1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemerintah Jerman Ingin Perketat Kepemilikan Senjata

15 Juni 2022

Pemerintah Jerman ingin memperketat pemeriksaan untuk kepemilikan senjata. Tetapi banyak yang mempertanyakan, apakah pihak berwenang akan mendapat wewenang besar untuk melakukan pengawasan.

Foto ilustrasi kepemilikan senjata
Foto ilustrasi kepemilikan senjataFoto: Michael Bihlmayer/CHROMORANGE/picture alliance

Pemerintah Jerman sedang berusaha memberlakukan aturan pemeriksaan latar belakang yang lebih ketat untuk kepemilikan senjata dalam upaya mencegah para ekstremis politik dan orang-orang yang punya masalah psikologis membeli senjata. Contoh kasus terakhir yang mendapat sorotan luas adalah aksi pembunuhan di Hanau, Februari 2020. Ketika itu seorang penyerang rasis Tobias R., bukan nama sebenarnya, membunuh sembilan warga berlatar belakang migran, sebelum membunuh ibunya dan dirinya sendiri.

Tobias R ternyata bisa membeli senjata secara legal, meskipun dia telah didiagnosis menderita gangguan psikologis delusi paranoid. Tahun 2002 dia mengatakan kepada polisi bahwa dia sedang dimata-matai dan "diperkosa secara psikologis" melalui outlet listrik di dindingnya. Tobias R. secara sah memiliki tiga senjata pada saat aksi pembunuhan, dan meminjam satu senjata lain dari pedagang senjata.

Sekitar satu juta orang di Jerman secara legal memiliki seluiruhnya lebih dari lima juta senjata api. Kebanyakan dari mereka adalah penembak olahraga, pemburu, atau rimbawan. Meskipun kekerasan senjata relatif jarang terjadi di Jerman, rata-rata 155 orang tewas akibat tembakan senjata setiap tahun.

Remaja berusia 19 tahun pada 2002 menembak mati 16 orang di sebuah sekolah di kota ErfurtFoto: Martin Schutt/dpa/picture alliance

Catatan tentang penyakit mental

Marcel Emmerich, anggota parlemen dari Partai Hijau dan juru bicara politik dalam negeri, yakin bahwa insiden aturan di Jerman untuk kepemilikan senjata perlu diperketat lagi. "Lebih sedikit senjata yang dimiliki secara pribadi, berarti ada lebih banyak keamanan publik," katanya.

Rencana pemerintah antara lain mewajibkan kepolisian yang memberikan izin kepemilikan senjata untuk melakukan pemeriksaan bersama dengan otoritas kesehatan apakah pemohon memiliki catatan penyakit mental.

Tetapi pengawasan soal catatan penyakit mental menimbulkan beberapa masalah, kata Dietmar Heubrock, profesor psikologi forensik di Universitas Bremen. Karena otoritas kesehatan memang tidak diwajibkan memiliki catatan lengkap tentang penyakit mental, seseorang. Dan saat ini tidak ada basis data yang mencakup berbagai masalah psikologis yang dapat menyebabkan Tindakan kekerasan.

"Katakanlah, saya sudah memiliki senjata dan kemudian mengalami krisis pribadi – saya kehilangan pekerjaan, dan saya mulai mengembangkan fantasi kekerasan: Saya ingin membalas dendam pada masyarakat, dan saya ingin pergi keluar dan membunuh semua orang yang saya lihat," katanya kepada DW. "Tidak ada otoritas kesehatan yang akan tahu tentang itu."

Pada 2009, seorang bekas pelajar menembak mati 15 orang di sebuah sekolah dan ketika melarikan diri di WinnendenFoto: Sebastian Gollnow/dpa/picture alliance

Undang-undang senjata sudah diperketat beberapa kali

Jerman secara konsisten telah memperketat undang-undang kepemilikan senjata setelah terjadi kasus penembakan massal di sekolah di Erfurt pada 2002. Ketika itu batas usia untuk kepemilikan senjata dinaikkan. Lalu setelah aksi penembakan massal di kota Winnenden pada tahun 2009, pemeriksaan acak pada semua pemilik senjata dilakukan, untuk memastikan mereka menyimpan senjata sesuai dengan peraturan.

Setelah terjadi serangan teror di Paris tahun 2015, Uni Eropa mengubah aturan kepemilikan senjata, dan itu diadopsi ek dalam hukum Jerman pada 2020. Otoritas senjata api sejak itu diwajibkan untuk memeriksa bersama badan intelijen apakah pemohon diketahui sebagai seorang ekstremis atau tidak.

Sejak 2020, pihak berwenang juga diwajibkan untuk memeriksa setiap lima tahun, apakah pemilik senjata yang terdaftar di Jerman tetap punya "kebutuhan" yang sah untuk memiliki senjata. Misalnya apakah pemilik senjata itu masih menjadi anggota klub menembak atau tidak, masih memiliki izin berburu atau tidak.

Politisi Partai Uni Kristen CDU Walter Lübcke ditembak mati seorang ekstremis kanan di rumahnya, Juni 2019Foto: Swen Pförtner/dpa/picture alliance

Kebebasan pribadi, privasi, dan hak istimewa

Pihak berwenang saat ini sudah memiliki kewenangan yang relatif luas untuk memeriksa pemohon kepemilikan senjata. Jika mereka memiliki keraguan tentang pemohon, mereka dapat meminta sertifikat kesehatan tambahan.

Torsten Reinwald, juru bicara asosiasi pemburu Jerman DJV, yang mewakili sekitar 250.000 pemburu terdaftar, mengatakan masalahnya bukan soal UU yang tidak memadai, melainkan soal penerapan UU yang sudah ada. Dia mengatakan, wewenang polisi untuk pemeriksaan sekarang saja sudah sudah merupakan "gangguan berat dalam hal kebebasan pribadi."

Hal yang yang dikhawatirkan adalah soal privasi. Partai Liberaldemokrat FDP yang paling sensitif soal pembatasan kebebasan pribadi, sudah menyatakan keprihatinan tentang rencana pengetatan pengawasan.

Anggota parlemen dari Partai Hijau Marcel Emmerich mengakui bahwa pencatatan data medis adalah hal yang "sangat sensitif", dan berjanji bahwa undang-undnag yang baru akan mempertimbangkan hal itu. "Tantangannya adalah menangani data secara bertanggung jawab, tetapi juga memastikan bahwa orang-orang tertentu tidak mendapatkan senjata," katanya.

Sejarawan Dagmar Ellerbrock dari Universitas Teknik Dresden mengatakan kepada radio Deutschlandfunk, dalam pandangannya perdebatan tentang pembatasan kepemilikan senjata itu menyesatkan: Memiliki senjata bukanlah hak dasar yang sekarang dibatasi oleh hukum. "Ini adalah hak istimewa," katanya. "Sebuah hak istimewa yang diberikan kepada orang-orang tertentu. Dan siapa pun yang ingin diberikan hak istimewa ini tentu harus memenuhi persyaratanm untuk itu."

(hp/pkp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait