1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemilu Parlemen di Turki

23 Juli 2007

AKP kembali merebut mayoritas mutlak di parlemen Turki. Sekalipun persentase suara naik 13 persen dibanding pemilu 2002, jumlah kursi di parlemen tidak jauh lebih banyak karena ada partai ketiga yang tembus ambang 10 persen.

Pendukung AKP rayakan kemenangan
Pendukung AKP rayakan kemenanganFoto: AP

Mengenai kemenangan mutlak partai AKP dengan perdana menteri Recep Tayyip Erdogan, harian Swiss Tages-Anzeiger menulis:

„Hasil pemilihan umum di turki adalah kemenangan besar bagi perdana menteri Tayyip Erdogan. Untuk pertama kalinya sejak setengah abad di Turki, partai yang sedang memerintah tidak hanya berhasil mempertahankan mayoritas di parlemen, tapi juga memperbaiki perolehan suaranya. Hasil ini adalah, dan ini mungkin merupakan hal yang lebih penting, tamparan keras untuk militer. Beberapa bulan terakhir adalah bulan-bulan kelam untuk negara itu, dan ini terutama karena kesalahan militer. Dengan kemenangan ini, para pemilih juga mengembankan tanggung jawab besar ke tangan AKP. Krisis kenegaraan yang baru saja terjadi di Turki tidak hanya disebabkan oleh ambisi kekuasaan lawan-lawan AKP, melainkan juga karena arogansi dan kesalahan sendiri.“

Harian Swiss lain, Neue Zürcher Zeitung berkomentar:

“Yang terjadi di Turki tidak hanya tarik menarik antara kubu sekuler dan kubu islam, melainkan juga pertarungan kekuasaan antara kubu elit kemalis, yang melihat hak-hak istimewanya makin menyusut, dan golongan menenangah Islam di kota-kota Anatolia, yang menjadi makmur setelah liberalisasi ekonomi dan sekarang ingin berpartisipasi dalam kekuasaan.“

Harian Italia La Reppublica menilai:

“Ini adalah negara di tengah-tengah. Hatinya ada di Eropa, tapi ia juga terikat pada Timur Tengah. Negara ini tidak bisa melepaskan diri dari kondisi geografisnya, tapi juga tidak bisa mengabaikan peran yang dipilihnya. Setelah perang dingin berakhir, negara ini adalah pendukung terbesar Amerika Serikat di kalangan negara-negara Islam. Tapi setelah invasi ke Irak, Turki mulai meninggalkan Amerika Serikat. Sampai baru-baru ini, Turki adalah pendukung kuat Eropa. Tapi setelah ia begitu sering mengalami kekecewaan dan penolakan, ia sekarang melihat Eropa dengan skeptis, ragu-ragu, malah juga dengan kekesalan. Tapi kelihatannya di Eropa tidak ada orang yang peduli.“

Harian Belgia Le Soir berkomentar:

„Kemenangan besar bagi partai perdana menteri Recep Tayyip Erdogan ini bisa menunjukkan jalan keluar dari krisis di Turki. Tiga bulan setelah Abdullah Gül gagal dipilih jadi presiden baru, AKP tetap tidak mempunyai mayoritas 2/3 kursi di parlemen yang dibutuhkan untuk pemilihan presiden. Recep Tayyip Erdogan mungkin akhirnya terpaksa harus mengajukan seorang kandidat yang bisa diterima kalangan oposisi. Ia sendiri beberapa hari terakhir ini sudah emngisyaratkan hal itu.“

Harian Belgia lain, De Standaard menyoroti hadirnya anggota parlemen independen dari kalangan Kurdi. Harian ini menulis:

“Para anggota parlemen dari kalangan Kurdi bisa memainkan peran penting. Kelihatannya partai pemerintah AKP bisa mendapat mayoritas 2/3 di parlemen untuk pemilihan presiden, kalau mereka bekerjasama dengan anggota parlemen dari kalangan Kurdi. Apakah AKP akan mencobanya? Memilih seorang presiden yang istrinya memakai kerudung saja sudah bisa membuat kehebohan. Jika ini dilakukan melalui dukungan kalangan Kurdi, mungkin bisa terjadi huru hara besar.“