1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPolandia

Pemilu Polandia Hasilkan Mayoritas Pro-Eropa di Parlemen

19 Oktober 2023

Koalisi pro-Eropa kuasai mayoritas di parlemen Polandia usai pemilu dengan rekor partisipasi tertinggi sejak jatuhnya komunisme. Namun Partai PiS tetap berniat akan "berperang" demi mengamankan suara pembangkang

Demonstrasi pro-UE di Warsawa
Demonstrasi kelompok pro-UE di Warsawa, (01/10)Foto: Omar Marques/Getty Images

Pemimpin oposisi Polandia, Donald Tusk, mengatakan pemilihan umum legislatif pada Minggu (16/10) merupakan "kesempatan terakhir" bagi masyarakat untuk menyelamatkan demokrasi. Seruan itu disusul rekor partisipasi sebesar 74,4 persen, yang tertinggi sejak jatuhnya komunisme 34 tahun lalu.

Menurut hasil pemilu, tiga partai oposisi, Koalisi Sipil, Jalan Ketiga dan Partai Kiri, mengumpulkan jumlah kursi di parlemen yang cukup untuk menggusur kekuasaan Partai Hukum dan Keadilan (PiS) di Warsawa. "Masa suram sudah berakhir," kata Tusk, Minggu malam, merujuk pada hubungan yang buruk antara Polandia dan Uni Eropa di bawah Perdana Menteri Mateusz Morawiecki.

PiS sejatinya merebut suara terbanyak dengan 35,38 persen, menurut verifikasi Komisi Pemilihan Umum Polandia. Namun partai konservatif itu tidak memiliki rekan koalisi alami di parlemen. Tusk sebaliknya didukung aliansi liberal yang terdiri dari partainya, Koalisi Sipil, dengan 30,7 persen suara yang berarti 157 kursi parlemen, ditambah dengan 65 kursi milik Partai Jalan Ketiga dan 26 kursi raihan Partai Kiri.

Dengan demikian, kelompok oposisi menguasai 248 dari 460 kursi di majelis rendah Polandia atau Sejm. Belum jelas, siapa yang akan ditugaskan Presiden Andrezej Duda untuk membentuk pemerintahan sesuai konstitusi yang berlaku: partai pemenang pemilu atau koalisi mayoritas di parlemen.

Satu-satunya partai yang bisa berkoalisi dengan PiS adalah partai ultra-kanan, Konfederasi. Namun begitu, perolehan suara kedua partai tidak mencukupi kuorum mayoritas. Terlebih, kedua partai sudah menyatakan tidak akan berkoalisi sejak jauh hari.

Poland's first-time voters part of political earthquake

03:41

This browser does not support the video element.

Penggulingan damai politik anti-UE

Pemerintahan liberal di bawah kaum oposisi dipastikan bakal mencatatkan perubahan politik yang besar di Polandia. PiS selama ini memerintah dengan ideologi nasionalisme-Katolik, yang cenderung memusuhi Uni Eropadan bercorak otoriter. Berakhirnya kekuasaan PiS bisa memulihkan citra Polandia sebagai negara demokratis dan membuka kucuran dana bantuan Uni Eropa yang dibekukan sejak kisruh reformasi yudisial antara Brussels dan Warsawa.

Piotr Buras, direktur Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR) di Warsawa, menyebut hasil pemilu sebagai "sebuah kemenangan baik untuk demokrasi maupun liberalisme."

Kini, drama politik berpusar pada mandat pembentukan pemerintah yang masih harus ditentukan oleh Presiden Duda. Dia dikenal dekat dengan PiS karena pernah menjadi kader partai. Sebab itu, PiS diperkirakan tetap akan mendapat giliran pertama untuk menjalin koalisi mayoritas. Jika gagal, Duda harus menyerahkan mandat kepada pemenang kedua pemilu, Donald Tusk.

Menteri Pendidikan Przemyslaw Czarnek dari PiS mengindiasikan partainya akan berusaha menggaet pembangkang dari partai-partai oposisi. "Perang baru akan dimulai," ujarnya. Namun strategi itu diyakini tidak akan berhasil mengumpulkan jumlah kursi yang cukup untuk membalikkan mayoritas.

Tambang Nikel Finlandia Harapan Baru Produksi Baterai Eropa

03:54

This browser does not support the video element.

Kemenangan Strassbourg

"Polandia telah kembali," seru Manfred Weber, kepala Partai Rakyat Eropa (EPP), partai terbesar di Parlemen Eropa. Sejak 2015, PiS berulangkali mengandaskan upaya UE mereformasi kebijakan migrasi dan suaka. Dua tahun lalu, PM Morawiecki mengumumkan UU Eropa, yang seharusnya berkedudukan paling tinggi, "tidak cocok" dengan konstitusi Polandia.

Analis politik, Ramona Coman, di Université Libre de Bruxelles, Belgia, mengatakan negara anggota UE memang sering mengeluhkan betapa Komisi Eropa melanggar kepentingan nasionalnya.

"Tapi pemerintah Polandia dan Hongaria malah bertindak lebih jauh dengan menggugat legalitas dan legitimasi Uni Eropa sendiri," kata dia.

Dengan kemenangan opopsisi di Polandia, UE akan mendapatkan "mitra yang lebih cinta damai, lebih positif dan lebih terbuka terhadap kompromi," kata Lukas Macek, direktur lembaga wadah pemikir Paris, Centre Grande Europe. Meski demikian, dia mewanti-wanti terhadap "persepsi hitam-putih," dan bahwa "tidak semuanya akan berubah secara radikal."

rzn/as (dpa,ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait