Pemilu 2019 di Luar Negeri: dari Kisruh hingga Bangga
15 April 2019
Pemilu 2019 di luar negeri yang berlangsung pada akhir pekan lalu menyimpan berbagai kisah. Mulai dari rebutan surat suara cadangan, hingga antrean berjam-jam yang dikagumi sebagai wujud antusiasme pesta demokrasi 2019.
Iklan
Ramai diberitakan berbagai media dalam negeri, kekisruhan di TPS Sydney, Australia akibat banyaknya warga yang tidak bisa memberikan hak suaranya berujung pada sebuah petisi online. Komunitas WNI di Sydney yang menamai dirinya The Rock menuntut diadakannya pemilu ulang. Mereka menuduh pihak PPLN Sydney gagal melayani ratusan warga yang tidak bisa masuk ke TPS hingga jam penutupan.
TPS sendiri terpaksa ditutup sesuai jadwal yang telah ditentukan, yakni pukul 18:00 waktu setempat. Sedianya TPS Sydney yang berlokasi di SydneyTownhall ini dapat mengakomodir WNI yang beralamat di New South Wales, Queensland dan South Australia. Jumlah pemilih di tiga wilayah ini ada sebanyak 20 ribu orang, sementara di Australia sendiri jumlah pemilih ada sebanyak 65 ribu orang.
Dalam pengumuman resmi di laman PPLN Sidney, panitia telah menjelaskan duduk perkaranya. Dikarenakan keterbatasan jam sewa gedung, TPS harus ditutup tepat waktu, namun panitia masih melayani warga yang sudah berada di dalam gedung hingga pukul 19:00 waktu setempat.
Namun, sejak Minggu (14/04) komunitas The Rock telah mengunggahpetisi online Pemilu ulang pilpres di Sydney Australia ke laman Change.org. Petisi diajukan kepada Presiden Joko Widodo, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (BPP). Hingga berita ini diturunkan, petisi sudah ditandatangani oleh lebih dari 26.800 orang dengan target maksimal 35 ribu orang.
Pemilu Serentak WNI di Jerman
WNI yang tinggal Jerman mendatangi tiga Tempat Pemungutan Suara yang disediakan oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Berlin, Hamburg dan Frankfurt pada Sabtu (13/04), untuk tunaikan hak demokrasi mereka.
Foto: DW/S. Caroline
Warga antusias
Suhu udara yang hanya empat derajat celcius di Frankfurt tidak membuat antusiasme warga surut untuk mendatangi TPS.
Foto: DW/C. Kusumawati
Pemilih di Hamburg
Surat suara yang tersedia di TPS di Hamburg berjumlah 1.035 sudah dengan surat cadangan 2% dari kebutuhan DPT TPS.
Foto: KJRI Hamburg
Dubes Indonesia untuk Jerman ikut memilih
Dubes Indonesia untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno, memasukkan surat suaranya ke kotak suara di TPSLN di Berlin.
Foto: DW/S. Caroline
Contoh surat suara
Contoh surat suara untuk pemilihan calon anggota legislatif berikut cara pemilihan yang dianggap sah.
Foto: DW/G. Anggasta
Surat suara tersegel
Logistik pemilu termasuk surat suara yang masih tersegel siap menanti para pemilih yang berhak mencoblos pada Sabtu (13/04) di Jerman.
Foto: DW/S. Caroline
Antusiasme pemilih muda
TPS di Berlin banyak didatangi kaum muda dan para pelajar Indonesia, slaah satunya yaitu Giovenny Rebeccamari Winardi (20) pelajar di Technische Universität Berlin.
Foto: DW/S. Caroline
Persiapan di TPS sejak dini hari
Berdasarkan pengamatan tim Deutsche Welle, panitia sudah terlihat membangun TPS mulai pukul 5 pagi waktu setempat. Berbagai logistik pemilu hingga makanan juga mulai dipersiapkan.
Foto: DW/G. Anggasta
Pemilu serentak
Dalam pemilu kali ini, warga memilih calon presiden dan wakil presiden sekaligus anggota legislatif. (Teks dan Foto: Arti Ekawati, Anggatira Gollmer, Sorta Caroline, Geofani Anggasta, Caesaria Kusumawati)
Foto: DW/G. Anggasta
8 foto1 | 8
Tak tak kalah menghebohkan jagat dunia maya, yakni hadirnya sosok Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta di TPS Osaka, Jepang. Dari video berdurasi singkat yang beredar di jejaring sosial, tampak Ahok tengah berdebat dengan salah seorang panitia pemilu di TPS Osaka. Dalam video tersebut terlihat kekesalan Ahok yang merasa dipersulit untuk menggunakan hak suaranya. Kasus bermula ketika nomor antrean Ahok diserobot oleh pemilih yang belum terdaftar. Ahok yang sudah terdaftar menuntut agar dilayani terlebih dahulu. Ahok mengajak warga untuk gunakan hak suaranya di Pemilu 2019
Di Eropa, Belanda menjadi negara tujuan terbanyak WNI berlabuh. Dari daftar PPLN Den Haag tercatat partisipasi WNI pada pemilu serentak tahun 2019 naik dua kali lipat dari Pemilu 2014, "Tahun 2014, partisipasi warga dalam Pilpres yang datang ke TPS sebanyak 2,328 orang, sementara tahun 2019 sebanyak 4,530 orang," jelas PPLN Den Haag dalam laman resminya.
Menjadi sebuah pemandangan yang seragam. Antusiasme WNI di luar negeripada Pilpres kali ini juga terlihat mengantre panjang di TPS KBRI Singapura. Dari pantauan seorang netizen yang berada di lokasi, antrean mengular di luar TPS hingga ke trotoar jalan sepanjang 2 kilometer.
Hasil dari rapat pleno terbuka rekapitulasi per 15 Desember 2018 oleh KPU, tercatat sebanyak 2 juta WNI di luar negeri yang memberikan hak suaranya pada Pemilu 2019. Ed: ga/ts (berbagai sumber)
Diskusi Pemilu Presiden 2019 Ala Milenial Indonesia di Jerman
Diskusi seputar Pemilu 2019 kerap mereka lakukan. Dengan diskusi yang mengedepankan nilai positif dari masing-masing calon presiden, mereka percaya Pemilu 2019 akan menjadi pesta demokrasi yang meriah dan menyenangkan.
Foto: DW/R. A. Putra
Pengalaman berharga
Mengikuti Pemilu 2019 di luar negeri yang akan dialami pertama kali oleh empat sekawan Ardan, Qinta, Sina dan Kevin membuat mereka bersemangat. “Kami antusias sekali pada Pemilu ini, ditambah lagi kami sedang di luar negeri, suasananya berbeda, cara memilihnya berbeda,” kata mahasiswa Indonesia bernama lengkap Hamzah Shafardan tersebut.
Foto: DW/R. A. Putra
Berdiskusi untuk masa depan Indonesia
Kondisi politik Indonesia serta banyaknya berita hoax, mendorong mereka sering mengadakan diskusi membahas pemberitaan seputar Pemilu Presiden 2019. “Kita biasa lihat berita dari media sosial contohnya Instagram atau Youtube tentang Pemilu Presiden. Dari situ muncul diskusi tentang kandidat mana yang pantas kita pilih,” kata mahasiswa Universität Bonn asal Tangerang, Kevin Olindo.
Foto: DW/R. A. Putra
Tukar pikiran tentang calon presiden
Dikotomi politik yang begitu kentara di tanah air terkadang membuat mereka jengah. Menurut Qinta Kurnia Fathia “Kita semua pasti menginginkan pilihan yang terbaik, jadi lebih baik kita bertukar pikiran berfokus pada nilai positifnya dibanding saling menjatuhkan”.
Foto: DW/R. A. Putra
Saling menghormati pilihan masing-masing
Walau mereka sering berdiskusi, pilihan politik masing-masing individu tentu berbeda. Namun mereka tidak pernah mempersoalkan hal tersebut. “Bila kita memperdebatkan pilihan politik orang lain, itu tidak etis. Setiap orang memiliki hak untuk berpendapat dan memilih sesuai yang ia yakini,” kata Ardan.
Foto: DW/R. A. Putra
Pendidikan yang utama
Sebagai mahasiswa mereka sangat berharap, presiden yang terpilih nantinya akan makin memperhatikan dunia pendidikan di Indonesia. Seperti yang diungkapkan Sinatryasti Purwi Agfianingrum, “yang jelas presiden yang bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, juga dapat meningkatkan mutu sumber daya manusianya melalui pendidikan”. (Rizki Akbar Putra/yp/as)