1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikJerman

Pemerintah Jerman Dicecar Kritik Soal Konflik Ukraina-Rusia

2 Februari 2022

Pemerintah baru menghadapi rentetan kritik internasional sehubungan dengan sikapnya dalam krisis Ukraina-Rusia. Jerman tolak pengiriman senjata ke Ukraina dan tetap ingin mempertahankan proyek bisnis gas dengan Rusia.

Tentara Ukraina berlatih dengan roket Javelin sumbangan dari AS
Tentara Ukraina berlatih dengan roket Javelin sumbangan dari ASFoto: Ukrainian Defense Ministry Press Service/AP Photo/picture alliance

Gelombang kritik mengalir ke Berlin - kadang-kadang diselingi dengan sindiran tajam - terutama setelah Jerman menanggapi permintaan Ukraina untuk pengiriman senjata dengan menjanjikan bantuan 5.000 helm pelindung militer. Pesawat Inggris yang membawa bantuan senjata ke Ukraina, harus menghindari wilayah udara Jerman, karena Jerman sebelumnya memblokir kiriman senjata dari Estonia yang diangkut melalui wilayahnya.

Direktur lembaga tangki pemikir European Council on Foreign Relations di ibukota Polandia, Warsawa, Piotr Buras kepada harian kiri Jerman "taz" mengatakan, dia "bingung" dengan pernyataan sikap yang kacau di Berlin: "Pemerintah Jerman tidak berbicara dengan satu suara. Kami telah mendengar banyak pendapat, tetapi tidak melihat strategi yang jelas."

Harian-harian Internasional, dari The New York Times sampai Deccan Herald di Bangalore, India, memuat berita utama yang mempertanyakan: Di mana posisi Jerman dalam konflik Ukraina?

Warga Ukraina di Kiev berterimakasih kepada Inggris yang mengirimkan bantuan persenjataanFoto: imago images/Ukrinform

Tolak kirim senjata ke Ukraina, tapi terima gas dari Rusia

Spanyol telah mengirim sebuah kapal perusaknya ke Laut Hitam, Denmark mengerahkan jet tempur ke Lituania dan kapal perusak ke Laut Baltik timur, AS menempatkan pasukannya dalam keadaan siaga, Inggris sudah menyalurkan berbagai sistem persenjataan ke Ukraina. Sikap Jerman jadi terasa bertentangan dengan mitra-mitra NATO yang lain.

Alexander Graf Lambsdorff, wakil ketua fraksi Demokrat Liberal FDP di parlemen Jerman Bundestag menerangkan, pengiriman senjata secara militer tidak akan membuat perbedaan apa-apa berhadapan dengan kekuatan militer Rusia. "Angkatan bersenjata Ukraina secara militer jauh lebih lemah daripada angkatan bersenjata Rusia, dengan faktor yang tidak akan pernah bisa diimbangi dengan pengiriman senjata," katanya kepada DW.

Para pengritik juga menyoroti ketergantungan Jerman pada pasokan minyak dan gas dari Rusia. Sekitar 40% minyak mentah dan 56% gas alam yang diimpor Jerman datang dari Rusia.

Di luar itu, masih ada lagi proyek pipa gas Nord Stream 2, yang menghubungkan Jerman langsung dengan Rusia dan sudah selesai dibangun, hanya belum mendapat izin operasi. Setelah berdiam cukup lama, kanselir Olaf Scholz akhirnya menegaskan, jaringan pipa itu tidak akan mendapat lampu hijau, jika terjadi intervensi militer Rusia ke Ukraina.

Relawan Ukraina berlatih bersama militer untuk mempertahankan diriFoto: Efrem Lukatsky/Efrem Lukatsky/picture alliance

Kehilangan sosok Angela Merkel

Terutama di kalangan partai sosial demokrat SPD memang ada posisi berbeda-beda tentang Rusia, tapi SPD sejak dulu berpegang pada politik dialog dan langkah non-konfrontasi yang berasal dari era Perang Dingin dan era pemimpin besarnya, Willy Brandt. Yang makin merumitkan situasi, mantan kanselir Jerman dari SPD, Gerhard Schröder, sekarang justru bekerja di perusahaan gas terbesar Rusia, Gazprom.

Pengamat internasional memang sebelumnya sudah menyebutkan, akan ada kekosongan setelah kepergian Kanselir Angela Merkel dari arena politik Jerman dan Rusia. Hal ini makin terasa dalam konflik Ukraina-Rusia saat ini, ketika kanselir baru Olaf Scholz belum bisa menemukan posisi yang tepat.

Majalah Inggris The Economist menulis, saluran komunikasi antara Berlin dan Moskow telah mengering sejak kepergian Angela Merkel. Mantan penasehat keamanan Horst Telschick kepada DW membenarkan hal itu. "Keuntungan Merkel adalah, dia bisa menelepon Putin kapan saja dan memulai percakapan," katanya. Sedangkan kanselir Olaf Scholz sejauh ini baru satu kali menelpon Kremlin, yaitu pada akhir Desember lalu.

(hp/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait