Pemilu Terkendali di Belarusia
24 September 2012Seorang pria berusia lanjut tersenyum dan berkata, "Ya, saya sudah memberikan suara." Wajahnya bersinar, seolah ia telah menunaikan tugas penting. Pensiunan itu memberikan suaranya di ibukota Belarusia, Minsk. Baginya, keikutsertaan dalam pemilu sama seperti di masa Uni Sovyet, yakni sebuah kewajiban. Siapa yang dipilihnya, tidak bersedia ia sebutkan. Hanya satu hal saja, "Ia bukan politisi." Calon yang dipilihnya sudah mengurus agar jalan yang penuh lubang di daerah tempat tinggalnya diperbaiki. Kata pria lanjut usia itu.
Calon yang bisa dipilih oleh sekitar tujuh juta warga Belarusia tidak banyak. Dalam pemilihan langsung, dari 293 orang mereka harus memberikan suara untuk 110 yang akan jadi anggota parlemen. Pada dinding di ruang tempat pria itu memberikan suara, tergantung foto lima calon. Dua pengusaha, seorang anggota parlemen, seorang pakar ilmu bahasa dan seorang penganggur.
Sebuah pengumuman kecil memberikan informasi bahwa salah seorang dari mereka telah mengundurkan diri. Tidak disebut sama sekali, bahwa calon itu dari kubu oposisi, dan partainya telah menyerukan agar rakyat memboikot pemilu. Kata "boikot" atau "oposisi" hanya jarang atau sama sekali tidak terdengar, ketika hasil sementara penghitungan suara dilaporkan hari Minggu malam.
Pemberi Suara Tergantung pada Pemerintah
Menurut laporan pemerintah, 74% warga memberikan suaranya. Apakah jumlah resmi itu benar, sangat diragukan. Oposisi dan pengamat pemilu dari organisasi non pemerintah terutama mengkritik pemberian suara lebih awal dari jadwal pemilu. Sekitar seperempat warga sudah memberikan suaranya sepekan sebelumnya. Kritikus menduga, itu memungkinkan manipulasi.
Berapa orang yang datang secara sukarela, sulit diperkirakan. Sebagian besar warga Belarusia bekerja di perusahaan milik negara, sehingga tergantung pada pemerintah. Banyak orang dipaksa untuk memberikan suara. Demikian dikatakan pakar politik asal Minsk, Valeri Karbalevitch. Ia menyebut pemilu dikendalikan pemerintah. Ketua komisi pusat pemilu, Lidija Jermochina, menampik tuduhan seperti itu. Yang ada hanya manipulasi kecil, katanya di televisi.
Parlemen tanpa Peran
Pemenang pemilu sesungguhnya tidak perlu mencalonkan diri. Kemenangannya sudah jelas lama sebelum pemilu: Presiden Alexander Lukashenko. Presiden berusia 58 tahun itu memerintah Belarusia secara otoriter sejak hampir 20 tahun lalu. Media-media barat dan sejumlah politisi menyebutnya "diktator terakhir Eropa." Menurut perkiraan pengamat dari Organisasi bagi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE), pemilu yang demokratis tidak pernah ada lagi di Belarusia sejak pertengahan tahun 1990-an.
Parlemen di bawah pemerintahan Lukashenko tidak hanya berbeda dari negara-negara Eropa Barat, tetapi juga dari bekas Uni Sovyet dan Ukraina. Di Belarusia tidak ada partai pemerintah, dan tidak ada fraksi. Sebagian besar anggota parlemen bukan politisi dari partai tertentu, melainkan pegawai pemerintah atau wakil perusahaan negara. Perdebatan tidak pernah terjadi di parlemen. Kritik terhadap pemerintah juga tidak ada. Anggota badan legislatif tersebut hampir tidak punya pengaruh terhadap politik. Demikian dikatakan pakar politik Karbalewitch. Rakyat mengetahuinya, kata Karbalewitch sambil menambahkan, "Parlemen tidak dianggap organ milik pemerintah," kata pakar politik itu.
Oposisi tampaknya tidak akan pernah ada di parlemen Belarusia. Dua partai oposisi terbesar menyerukan rakyat untuk memboikot pemilu, dan menarik calon mereka. Misalnya Partai Persatuan Rakyat, yang berhaluan liberal-konservatif. Lebih dari 30 iklan kampanye tidak disiarkan oleh radio pemerintah karena disensor. Demikian dikatakan ketua partai, Anatoli Lebedko dalam wawancara dengan Deutschen Welle. Bagi mereka pemilu "hanya hasil rekayasa". Sebaliknya, partai oposisi kecil tetap ikut pemilu. Bagi pengamat itu merupakan isyarat, bagaimana tidak bersatunya para penentang rezim.
Kemungkinan Tidak ada Protes
Pakar seperti Valeri Karbalevitch berpendapat, pemilu kali ini berjalan lebih restriktif dibanding dengan pemilu empat tahun lalu. "2008 Belarusia masih mengadakan politik dialog dengan Uni Eropa," kata pengamat itu. Ketika itu tidak terjadi penolakan massal calon dari kubu oposisi. Pengamat dari negara-negara barat juga diijinkan masuk.
Para pakar memperkirakan, aksi protes seperti di Rusia tidak akan terjadi. Rakyat terintimidasi dan tidak percaya pada oposisi. Bahkan situasi ekonomi yang sulit juga tidak dapat menggerakkan rakyat untuk protes.
"Tembok Rusia" Melindungi Lukashenko
Bagaimana kelanjutkan hubungan antara Uni Eropa dan Belarusia? Mengenai itu pendapat berbeda-beda. Sejak Lukashenko menang meragukan dalam pemilu presiden 2010, hubungan antara negara itu dan barat menegang. Ketika itu, aksi protes oposisi dibubarkan secara paksa. Hingga saat ini, 16 politisi masih mendekam di penjara. Uni Eropa bereaksi dengan memberikan sanksi. Larangan berkunjung diberlakukan terhadap Presiden Lukashenko dan sekitar 240 pegawai pemerintah, hakim dan pengusaha. Rekening bank mereka di negara-negara barat juga dibekukan.
Uni Europa tidak punya rencana jelas, langkah mana yang harus diambil terhadap rezim otoriter Belarusia. Itu dikeluhkan pakar politik Karbalevitch. Ia berpendapat, sanksi-sanksi yang dijatuhkan Uni Eropa tidak benar-benar bermanfaat, karena Lukashenko tetap bisa bergantung pada sokongan Rusia. Sokongan bukan hanya berupa kredit berjumlah milyaran, melainkan juga pasokan minyak dan gas yang murah. Seorang pengamat barat di Minsk menggambarkan situasi demikian, "Lukashenko bisa bersembunyi di belakang tembok. Selama itu tembok Rusia, baginya tidak masalah, pohon apapun yang mengiris dari luar."