Kementerian Pendidikan Iran memutuskan untuk menghapus mata pelajaran bahasa Inggris di seluruh sekolah dasar di negara itu. Ayatollah Khamenei menyebutkan bahasa Inggris adalah bentuk “invasi budaya“ Barat.
Iklan
Pejabat senior pendidikan di Iran menyebutkan bahwa pemerintah telah mengakhiri pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Pernyataan tersebut disampaikan saat diwawancarai televisi nasional IRIB pada hari Minggu (07/01/2018).
“Mengajar bahasa Inggris di sekolah dasar negeri maupun swasta menurut kurikulum resmi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,“ ungkap Navid-Adham seperti dikutip dari Reuters. “Keputusan ini berdasarkan asumsi bahwa pendidikan di SD adalah dasar peletakan budaya Iran bagi para siswa,“ katanya Navid-Adham sambil menambahkan bahwa pelajaran bahasa Inggris di luar kurikulum juga akan dihapuskan.
Tahun 2016, pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyurakan kemarahannya atas „invasi budaya“ yang serupa saat dia belajar bahwa beberapa pusat penitipan anak swasta mengajarkan bahasa Inggris. “Para Pemikir Barat berkali-kali mengatakan bahwa alih-alih ekspansi kolonialis ... cara terbaik dan paling murah adalah menanamkan pemikiran dan budaya kepada generasi muda dari suatu negara," kata Khamenei, menurut teks pidato yang ditampilkan dalam sebuah situs web kantornya
Dunia Hitam Putih Ali Khamenei
Ayatollah Ali Khamenei adalah loyalis garis keras konsep Wilayatul Faqih yang diwariskan Khomeini. Demi gagasan itu pula ia rela membunuh ribuan aktivis dan memenjarakan ulama-ulama besar Syiah yang tidak sependapat.
Foto: azzahra
Mullah Tak Dikenal
Di hari-hari revolusi Iran melawan Syah Reza Pahlevi, seorang jurnalis kiri bernama Houshang Asadi mendapati dirinya menempati sebuah sel kecil bersama seorang mullah tak dikenal di penjara Moshtarek. Mereka lalu menjalin persahabatan. Ketika Asadi dibebaskan, keduanya menangis sembari berpelukan. Sang Mullah pun berbisik "jika Islam berkuasa, tidak ada lagi tangisan kaum tak berdosa."
Foto: Inn.ir
Pengkhianatan Seorang Teman
Dua puluh tahun kemudian mullah yang sama memerintahkan penangkapan Asadi lantaran dugaan pengkhianatan. Jurnalis itu disiksa dan diancam hukuman mati karena bekerja untuk koran kiri dan berideologi Komunis. Nama sang mullah adalah Sayid Ali Hosseini Khamenei, aktivis revolusi yang kemudian menjadi presiden dan kelak diangkat sebagai pemimpin spiritual Iran.
Foto: Getty Images/AFP/A. Joe
Loyalitas Absolut
Penggalan kisah dari Moshtarek itu menggambarkan sosok Khamenei yang loyal dan berani melakukan apapun untuk melindungi warisan mentornya, Ayatollah Khomeini. Ia tidak hanya memerintahkan pembunuhan terhadap ribuan aktivis dan politisi, tetapi juga berani melucuti kekuasaan ulama-ulama besar Syiah lain yang berani mempertanyakan legitimitas kekuasaannya.
Foto: Fararu.com
Pertikaian Para Ulama
Padahal Khamenei bukan pilihan pertama Khomeini buat menjaga warisan revolusi berupa sistem kekuasaan para Mujtahid, Wilayatul Faqih. Status tersebut awalnya diserahkan pada Ayatollah Hussein-Ali Montazeri. Terlepas dari loyalitasnya, Khamenei memiliki kelemahan besar. Dia bukan seorang Ayatollah dan sebabnya tidak memenuhi syarat mengemban otoritas tertinggi dalam Islam.
Foto: www.amontazeri.com
Roda Nasib Berputar
Karir Khamenei berubah ketika Montazeri mulai mengritik tindak-tanduk Khomeini memberangus suara-suara yang bertentangan. Puncaknya adalah ketika sang pemimpin revolusi memerintahkan Dewan Ulama Qum mencabut gelar keagamaan Ayatollah Kazem Shariatmadari dan menutup sekolahnya lantaran mengritik penyanderaan pegawai Kedutaan Besar AS di Teheran. Sejak itu Montazeri menjadi musuh Wilayatul Faqih
Foto: Khamenei.ir
Tahta Tanpa Gelar
Dinamika ini menempatkan Khamanei, seorang Mujtahid kelas menengah yang lebih sering berjuang melawan rejim Pahlevi ketimbang mempelajari ilmu agama, dalam posisi teratas daftar pewaris Khomeini. Ia buru-buru dideklarasikan sebagai pemimpin spiritual tanpa pernah mengenyam pendidikan tinggi untuk menjadi Ayatollah. Gelar itu baru disematkan padanya setelah beberapa tahun berkuasa
Foto: Nahand.info
Gurita Kekuasaan Khamenei
Sejumlah pengamat meyakini, Khamenei dipilih lantaran dianggap mudah dikendalikan. Kendati cerdas dan memiliki riwayat panjang revolusi, dia dinilai tidak memiliki karisma seorang Khomeini. Namun sang imam perlahan membangun basis kekuasaan absolut dengan menggandeng Garda Revolusi dan menempatkan perwakilan di hampir setiap lembaga penting pemerintah.
Foto: Khamenei.ir
Melawan Ulama
Serupa Khomeini, ia juga aktif memberangus suara-suara yang bertentangan, bahkan memenjarakan sejumlah ulama besar yang tidak mendukung konsep Wilayatul Faqih seperti Ayatollah al-Shirazi, Hassan Tabatabaei Qomi, Montazeri dan Ayatollah Jooybari. Sebab itu pula Wilayatul Faqih gagal diterapkan di Irak lantaran ditolak oleh Ayatollah Al-Sistani, ulama Syiah paling berpengaruh di negeri jiran.
Foto: Jamnews
Pertikaian Sunyi Kekuasaan Absolut
Kini Khamenei berada di ujung usia. Berulangkali dia menghilang dari hadapan publik dan dirawat di rumah sakit. Sang pemimpin besar digosipkan menderita kanker prostata. Panggung politik Iran pun tenggelam dalam pertikaian sunyi merebutkan kekuasaan absolut. Khamenei yang belum siap membawa Iran keluar dari gaung revolusi diyakini akan menunjuk sosok yang juga loyal pada warisan Khomeini.
Foto: ISNA
9 foto1 | 9
Media milik Iran, Tabnak, menyebutkan bahwa juru bicara kementerian pendidikan telah membenarkan perihal larangan tersebut, namun mengatakan: “Hal in bukan sesuatu yang baru. Berdasarkan kurikulum nasional yang disetujui, pendidikan bahasa Inggris baru dimulai pada kelas tujuh, atau tahun pertama di sekolah menengah atas.“
Umumnya pelajaran bahasa Inggris di Iran dimulai pada saat murid berusia 12 hingga 14 tahun, namun beberapa sekolah dasar swasta, menawarkan kelas bahasa Inggris bagi murid-murid di bawah batasan usia tersebut. Anak-anak dari keluarga kelas menengah juga kerap mengikuti kursus bahasa Inggris tambahan di luar sekolah.
Meski tidak menyebutkan bahwa penghapusan pelajaran bahasa Inggris terkait gelombang demonstrasi yang menentang pemerintahan theocratic selama seminggu terakhir, namun Khamenei dan Pengawal Revolusi Iran menuding demonstrasi terjadi akibat campur tangan agen-agen asing.
Cara Iran Perangi "Propaganda Asing"
Pemerintah Iran kewalahan memerangi maraknya satelit parabola. Kendati telah dilarang dan dicap sebagai saluran propaganda asing, penduduk tetap mengabaikan aturan tersebut.
Foto: Mehr
Larangan Semu
Pemerintah Iran akhir Juli 2016 mengundang jurnalis buat menyaksikan pemusnahan 100.000 satelit parabola. Negeri para mullah itu melarang warganya menonton siaran televisi asing. Tapi banyak penduduk yang mengabaikan larangan tersebut. Sebab itu aparat pemerintah melakukan razia secara rutin
Foto: Mehr
Propaganda Pemerintah
Pemerintah sengaja melibatkan wartawan dari media-media pelat merah buat melaporkan proses pemusnahan parabola. Untuk itu pemerintah terkadang menggunakan kendaraan lapis baja untuk menciptakan efek bombastis
Foto: Mehr
Televisi Sumber Kejahatan
Jendral Mohammed Reza Nagdi, Kepala Milisi Basij, mewanti-wanti dalam sebuah acara pemusnahan di Teheran terhadap "pengaruh busuk" stasiun televisi asing yang bisa merusak "budaya dan moral masyarakat." Menurutnya siaran luar negeri bertanggungjawab atas "meningkatnya perceraian, penyalahgunaan narkoba dan buruknya situasi keamanan" di Iran.
Foto: Mehr
Kebebasan Berbiaya Mahal
Tapi peringatan itu sering diabaikan sebagian penduduk Iran. Piringan parbola bisa ditemukan di hampir setiap atap rumah di Teheran. Padahal siapapun yang kedapatan menggunakan parabola, menjual atau memperbaiki, bisa mendapat hukuman denda hingga 30 juta Rupiah.
Foto: Isna
Pro dan Kontra
Namun begitu larangan menggunakan parbola hingga kini masih memicu pro dan kontra di Iran. Presiden Hassan Rohani misalnya menilai aturan tersebut tidak diperlukan dan kontra produktif. Meski begitu setiap penduduk yang memiliki parabola setiap saat harus siap didatangi aparat kepolisian
Foto: Fars
"Permainan" berupa Razia
Sebagian penduduk menanggapi aksi razia kepolisian dengan ironi. Seorang pengguna Twitter misalnya menulis "parabola atau apapun juga cuma alasan. Mereka cuma mencari alasan untuk menyerbu rumah kita. Itu adalah permainan kesukaan mereka."
Foto: Isna
Pledoi Menteri
Menteri Kebudayaan Iran, Ali Jannati, pekan lalu mendesak parlemen untuk mencabut larangan tersebut, karena menurutnya "70 persen penduduk Iran" menggunakan satelit parabola. Ia berdalih banyak warga yang cuma ingin menonton siaran televisi berbahasa Farsi yang diproduksi di luar negeri.
Foto: Mehr
Tiga Iblis Dunia
Seringkali aparat menggambar bendera Israel, Inggris atau Amerika Serikat pada piringan satelit yang akan dimusnahkan. Menurut pemerintah kedua negara merupakan sumber terbesar siaran televisi yang bisa merusak budaya dan nilai Islam.
Foto: Tasnim
Terbentur Realita
Tapi upaya pemerintah memerangi piringan satelit terbentur realita. Pasalnya penduduk bisa membeli piringan bekas dengan murah dan mudah. "Kitab berbicara tentang Undang-undang yang oleh hampir semua pihak diabaikan," tulis seorang pengguna Twitter asal Iran.