Sejumlah tokoh militer mendominasi daftar favorit bakal calon presiden Iran jelang pemilu Juni mendatang. Hasil pemilu dikhawatirkan akan menggusur kelompok moderat, dan memperkuat militerisasi politik Iran.
Iklan
Mulai Selasa (11/5) hingga Sabtu, Iran membuka pendaftaran bagi bakal calon kandidat presiden untuk pemilihan umum legislatif pada 18 Juni. Setelahnya nama-nama kandidat akan diserahkan kepada Dewan Wali Iran untuk diputuskan.
Menurut Kantor Berita IRNA, daftar kandidat untuk pemilu tahun ini merupakan "daftar dengan kandidat berlatarbelakang militer paling panjang dalam sejarah."
Meski bukan hal baru, partisipasi bekas tentara dalam pemilu kepresidenan kali ini terasa janggal, karena sebagian kandidat masih berstatus anggota aktif, kata Habib Torkashvand, seorang wartawan kantor berita Fars yang dekat dengan kelompok ultrakonservatif.
Kandidat militer antara lain mencakup Saeed Mohammad, penasehat komandan Garda Revolusi, Mayor Jendral Hossein Salami, dan bekas Menteri Perminyakan Admiral Rostam Ghasemi, yang kini menjabat penasehat ekonomi bagi pasukan elit Garda Revolusi, Brigade al-Quds.
Selain itu dua petinggi Garda Revolusi, yakni juru bicara parlemen Mohammad Bagher Ghalibaf, dan Ali Larijani, pernah pula mencalonkan diri. Begitu pula dengan Admiral Ali Shamkhani, Sekretaris Jendral Dewan Keamanan Nasional. Ketiganya digadang-gadang sebagai kandidat kuat untuk pemilu kali ini.
Daftar bakal calon presiden Iran juga mencakup Ezzatollah Zarghami, bekas anggota Garda Revolusi, dan Jendral Hossein Dehqan, yang pernah menjabat sebagai menteri pertahanan di masa jabatan pertama Presiden Hassan Rouhani.
Militerisasi negara?
Tidak heran jika harian moderat, Jomhouri-e Eslami, mewanti-wanti untuk tidak memilih "figur militer sebagai kepala pemerintahan," karena dikhawatirkan bisa menciptakan "dampak negatif" bagi negara. Hal senada diungkapkan Ali Motahari, anggota parlemen dari kubu reformis yang memperingatkan terhadap kekuasaan militer di Turki dan Pakistan.
Iklan
Namun kekhawatiran bahwa "figur militer akan memberlakukan UU Darurat dan membatasi kebebasan," ditepis Jendral Dehqan. Menurutnya di Iran, "tidak ada peluang bagi militerisasi negara," tutur sosok yang saat ini menjabat penasehat bagi Ayatollah Ali Khamanei itu.
Pemimpin revolusi Iran, Ayatollah Khomeini, berulangkali mendesak agar militer "tidak mencampuri politik." Namun di bawah kekuasaan penerusnya, Khamenei, Garda Revolusi memperlebar pengaruh politik dan membangun kekuatan ekonomi sehingga disebut sebagai negara di dalam negara.
Pengaruh militer terhadap kebijakan luar negeri Iran juga memicu kontroversi baru-baru ini, ketika percakapan Menlu Mohammad Javad Zarif bocor ke publik, di mana dia mengeluhkan betapa dirinya "harus mengorbankan diplomasi demi militer, ketimbang militer mengabdi kepada diplomasi."
Zarif meminta maaf atas kebocoran tersebut, tapi enggan menarik pernyataannya. Hal ini dikritik oleh Jendral Mohsen Rezai, bekas komandan Garda Republik, ketika Zarif mengumumkan pencalonannya sebagai kandidat presiden.
Analis Iran di Washington Institute, Ali Alfoneh, pernah mencuatkan teori betapa Garda Revolusi ingin mengubah Iran menjadi kediktaturan militer. Spekulasi ini pertama kali muncul pada 2013, jelang pemilihan umum.
Namun langkah Khamenei membiarkan sejumlah kandidat ultrakonservatif untuk saling berebut suara dinilai membantu kemenangan kandidat reformis, Hassan Rouhani. Hal ini dinilai sebagai upaya sang pemimpin besar untuk menyeimbangkan kekuasaan di Iran, setelah masa kekuasaan bekas PM Mahmoud Ahmadinejad berakhir.
rzn/gtp (afp, rtr)
Empat Agama Hidup Berdampingan di Hasan Abad, Teheran
Selama sekitar satu abad, sinagoge Mizrahi, gereja Armenia, kuil Zoroaster, dan masjid Syiah telah melayani umat di lingkungan kecil di Hasan Abad, Teheran, Iran.
Foto: Changiz M. Varzi
Umat muslim membeli salib
"Anda tidak akan percaya jika saya beri tahu Anda bahwa pelanggan utama saya yang membeli salib dan Faravahar yang merupakan simbol Zoroastrinisme adalah warga muslim," kata Mehdi Hazratifard, pemilik toko di Hasan Abad, Teheran. Menurut Hazratifard, banyak umat Islam yang tertarik dengan agama lain dan suka membeli ornamen simbol suci yang berkaitan dengan agama tersebut.
