Pemerintah Myanmar Bebaskan Ribuan Tahanan
11 Oktober 2011Radio dan televisi nasional Myanmar melaporkan 6.359 tahanan mulai dibebaskan hari Rabu (12/10) atas dasar kemanusiaan. Amnesti dari Presiden Thein Sein terutama diberikan bagi para tahanan lanjut usia, cacat, sakit, maupun berkelakuan baik. Termasuk juga lebih dari 70 tahanan politik. Pemerintah Myanmar selama ini bersikeras tahanan politik tidak pernah dibeda-bedakan, dan semua tahanan di negara tersebut mendapat hukuman sesuai dengan undang-undang kriminal.
Para anggota keluarga dan pendukung tahanan politik bersuka cita menyambut pengumuman ini, meski tetap waspada karena tidak diketahui siapa saja yang akan dibebaskan. "Kami menyambut baik pengumuman amnesti. Ini adalah kabar yang sangat bagus dan kami harap banyak tahanan politik termasuk dalam daftar tahanan yang akan dilepaskan," ujar Nyan Win, juru bicara pemimpin gerakan demokrasi Aung San Suu Kyi.
Pemerintah baru, kebijakan baru
Presiden Sein sudah pernah memberikan amnesti begitu naik tahta akhir Maret lalu. Namun tahanan politik yang turut dibebaskan jumlahnya hanya puluhan. Kebanyakan tahanan politik penting, termasuk mereka yang berafiliasi dengan etnis minoritas, masih ditahan di penjara yang letaknya jauh dari ibukota Yangon. Pemerintah Myanmar tampaknya memiliki kebijakan untuk membatasi komunikasi para tahanan politik dengan anggota keluarga maupun pengacara.
Surat kabar nasional yang masih berada di bawah pemantauan ketat, Selasa (11/10) pagi menerbitkan permohonan bagi pembebasan para tahanan politik yang sudah tidak lagi mengancam stabilitas negara. Permohonan yang diterbitkan di 3 surat kabar tersebut berbentuk surat terbuka dari Komisi Hak Asasi Manusia Nasional bentukan pemerintahan baru Myanmar yang tetap dekat dengan militer, namun kerap kali menunjukkan niat untuk mengubah kebijakan garis keras yang selama ini diterapkan junta militer.
Tekanan asing
Amerika Serikat, Eropa dan Australia terus menekan pemerintah Myanmar untuk melepaskan sekitar 2.100 tahanan politik sebagai langkah penting menuju rekonsiliasi nasional dan perbaikan hubungan diplomatik dengan dunia Barat. Amerika Serikat yakin pemilihan umum Myanmar akhir tahun lalu masih jauh dari sempurna, namun mendukung tren perubahan yang terjadi sejak pemerintah sipil berkuasa. Wakil Menteri Luar Negeri Kurt M. Campbell mengakui perkembangan dramatis yang terjadi di Myanmar, dan mengatakan Washington mungkin segera mengambil langkah untuk memperbaiki hubungan.
"Saya pikir sangat adil untuk mengatakan bahwa kami akan mengimbangi langkah mereka dan kami sangat menanti perkembangan yang akan terjadi dalam beberapa pekan ke depan, untuk melanjutkan dialog yang terus menunjukkan kemajuan dalam beberapa bulan terakhir," jelas Campbell. Ia merujuk pada perkembangan positif dari dialog antara Presiden Sein dengan Suu Kyi bulan Agustus lalu. Presiden Sein selama ini juga berdialog dengan kaum etnis pemberontak, serta mengurangi pembatasan kebebasan berbicara.
Pengakuan internasional
Amerika Serikat mengasingkan Myanmar sejak tahun 1988 melalui sejumlah sanksi politik dan ekonomi. Kini Washington bersiap untuk meringankan larangan transaksi finansial dan larangan bepergian bagi para pejabat Myanmar. Blokade bantuan dari berbagai badan multilateral juga akan dicabut. Amerika Serikat pun akan melanjutkan aliran bantuan bagi Myanmar.
Myanmar juga berusaha meyakinkan 10 negara anggota ASEAN untuk memberikan giliran jabatan presiden tahun 2014 demi mendapatkan pengakuan internasional, sehingga Bank Dunia serta institusi multilateral lainnya mau kembali ke negara miskin tersebut. Seorang diplomat Asia Tenggara di Yangon menilai, "Pemerintah Myanmar berada dalam dilema. Mereka tahu pembebasan tahanan politik akan memperbaiki imej mereka yang sangat dibutuhkan untuk mengamankan kursi di ASEAN. Namun mereka juga khawatir sejumlah tahanan politik yang dilepaskan akan mempersulit situasi. Saya rasa mereka akan mengambil resiko itu dan membebaskan beberapa tahanan politik penting. Namun hanya yang kurang aktif pada kloter pertama, baru sisanya nanti." Amnesti besar-besaran diberikan menjelang kunjungan Menlu Indonesia, Marty Natalegawa, ke Myanmar pekan depan.
ap/rtr/dpa/Carissa Paramita
Editor: Andy Budiman