1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu di Afghanistan dan Pembebasan Pelaku Serangan Lockerbie

21 Agustus 2009

Pemilu presiden Afghanistan dan pembebasan pelaku serangan Lockerbie mendapat sorotan sejumlah harian internasional.

Presseschau

Pemilu presiden di Afghanistan mendapat sorotan sejumlah surat kabar internasional. Harian konservatif Spanyol ABC menulis Jumat, 21 Agustus:

Teroris Taliban tidak berhasil mencegah pemilu yang bebas, yang pertama kali diadakan serta diorganisir instansi Afghanistan. Mengingat situasi negara itu, pelaksanaan pemilu presiden adalah keberhasilan besar. Di lain pihak, mengingat kehadiran militer Barat di negara itu sudah memasuki tahun ke delapan, ini adalah hasil yang kurang memuaskan. Dengan serangan-serangan terornya, Taliban membuktikan bahwa mereka menentang segala bentuk kebebasan serta kemajuan, dan mereka ingin membawa negara kembali ke masa abad pertengahan. Orang harus mengakui, bahwa Barat tidak akan berhasil mencapai semua cita-citanya di Afghanistan. Tetapi itu bukan berarti, bahwa NATO, yang menjadi aliansi militer terbesar di dunia, tidak akan berhasil mengalahkan Taliban.

Harian Italia La Repubblica melihat tanda yang membesarkan hati dalam partisipasi warga untuk memberikan suara pada pemilu presiden di Afghanistan.

Pekan demi pekan akan berlalu, sebelum kita akhirnya dapat mengetahui dengan pasti, siapa yang memenangkan pemilu presiden Afghanistan. Tetapi jika kita mempercayai kelegaan besar, yang memberikan harapan bagi para diplomat Barat serta koalisi internasional pada hari pemilu di Kabul, maka sudah jelas siapa yang kalah. Taliban yang kalah, juga banyak media internasional yang dengan senang membuat skenario bencana baru di Afghanistan. Taliban mencap orang yang berani memberikan suara dalam pemilu sebagai musuh Islam. Tetapi Taliban tidak dapat mencegah jutaan orang membanjiri TPS, walaupun mereka telah mengancam akan menyerang pada hari pemilu.

Tema lain yang juga disoroti harian-harian internasional adalah pembebasan pelaku serangan Lockerbie. Harian Inggris The Independent yang berhaluan kiri liberal menulis:

Mungkin kita tidak akan pernah tahu kebenaran dalam kasus ini. Tetapi, jika orang sekali saja melupakan teori persekongkolan yang dikaitkan dengan kejadian ini, masalah sebenarnya hanya tentang sejarah hukum dan manusia. Seorang tahanan, apapun yang telah ia lakukan, sakit keras dan kemungkinan meninggal dalam waktu dekat. Sistem yang berlaku di Skotlandia mengijinkan, juga mendorong, pembebasan seorang tahanan tiga bulan sebelum perkiraan tanggal kematiannya. Pada dasarnya itu adalah tindakan pengampunan, dan untuk itu Skotlandia harus diberikan ucapan selamat.

Komentar senada diberikan harian konservartif Austria Die Presse. Pembebasan pelaku serangan Lockerbie adalah tindakan yang benar.

Sejauh orang bisa memberikan penilaian, sebagai yang tidak terlibat masalah, ini adalah satu-satunya keputusan yang bisa dipahami dalam seluruh kompleks masalah Lockerbie. Yakni pembebasan pelaku serangan, Abdel Basset al Megrahi yang dijatuhi hukuman penjara, dengan alasan kemanusiaan. Menurut pendapat para dokter, pria itu hanya akan hidup beberapa pekan lagi. Membiarkannya melewati hari-hari terakhirnya di tanah air bersama keluarganya adalah tindakan kemanusiaan. Dan itu terlepas dari kenyataan apakah ia benar-benar menjadi dalang serangan Lockerbie seperti dinyatakan hakim, sehingga bertanggungjawab atas kematian 270 orang, atau tidak. Atau tidak sendirian.

Kasus pelaku serangan Lockerbie menunjukkan dengan jelas perbedaan budaya hukum di AS dan Eropa. Demikian dikatakan harian Belanda Trouw.

Anggota keluarga korban Lockerbie bersama pemerintah AS menuntut agar Al-Megrahi dibiarkan meninggal di penjara. Mengapa ia boleh meninggal di tengah keluarganya, sementara kerabat dan keluarga mereka yang ada dalam pesawat Boeing tidak dapat melakukan itu? Dari pertanyaan itu tampak keinginan membalas dendam, yang peranannya lebih kuat dalam budaya hukum AS daripada dalam sistem Eropa. Hal ini juga jelas dalam soal hukuman mati. Menteri Kehakiman Skotlandia berhasil menghadapi tekanan. Di samping untuk balas dendam, keberadaan pria asal Libya itu di penjara Skotlandia tidak ada gunanya lagi.

ML/AR/dpa