Foto: Changiz M. Varzi
Sinagoge pertama di luar pemukiman Yahudi
Sinagoge Haim di Hasan Abad selesai dibangun pada tahun 1913. Sinagoge ini merupakan sinagoge pertama yang dibangun di luar Oudlajan, lingkungan pemukiman Yahudi di Teheran di masa dinasti Qajar (1789 -1925).
Foto: Changiz M. Varzi
Jumlah terus menyusut
Menurut petugas sinagoge (gabbai), Albert Sedq, sinagog Haim saat ini hanya buka pada hari libur besar, Sabat dan acara keagamaan khusus. Sejak revolusi 1979, komunitas Yahudi terus menyusut. Jumlah orang Yahudi yang tinggal di Iran sekarang kurang dari 16.000 orang.
Foto: Changiz M. Varzi
Tiba di Iran sekitar 2.500 tahun yang lalu
Yahudi di Iran adalah kaum Mizrahi, yang pertama kali tiba di Iran sekitar 2.500 tahun yang lalu. "Kami menganggap diri kami orang Iran dan bahasa ibu kami adalah bahasa Persia," kata Albert Sedq, pemuka Yahudi.
Foto: Changiz M. Varzi
Perpaduan budaya Yahudi dan Persia
Haim adalah salah satu dari 13 sinagoge aktif yang tersisa di Teheran. Dekorasi interiornya menggabungkan tradisi Yahudi yang berkaitan dengan desain interior tempat ibadah dan seni tradisional Iran seperti karya cermin.
Foto: Changiz M. Varzi
Jarak yang berdekatan
Pintu masuk ke Kuil Api Adorian, satu-satunya kuil Zoroastrian di dalam kawasan Teheran dan hanya berjarak lima menit berjalan kaki dari Sinagoge Haim. Zoroastrianisme adalah agama resmi Iran sejak Darius Agung berkuasa pada 522 SM hingga invasi Arab ke Iran pada 656 M.
Foto: Changiz M. Varzi
Gaya bangunan Persia di zaman Qajar
Seperti yang ditunjukkan oleh prasasti di fasad, Kuil Api Adorian selesai dibangun pada tahun 1916. Tulisan bahasa Farsi di prasasti tersebut berbunyi "Ahura Mazad", roh tertinggi yang disembah di aliran Zoroastrianisme. Temboknya mencerminkan gaya periode dinasti Qajar di Iran.
Foto: Changiz M. Varzi
Di Kuil Api: Api menyala tanpa henti
Di dalam ruang ibadah utama Zoroastarian ini terdapat perapian yang apinya sudah lebih dari 1.500 tahun menyala. Api suci tersebut dibawa dari Kuil Atash Bahram di Yazd, saat kuil tersebut diresmikan. Kuil api terbuka untuk semua orang dan pengikut dari semua agama dapat memasuki tempat ibadah, tetapi pengurus tidak mengizinkan pengambilan foto api, bahkan dengan telepon genggam sekalipun.
Foto: Changiz M. Varzi
Sekolah Zoroastrian
SMA Firooz Bahram, bersebelahan dengan 'Kuil Api', hanya menerima siswa Zoroastrian. Pembangunannya didanai pada tahun 1932 oleh seorang penganut Zoroastrian, Bahramji Bikaji dari India. Rabindranath Tagore, penyair India dan pemenang Hadiah Nobel non-Eropa pertama, hadir pada upacara peletakan batu pertama untuk sekolah menengah atas tersebut.
Foto: Changiz M. Varzi
Ada pula gereja Apostolik Armenia
Gereja Saint Mary's atau Santa Maria, yang merupakan sebuah gereja Apostolik Armenia, berada di seberang jalan dari kuil api Zoroastrianus. Kebaktian diadakan oleh komunitas Armenia, namun gereja juga terbuka untuk pengikut dari semua agama.
Foto: Changiz M. Varzi
Ada 11 gereja Armenia
Konstruksi di Santa Maria dimulai pada tahun 1937 dan membutuhkan waktu tujuh tahun untuk menyelesaikannya. Gereja tersebut adalah salah satu dari 11 gereja Armenia di Teheran yang masih beroperasi. Komunitas Kristen Teheran juga dilayani oleh Gereja Ortodoks Yunani, Ortodoks Rusia, Protestan Asiria, dan Katolik Asiria.
Foto: Changiz M. Varzi
Ada pula museumnya
Pada tahun 2008, Museum Artak Manookian dibuka di salah satu gedung milik Gereja Santa Maria, yang pernah menjadi kantor Keuskupan Armenia di Teheran.
Foto: Changiz M. Varzi
Nama jalan ingin diubah menjadi Jalan Agama
Yeron Qoucasian (78), adalah salah satu pria Armenia tertua di lingkungan itu dan pemilik toko daging Mikaelian yang terkenal saat ini. "Orang-orang dari semua agama telah tinggal dan bekerja di lingkungan ini seingat saya", kata Qoucasian. “Untuk sementara pemerintah kota bahkan ingin mengubah nama jalan ini menjadi 'Jalan Agama ".
Foto: Changiz M. Varzi
Masjid di antara kuil dan gereja
Masjid Nabi Ibrahim terletak di salah satu sisi jalan di blok yang sama dengan 'Kuil Api' dan gereja-gereja. Masjid yang dibangun pada tahun 1945 ini merupakan tempat ibadah termuda di pinggir jalan dan telah beberapa kali direnovasi. (Sumber: Qantara, ap/vlz)