1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu di Thailand Diragukan Berjalan Independen

22 Desember 2007

Dalam pemilihan parlemen hari Minggu (23/12) diperkirakan Partai Kekuatan Rakyat, Peoples Power Party PPP, dengan ketuanya Samak Sundaravej, akan unggul.

Samak Sundaravej, ketua partai PPP, People's Power Party.Foto: AP

15 bulan setelah kudeta militer bulan September 2006 Thailand hendak kembali ke demokrasi melalui pemilihan parlemen. Peluang terbesar kemungkinan akan diraih oleh Partai Demokrasi dan People's Power Party PPP, yang merupakan penerus bekas partai pemerintah Thai Rak Thai.

Diperkirakan perdana menteri yang digulingkan, Thaksin Shinawatra, tetap pegang peranan di belakang layar, dan sebagai pengusaha ia juga membiayai partai itu.

Thaksin sendiri mengamati jalannya pemilu dari tempat pengasingannya di Hongkong. Ia masih tetap populer di kalangan penduduk pedesaan. Seperti ungkapan salah seorang pendukungnya: "Partai baru Thaksin menggantikan yang lama, yang dilarang. Kalau PPP itu partainya Thaksin, saya akan memilihnya. Apapun namanya."

Yang lain mengatakan: "Saya ingin memilih politisi yang baik dan tahu seluk-beluk politik, seperti Thaksin. Ia menghukum para penyelundup narkotika. Itu benar. Saya ingin PM yang sama baiknya seperti Thaksin."

Berdasarkan jajak pendapat, People's Power Party PPP dengan ketuanya Samak Sundaravej sebagai kandidat utama, punya peluang besar. Tetapi diperkirakan akan terbentuk pemerintahan koalisi, karena tidak ada partai yang dapat meraih mayoritas mutlak.

Demikian pula halnya dengan Partai Demokrasi pimpinan Abhisi Vejjajiva yang menjanjikan konsolidasi ekonomi. Tidak ada partai yang benar-benar punya program ekonomi yang baik, demikian pendapat Nipon Poapongsakorn, pakar ekonomi pada Universitas Thammasat di Bangkok.

Padahal menurutnya, itu adalah yang terpenting: "Tahun ini kepercayaan para investor berada pada titik terendah. Bukan hanya karena kudeta militer, melainkan juga karena berbagai peraturan baru yang menimbulkan keraguan. Masyarakat optimis, bahwa setelah pemilu akan terbentuk pemerintahan yang mengetahui permasalahan mereka dan menangani masalah politik Thailand. Di lain pihak kenyataan bahwa kami akan memperoleh pemerintahan yang sah berdasarkan demokrasi, itu saja akan membangkitkan lagi kepercayaan akan perekonomian Thailand."

Tetapi pakar politik Panitan Wattanayagorn dari Universitas Chulalongkorn memperingatkan kemungkinan akan terjadinya aksi balas dendam dari para pendukung lama Thaksin. Bila PPP unggul dan dapat membentuk pemerintahan, lalu menggugat militer ke pengadilan, maka tidaklah mustahil kalau beberapa hari kemudian panser akan dikerahkan kembali ke jalanan. Sejumlah pengamat politik yakin, bahwa militer akan merintangi pemerintahan di bawah PPP.

Organisasi HAM Human Rights Watch meragukan bahwa pemilu akan berjalan secara independen. Komisi pemilu tidak memeriksa dengan teliti tuduhan bahwa militer melakukan manipulasi. Beberapa minggu yang lalu tersebar risalah intern militer, dimana tertera skenario kampanye untuk melawan partai PPP yang dekat dengan Thaksin. Dengan bantuan dinas rahasia dan pemancar radio militer, para kandidat partai itu dicemarkan citranya.