1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu Korsel: Partai Demokrat Memimpin Perolehan Suara

Sorta Caroline AFP, KBS
3 Juni 2025

Lee Jae Myung, Kandidat Presiden dari Partai Demokrat Korea memimpin perolehan suara sebesar 51.7 persen disusul perolehan suara calon presiden dari partai konservatif PPP, Kim Moon Soo 39.3 persen.

Südkorea Seoul 2025 | Wahlkampfkundgebung von Lee Jae-myung vor Präsidentschaftswahl
Lee Jae-myung memimpin perolehan suara Pemilu Korsel 2025Foto: Kim Hong-Ji/REUTERS

Sebanyak 33.7 juta masyarakat Korea Selatan berpartisipasi dalam pemilihan umum yang digelar Selasa (3/6) setelah negara tersebut menghadapi ketidak pastian politik selama 6 bulan terakhir. Berarti tingkat partisipasi berada di atas 75 persen.

Hasil exit pool yang dirilis lembaga penyiaran Korea KBS-MBC-SBS, menunjukkan Lee Jae Myung, kandidat dari Partai Demokrat, memimpin perolehan sementara dengan 51.7 persen suara disusul oleh kandidat partai konservatif, PPP, dengan perolehan 39.3 persen suara. Hasil ini bahkan lebih tinggi dari jajak pendapat terakhir yang digelar lembaga Gallup dengan prediksi 49 persen suara diperoleh Lee Jae Myung dan 35 untuk kompetitornya, Kim Moon-Soo dari partai  konservatif (PPP).

Pemilu dimulai pada pukul 06.00 hingga 20.00. "Kami tiba paling awal, dan berharap kandidat pilihan kami menang,” jelas Cu Bun-dol (80) yang memberikan suaranya pada kandidat dari partai PPP.

Salah seorang warga lainnya yang turut memberikan suara, Park Dong-shin (79) berharap pemilu ini dapat "kembali memperbarui Korsel”, deklarasi militer yang ditetapkan oleh antan presiden Yoon akhir 2024 lalu adalah "sebuah hal yang kerap rilakukan pemerintah diktator masa lalu.” Shin lantas memilih kandidat  yang memastikan pihak-pihak yang mendalangi deklarasi darurat militer tersebut "ditindak dengan tepat”.

Ragam masalah menanti

Kandidat pemenang kontestasi akan segera menjabat serta bersiap menghadapi ragam masalah yang meliputi Korsel, termasuk diantaranya krisis perdagangan global yang menggoyahkan ekonomi negara, tingkat kelahiran yang mencapai angka terendah di dunia, serta ancaman negara tetangga, Korea Utara giat terus menambah persenjataan militernya.

Dampak dari deklarasi darurat militer Yoon telah membuat pemerintahan Korea Selatan berjalan secara tidak efektif selama berbulan-bulan dimana di saat bersamaan Presiden AS Donald Trump menduduki masa jabatan keduanya, melahirkan banyak keputusan presiden yang membuat gejolak politik. Hal yang menjadi kekhawatiran utama bagi para pemilih, kata para ahli.

Warga mengantre memberikan suaranya dalam Pemilu Korea 2025Foto: Ahn Young-joon/AP Photo

Partisipasi pemilih meningkat

Jumlah pemilih secara keseluruhan diperkirakan tinggi. Komisi Pemilihan Umum Nasional Seoul menginformasikan bahwa setelah setengah hari pemilu dilangsungkan, 62,1 persen pemilih yang memenuhi syarat telah memberikan suara mereka, angka tersebut termasuk pemilih dini dan pemilih di luar negeri - naik sekitar 0.8 persen dari partisipasi masyarakat di pemilu sebelumnya. Data terakhir Komisi Pemilihan Umum Nasional Korea pukul 18.00 waktu setempat menginformasikan keterlibatan pemilih dalam pemilu korea ke-21 ini mencapai angka 76.1 persen. Sebanyak 33.7 juta dari 44.3 pemilih yang memenuhi syarat telah memberikan suaranya.

"Jajak pendapat menunjukkan bahwa pemilu ini dipandang sebagai referendum terhadap pemerintahan sebelumnya," ujar Kang Joo-hyun, seorang profesor ilmu politik di Sookmyung Women's University, kepada AFP. "Darurat militer dan krisis pemakzulan tidak hanya menggoyahkan kaum moderat tetapi juga memecah kelompok konservatif," tambahnya.

Pemakzulan Yoon yang telah memberlakukan darurat militer, mengerahkan tentara bersenjata ke parlemen, membuatnya menjadi presiden kedua dari partai konservatif yang dilengserkan dari jabatannya setelah Park Geun-hye pada tahun 2017.

Kandidat konservatif dalam pemilu ini Kim-Moon-Soo gagal meyakinkan kandidat partai ketiga, Lee Jun-seok dari Partai Reformasi, untuk menyatukan suara sayap kanan. 

Editor: Hendra Pasuhuk