1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIndia

Pemilu Jammu dan Kashmir serta Harapan bagi Wilayah Konflik

Rifat Fareed
18 September 2024

India gelar pemilihan umum pertama di Jammu dan Kashmir dalam satu dekade terakhir. Penduduk wilayah tersebut optimis, tapi tetap waspada di tengah gelombang kekerasan yang seolah tak pernah berakhir.

Antrean pencoblos di Jammu Kashmir pada pemilu nasional, awal 2024
Pada awal tahun 2024, India menggelar pemilu nasional di wilayah yang bergejolak ini.Foto: Salahuddin Zain/DW

Pada rapat umum kampanye di Kashmir selatan, Shameema Jan, 45, angkat suara dan bergabung dengan puluhan perempuan lain. Mereka menyanyikan lagu-lagu tradisional untuk mendukung kandidat pilihan mereka menjelang pemilihan daerah Jammu dan Kashmir yang akan dimulai pada hari Rabu (18/09).

Harapan para perempuan ini sederhana. Mereka ingin seorang wakil, lebih baik jika perempuan, yang dapat mengatasi masalah sehari-hari seperti kelangkaan air di desa, pemenjaraan anak laki-laki setempat di penjara-penjara di luar Kashmir, dan masalah pengangguran kaum muda yang berkembang di wilayah mayoritas muslim yang dikendalikan oleh India.

Bagi mereka, kandidat yang memenuhi kriteria ini adalah Iltija Mufti. Ia adalah putri mantan Kepala Menteri Mehbooba Mufti, yang menjabat sebagai kepala pemerintahan Jammu dan Kashmir hingga 2018.

"Dia muda dan energik," kata Jan kepada DW tentang Iltija Mufti. "Jika kami memilihnya, dia akan mendengarkan kami. Ada begitu banyak anak muda di penjara di luar Kashmir, dan kami ingin mereka dibebaskan," tambah Jan. Pada saat yang sama, Mufti berpidato di rapat umum dari atas SUV-nya.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Separatis menantang partai mapan di pemilu

Jammu dan Kashmir akan mengadakan pemilihan majelis regional pertama dalam satu dekade terakhir. Pemungutan suara terakhir diadakan pada tahun 2014 ketika Partai Bharatiya Janata (BJP) dari Perdana Menteri India Narendra Modi dan Partai Demokratik Rakyat (PDP) regional membentuk pemerintahan koalisi.

Namun, koalisi tersebut runtuh pada tahun 2018 ketika BJP menarik dukungannya dan New Delhi mengambil alih kendali langsung wilayah yang kerap bermasalah dengan separatisme ini.

Pemungutan suara yang akan datang akan menjadi kesempatan bagi rakyat Kashmir untuk memilih pemerintahan baru, setelah bertahun-tahun ketidakpastian politik. Ini juga merupakan pemilihan regional pertama sejak status istimewa wilayah tersebut dicabut dan dibagi menjadi dua wilayah persatuan Jammu dan Kashmir, dan Ladakh. 

Partai-partai regional seperti Jammu and Kashmir National Conference (NC) dan PDP, bersama dengan partai nasional yang lebih besar seperti BJP dan Indian National Congress (INC), semuanya ikut serta dalam pemilihan ini.

Namun, juga banyak tokoh separatis yang maju sebagai calon independen, yang menandai perubahan signifikan dari sikap mereka sebelumnya yang sepenuhnya memboikot pemilu.

Generasi pemimpin baru Jammu Kashmir

Pemilihan umum nasional yang diadakan pada awal tahun ini telah mengisyaratkan munculnya generasi pemimpin baru, termasuk Abdul Rasheed Sheikh, yang lebih dikenal oleh para pendukungnya sebagai "Insinyur Rasheed."

Mantan insinyur sipil itu mencalonkan diri sebagai anggota parlemen nasional dari dalam penjara, setelah ditahan atas dugaan mendanai teror. Ia tetap berhasil meraih kemenangan gemilang. Partai Awami Itehad (AIP) yang dipimpinnya diperkirakan akan menjadi penantang berat bagi partai-partai politik tradisional dalam pemilihan umum mendatang.

"Kami berpartisipasi dalam pemilu karena kami tidak ingin hidup dalam ketakutan terus-menerus," kata Manzoor Ahmad, seorang peserta demonstrasi pro-AIP di kota Tral, Kashmir, kepada DW.

"Kami datang dalam jumlah besar untuk mendengarkan Rasheed, karena pidatonya selaras dengan ide dan pikiran kami," tambahnya. 

Pendukungnya yang lain, Atiqa Jan, mengatakan kepada DW bahwa putranya berada di penjara dan ia ingin putranya dibebaskan.

Sheikh diberi jaminan sementara pada bulan September, yang memungkinkannya untuk berpartisipasi dalam kampanye.

BJP berusaha keras buat terobosan di Kashmir

Sulit bagi Partai BJP pimpinan Narendra Modi untuk mendapatkan dukungan di lembah Kashmir yang mayoritas muslim. Namun, ia punya basis pemilih yang signifikan di wilayah Jammu yang mayoritas Hindu. Selain itu, Jammu adalah daerah pemilihan utama bagi BJP tempat retorika nasionalis, masalah keamanan, dan janji-janji proyek pembangunan partai itu masih laku.

Pada tanggal 14 September, Perdana Menteri Modi mengatakan pada rapat umum politik di distrik Doda, Jammu, bahwa BJP telah membuat seluruh wilayah tersebut makmur.

"Kami dan Anda bersama-sama akan menjadikan Kashmir bagian negara yang aman dan makmur," katanya. Ia juga berjanji bahwa terorisme akan diberantas tuntas di Jammu dan Kashmir.

Namun, para pemimpin politik lokal menolak klaim perubahan BJP dan mengatakan pernyataan itu "palsu." 

"Adalah hal  memalukan bagi BJP yang selama ini mengatakan bahwa situasi telah membaik, tetapi mereka tidak dapat menyelenggarakan pemilu di Jammu dan Kashmir dalam 10 tahun terakhir. Rakyat merasa kesal, mereka merasa sesak," kata mantan Kepala Menteri Kashmir Mehbooba Mufti.

Kesempatan memprotes reformasi New Delhi?

Pemerintah yang baru terpilih akan memiliki kekuasaan terbatas karena status Jammu dan Kashmir saat ini sebagai Wilayah Persatuan setelah perubahan politik di tahun 2019. Banyak bidang penting, seperti hukum dan ketertiban serta masalah tanah, tetap berada di bawah kendali New Delhi, di mana pemerintah daerah tidak dapat membuat perubahan apa pun.

"Pemilu ini penting, tpi juga tidak penting," kata Profesor Noor Muhammad Baba, analis politik regional, kepada DW.

"Pemilu ini penting karena diadakan setelah waktu yang lama dan orang-orang akan memilih wakil mereka, dan karena ini akan menjadi pesan tentang bagaimana orang-orang merasa marah dan menyesali perubahan."

"Kini, warga akan memutuskan apakah mereka mendukung perubahan atau menentangnya," katanya.

Diadaptasi dari artikel DW Inggris

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait