Pemilu India: Mengapa Tidak Ada yang Bicara Perubahan Iklim?
Midhat Fatimah
10 Mei 2024
Perubahan iklim belum muncul sebagai isu hangat dalam pemilu di India, meskipun ada 80% penduduk yang tinggal di wilayah yang berisiko terkena bencana akibat perubahan iklim.
Iklan
Ketika Sungai Yamuna di India yang mengalir melalui wilayah ibu kota negara meluap tahun lalu, New Delhi berada dalam keadaan darurat banjir.
Pada puncak krisis, Bhagwati Devi, seorang warga India yang menjalankan pertanian sayuran kecil di dataran rendah Yamuna di pinggiran New Delhi, harus dievakuasi ke tempat yang lebih tinggi.
"Kami menghabiskan sepanjang malam terdampar di pohon sebelum kami dievakuasi,” kata Bhagwati.
Perempuan berusia 37 tahun itu mengatakan dia menghabiskan minggu-minggu berikutnya dalam kondisi yang buruk di jalan raya ibu kota karena gubuknya hanyut, serta banyak barang miliknya.
Mata pencaharian Devi hilang selama berbulan-bulan karena tanamannya hancur akibat banjir.
Pakar lingkungan menyalahkan curah hujan tinggi di negara bagian India utara dan perencanaan kota yang buruk sebagai penyebab banjir di New Delhi.
Tahun ini, Devi akan memberikan suaranya pada pemilu nasional yang sedang berlangsung. Namun, karena tidak menyadari fenomena ilmiah perubahan iklim yang mendatangkan malapetaka dalam kehidupan sehari-harinya, hal tersebut tidak akan mempengaruhi pilihannya.
Kasus Devi bukanlah kasus yang aneh, karena bukti berdasarkan pengalaman menunjukkan bahwa isu perubahan iklim jarang terlihat dalam politik pemilu di India.
Bajaj Listrik Solusi Transportasi Jarak Dekat di India
03:54
Mengapa lingkungan hidup tidak menjadi isu hangat dalam pemilu?
Para ahli mengatakan bahwa wacana mengenai perubahan iklim sebenarnya tidak hilang di India, hanya saja berbeda.
"Politik perubahan iklim di India tidak diberi label yang tepat sebagai 'perubahan iklim', tetapi bukan berarti perubahan iklim tidak membentuk politik India,” kata Aditya Valiathan Pillai, peneliti di Sustainable Futures Collaborative yang berbasis di New Delhi, sebuah organisasi penelitian perubahan iklim independen.
"Dalam manifesto partai, banyak janji sektoral yang terkait dengan iklim, tetapi tidak termasuk dalam bab iklim,” katanya.
Iklan
Menghubungkan setiap titik
Aarti Khosla, pendiri Climate Trends, sebuah inisiatif konsultasi berbasis penelitian di India, menjelaskan bahwa bagi banyak orang, perubahan iklim tidak pernah menjadi masalah, tetapi perubahan iklim menjadi masalah jika hal tersebut membuat masalah lain menjadi lebih parah.
"Kami terus berpikir bahwa politik iklim hanya ada ketika ada semacam Partai Hijau di Barat atau ketika terminologi ‘perubahan iklim' digunakan dalam manifesto,” katanya.
"Saya rasa perubahan iklim tidak akan ditangani seperti itu di India dalam waktu dekat.”
Tahun 2022: Krisis Iklim Melanda Seluruh Dunia
Tahun 2022 seluruh dunia dilanda cuaca panas yang ekstrem, kekeringan, kebakaran, badai dan banjir yang terkait dengan perubahan iklim. Berikut sejumlah peristiwa cuaca yang terjadi tahun 2022.
Foto: Peter Dejong/AP Photo/picture alliance
Eropa: Lebih panas dan lebih kering dari sebelumnya
Musim panas di Eropa ditandai cuaca panas ekstrem dan kekeringan terburuk dalam 500 tahun. Lebih 500 orang tewas akibat gelombang panas di Spanyol, dengan suhu hingga 45 derajat Celsius. Di Inggris, cuaca panas juga mencapai lebih 40 derajat Celsius. Sebagian benua Eropa jadi wilayah paling kering selama lebih dari satu milenium, sehingga banyak daerah terpaksa menjatah air.
Foto: Thomas Coex/AFP
Kebakaran hutan melanda seluruh Eropa
Mulai dari Portugal, Spanyol, Prancis, Italia, Yunani, Siprus, hingga Siberia, dilanda kebakaran hutan. Bencana itu telah menghanguskan 660.000 hektar lahan pada pertengahan tahun 2022 — kebakaran terbesar sejak pencatatan iklim dimulai pada tahun 2006.
Hujan monsun yang ekstrem menenggelamkan sepertiga wilayah Pakistan. Banjir itu menewaskan lebih dari 1.100 orang, menyebabkan 33 juta orang kehilangan tempat tinggal, dan memicu penyebaran penyakit. Hujan lebat juga melanda Afganistan. Banjir besar menghancurkan ribuan hektare lahan, memperburuk bencana kelaparan yang sudah akut di negara itu.
Foto: Stringer/REUTERS
Gelombang panas ekstrem dan topan terjang Asia
Sebelum dilanda banjir, Afganistan, Pakistan, dan India alami panas dan kekeringan ekstrem. Cina juga alami kekeringan terburuk dalam 60 tahun dan gelombang panas terburuk sejak pencatatan dimulai. Awal musim gugur, 12 topan telah mengamuk di seluruh Cina. Badai besar juga melanda Filipina, Jepang, Korea Selatan, dan Bangladesh. Perubahan iklim membuat Intensitas badai semakin kuat.
Foto: Mark Schiefelbein/AP Photo/picture alliance
Krisis iklim memperburuk kondisi Afrika
Afrika memanas lebih cepat dibanding rata-rata global. Itu sebabnya benua ini secara tidak proporsional dilanda perubahan pola curah hujan, kekeringan, dan banjir. Somalia sedang menghadapi kekeringan terparah dalam 40 tahun. Krisis itu telah memaksa lebih dari satu juta orang meninggalkan kawasan mereka.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Bencana kelaparan di Afrika
Banjir dan kekeringan telah membuat pertanian dan peternakan praktis tidak mungkin dilakukan di beberapa bagian Afrika. Akibatnya, 20 juta orang mengalami kelaparan. Banyak yang meninggal karena kelaparan di Etiopia, Somalia, dan Kenya.
Foto: Dong Jianghui/dpa/XinHua/picture alliance
Kebakaran dan banjir di Amerika Utara
Badai dahsyat menerjang sejumlah negara bagian AS, seperti California, Nevada, dan Arizona. Gelombang panas menghanguskan ketiga negara bagian dengan suhu mencapai lebih dari 40 derajat Celsius di akhir musim panas. Sebaliknya, hujan lebat di awal musim panas menyebabkan banjir parah di Taman Nasional Yellowstone dan di negara bagian Kentucky.
Foto: DAVID SWANSON/REUTERS
Badai menghancurkan Amerika
Pada September lalu, Badai Ian menghancurkan Florida. Otoritas setempat menggambarkan kerusakan itu sebagai "peristiwa bersejarah." Sebelumnya, badai itu melewati Kuba, di mana penduduknya hidup tanpa listrik selama berhari-hari. Badai Fiona juga menjadi topan tropis terburuk yang melanda Kanada setelah pertama kali menghantam Amerika Latin dan Karibia, mengakibatkan kerusakan parah.
Foto: Giorgio Viera/AFP/Getty Images
Badai tropis dahsyat landa Amerika Tengah
Badai Fiona bukan satu-satunya badai yang melanda Amerika Tengah. Pada Oktober lalu, Badai Julia menghantam Kolombia, Venezuela, Nikaragua, Honduras, dan El Salvador, menyebabkan kehancuran yang meluas. Pemanasan global meningkatkan suhu permukaan laut yang memperkuat intensitas badai.
Foto: Matias Delacroix/AP Photo/picture alliance
Kekeringan ekstrem di Amerika Selatan
Kekeringan yang terus-menerus melanda hampir seluruh Amerika Selatan. Cile, mengalami merosotnya curah hujan ekstrem sejak 2007. Di banyak daerah, sungai-sungai menyusut antara 50 dan 90%. Meksiko juga hampir tidak pernah mengalami hujan selama beberapa tahun berturut-turut. Argentina, Brasil, Uruguay, Bolivia, Panama, sebagian Ekuador, dan Kolombia pun mengalami kekeringan.
Foto: IVAN ALVARADO/REUTERS
Selandia Baru dan Australia tenggelam
Curah hujan yang intens menyebabkan rangkaian banjir ekstrem di Australia. Antara Januari dan Maret, pantai timur negara itu menerima curah hujan sebanyak yang dialami Jerman dalam setahun. Selandia Baru tidak luput dari banjir. Fenomena cuaca La Nina berada di balik peristiwa ekstrem tersebut. Atmosfer yang lebih hangat menyerap lebih banyak air, membuat curah hujan lebih deras. (ha/as)
Foto: Jenny Evans/Getty Images
11 foto1 | 11
Bagaimana para pemilih di India memandang perubahan iklim?
Para pengamat percaya bahwa kesadaran mengenai perubahan iklim di India semakin meningkat.
Hanya 9% masyarakat India yang mengatakan bahwa mereka tahu "banyak" tentang pemanasan global. Namun, ketika diberikan definisi kecil tentang pemanasan global, 84% responden menyatakan bahwa pemanasan global sedang terjadi, berdasarkan temuan survei tahun 2022.
Studi tersebut juga melaporkan bahwa 81% masyarakat India "sangat khawatir” terhadap pemanasan global.
"Saya pikir masyarakat jauh lebih sadar dibandingkan apa yang kami berikan kepada mereka,” kata Khosla.
Meskipun terdapat kekhawatiran yang semakin besar, hal ini belum menjadi isu besar dalam politik elektoral.
Dampak Krisis Iklim: Paus Ubah Rute Migrasi?
04:05
This browser does not support the video element.
Bagaimana tanggapan para politisi terhadap perubahan iklim?
Bahkan di Parlemen India, wacana mengenai perubahan iklim sebagian besar diabaikan.
Sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa antara tahun 1999 dan 2019, hanya 0,3% pertanyaan yang diajukan politisi adalah tentang perubahan iklim.
"Pidato mengenai perubahan iklim tidak akan menyentuh publik kecuali ada isu yang memicunya,” kata Rajeev Gowda, seorang kandidat dari Partai Kongres yang bersaing di kota Bengaluru, India selatan, yang sedang mengalami krisis air.
"Kami sebenarnya menangkis (pendapat) banyak orang dengan mengatakan ini adalah perubahan iklim,” kata Khosla.
Jika kita menampilkan perubahan iklim dalam bentuk peristiwa yang lebih gamblang dalam kehidupan sehari-hari, maka kita bisa membuat lebih banyak orang memahaminya, katanya.
Dalam kasus Devi, meskipun dia mungkin tidak mengetahui apa sebenarnya arti dari perubahan iklim, tetapi konsekuensinya tidak luput dari perhatiannya.
"Sebelumnya hasil panen jauh lebih tinggi dan kami bisa mendapatkan air minum langsung dari pompa tangan, tetapi sekarang kami bergantung pada tangki air.”