekanan yang lebih bisa memberi daya dorong Arab Saudi untuk mengubah sikapnya memberi notifikasi. Misalnya, berkali-kali, kami dalam kasus hukuman mati selalu mengusulkan ke pemerintah Indonesia untuk menurunkan dulu tingkat diplomasi kita. Setidaknya persona non grata terhadap Duta Besar Arab Saudi. Misalnya suruh pulang dulu, tiga sampai enam bulan.
Tujuh Negara Tujuan Favorit TKI
Sebanyak lebih dari 6 juta tenaga kerja Indonesia saat ini bekerja di 146 negara di seluruh dunia. Tujuh di antaranya adalah negara yang paling banyak mempekerjakan buruh asal Indonesia.
Foto: Getty Images
#1. Malaysia
Dari tahun ke tahun Malaysia menjadi tujuan utama tenaga kerja asal Indonesia. Menurut data BNP2TKI, sejak tahun 2012 sudah lebih dari setengah juta buruh migran melamar kerja di negeri jiran itu. Tidak heran jika remitansi asal Malaysia juga termasuk yang paling tinggi. Selama tahun 2015, TKI di Malaysia mengirimkan uang sebesar dua miliar Dollar AS kepada keluarga di Indonesia.
Lebih dari 320.000 buruh Indonesia diterima kerja di Taiwan sejak tahun 2012. Lantaran Taiwan membatasi masa kerja buruh asing maksimal 3 tahun, kebanyakan TKI mendarat di sektor formal. Tahun lalu TKI Indonesia yang bekerja di Taiwan menghasilkan dana remitansi terbesar ketiga di dunia, yakni 821 juta Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Chang
#3. Arab Saudi
Sejak 2011 Indonesia berlakukan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah, terutama Arab Saudi. Namun larangan itu cuma berlaku buat sektor informal seperti pembantu rumah tangga. Sementara untuk sektor formal, Indonesia masih mengrimkan sekitar 150 ribu tenaga kerja ke Arab Saudi sejak tahun 2012. Dana yang mereka bawa pulang adalah yang tertinggi, yakni sekitar 2,5 miliar Dollar AS tahun 2015
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham
#4. Hong Kong
Sedikitnya 137 ribu TKI asal Indonesia diterima bekerja di Hongkong sejak 2012. Uang kiriman mereka pun termasuk yang paling besar, yakni sekitar 673,6 juta Dollar AS. Kendati bekerja di negara makmur dan modern, tidak sedikit TKI yang mengeluhkan buruknya kondisi kerja. Tahun 2014 silam ribuan TKW berunjuk rasa di Hong Kong setelah seorang buruh bernama Erwiana dianiaya oleh majikannya.
Foto: Getty Images/AFP/P. Lopez
#5. Singapura
Menurut BNP2TKI, sebagian besar buruh Indonesia di Singapura bekerja di sektor informal sebagai pembantu rumah tangga. Sejak 2012 sebanyak 130 ribu TKI telah ditempatkan di negeri pulau tersebut. Tahun 2015 saja tenaga kerja Indonesia di Singapura mengirimkan duit remitansi sebesar 275 juta Dollar AS ke tanah air.
Foto: Getty Images
#6. Uni Emirat Arab
Lebih dari 100 ribu tenaga kerja Indonesia ditempatkan di Uni Emirat Arab sejak tahun 2012. Dana remitansi yang mereka hasilkan pun tak sedikit, yakni 308 juta Dollar AS pada tahun 2015.
Foto: picture-alliance/dpa
#7. Qatar
Lantaran moratorium, pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Timur Tengah banyak menurun. Qatar yang tahun 2012 masih menerima lebih dari 20 ribu TKI, tahun 2015 jumlahnya cuma berkisar 2400 tenaga kerja. Sejak 2012 sedikitnya 46 ribu buruh Indonesia bekerja di negeri kecil di tepi Arab Saudi itu. Hampir 100 juta Dollar AS dibawa pulang oleh TKI Indonesia tahun 2015 silam.
Foto: imago/imagebroker
7 foto1 | 7
Menurut Anda, pemerintah Indonesia belum bertindak tegas?
Belum terjadi. Kalau nota protes diplomatik, itu seperti layaknya: business as ussual. Harus ada upaya-yang luar biasa melampaui yang biasa dilakukan. Data kita 18-19 terancam hukuman mati, dan data dari Kemenlu 13 orang. Harus ada akurasi data sehingga kita tahu pada tahap mana kita melakukan advokasi terhadap mereka. Kalau masih di ranah hukum, upaya pembelaan melalui peradilan. Kalau sudah lewat peradilan, upaya diplomasi politik bisa dilakukan, atau bahkan upaya personal, seperti permintaan maaf kepada keluarga. Akurasi data dan kasus itu sudah sampai dimana, sangat penting.
Bagaimana diplomasi yang dilakukan Menlu Indonesia, Retno Marsudi, Oktober lalu ketika bertemu dengan Menlu Arab Saudi di Jakarta membicarakan tentang TKI. Lalu dalam kasus Tuti, Presiden Jokowi juga langsung menghubungi Menlu Arab Saudi Adel al-Jubaeir. Apakah diplomasi seperti ini tidak ada dampaknya?
Hal ini sudah berkali-kali. Ada banalitas diplomasi yang dilakukan Arab Saudi yang diabaikan oleh semua. Tidak hanya pada kasus Tuti ini, misalnya pada kasus yang berdampak internasional yaitu kasus pembunuhan Khashoggi. Bahkan Amerika, Eropa, Jerman melakukan tekanan. Arab Saudi tidak berubah posisinya. Ini yang saya kira, Indonesia juga harus satu barisan dengan negara-negara itu. Tidak saja kita memperjuangkan soal Tuti Tursilawati, tapi juga soal ketertutupan Saudi Arabia soal masih terjadinya pelanggaran HAM. Saya kira Jerman sangat konsisten menuntut Arab Saudi. (ts/yp)
Bayang-bayang Gelap Raja Salman
Kunjungan Raja Salman di Indonesia ikut menebar pesona monarki Arab Saudi. Namun kenapa masa lalu penguasa berusia senja itu dikaitkan dengan geliat terorisme di Afghanistan dan Bosnia? Inilah kisahnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Bantuan Sipil Menuai Teror
Sebelum berkuasa, Salman ibn Abd al-Aziz Al Saud, sering dipercaya mengelola dana sumbangan Arab Saudi. Namun berulangkali aliran dana dari Riyadh mendarat di kantung kelompok teror seperti Al-Qaida. Salman mengaku bertindak dengan tulus dan bersikeras "bukan tanggungjawab kerajaaan, jika pihak lain menyalahgunakan dana donasi Arab Saudi buat terorisme."
Foto: Getty Images/AFP/S.Loeb
Menghadang Soviet di Hindukush
Tudingan terhadap Salman pertamakali dilayangkan oleh bekas perwira Dinas Rahasia AS CIA, Bruce Riedel. Dia yang kini juga penasehat pemerintah buat urusan Timur Tengah mengklaim Salman ikut mengumpulkan dana untuk Mujahiddin Afghanistan saat invasi Uni Sovyet di dekade 1980an. Selain itu ia juga menyuplai dana buat mempersenjatai kelompok muslim dalam perang Kosovo.
Foto: picture-alliance/dpa
Duit buat Mujahiddin
Persinggungan Salman dengan terorisme berawal dari perintah Raja Khalid mengumpulkan donasi untuk Mujahidin Afghanistan. Menurut Riedel, sumbangan pribadi dari kerajaan untuk kelompok perlawanan di Afghanistan mencapai 25 juta Dollar AS per bulan. Pengamat Timur Tengah AS, Rachel Bronson, pernah menulis Salman membantu merekrut gerilayawan buat kelompok Abdul Rasul Sayyaf, mentor Osama bin Laden
Foto: picture-alliance/dpa
Simpati buat Bosnia
Tahun 1992 Salman diangkat oleh Raja Fahd untuk mengepalai lembaga bantuan Saudi High Commission for Relief for Bosnia and Herzegovina (SHC). Melalui lembaga tersebut ia mengumpulkan donasi untuk membantu warga muslim Bosnia, hingga ditutup tahun 2011. Pada 2001 SHC telah mengumpulkan dana kemanusiaan senilai 600 juta Dollar AS. Namun sebagian ditengarai disalahgunakan buat persenjataan.
Foto: picture-alliance/dpa/Barukcic
Razia Sarajevo
Pada 2001 NATO mencurigai adanya aliran dana Saudi yang digunakan buat membeli senjata dan merazia kantor cabang SHC di Sarajevo. Di sana mereka menemukan berbagai dokumen teror, termasuk foto sebelum dan sesudah serangan Al-Qaida, instruksi buat memalsukan lencana Kementerian Luar Negeri AS dan peta gedung-gedung pemerintahan di Washington.
Foto: picture alliance/ZB/B. Pedersen
Donasi Kompori Perang
Razia Sarajevo merupakan bukti pertama aktivitas gelap SHC di luar bantuan kemanusiaan. Antara 1992 dan 1995, Uni Eropa melacak jejak donasi dari akun pribadi Salman senilai 120 juta dari SHC ke organisasi bantuan bernama Third World Relief Agency (TWRA). Data CIA menyebut TWRA menghabiskan sebagian besar dana sumbangan untuk mempersenjatai gerilayawan dalam perang di Balkan.
Foto: Sebastian Bolesch
Kesaksian Sang Pembelot
2015 silam, Zacarias Moussaoui, pembelot Al-Qaida memberi kesaksian di PBB yang menyebut SHC dan TWRA merupakan sumber dana terbesar buat Al-Qaida di Bosnia, termasuk untuk membiayai pembentukan sayap militer berkekuatan 107 orang. Menurutnya SHC "membiayai dan menyokong operasi Al-Qaida di Bosnia."
Foto: AP
Hingga ke Somalia
Sebab itu Amerika Serikat memasukkan SHC dalam daftar hitam terorisme. Dinas Rahasia Pertahanan (DIA) juga pernah menuding SHC mengirimkan senjata kepada Mohamed Farrah Aidid, gembong teror Somalia yang dikenal lewat film Black Hawk Down. Padahal saat itu Somalia mengalami embargo senjata PBB sejak Januari 1992.
Foto: John Moore/Getty Images
Bumerang Teror
Aktivitas kemanusiaan Salman yang secara tidak langsung menghidupi Al-Qaida justru menjadi bumerang. Pada 2003 Arab Saudi mengalami gelombang terorisme oleh bekas gerilayawan yang pulang dari medan Jihad. Saat itu Salman mengumumkan di media bahwa para bekas Mujahiddin itu "didukung oleh ekstrimis Zionisme yang bertujuan menghancurkan Islam." (Sumber: Foreign Policy, NYTimes, Guardian, JPost)