Pemimpin Dunia Bersiap Hadapi Pandemi Lain di Masa Mendatang
30 Maret 2021
COVID-19 tidak akan menjadi pandemi terakhir. Para pemimpin global, termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel, ingin lebih siap untuk hadapi pandemi berikutnya.
Iklan
Dalam sebuah teks editorial yang diterbitkan pada Selasa (30/3), para pemimpin dari 23 negara, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Uni Eropa (UE) menyerukan sebuah perjanjian internasional baru guna bersiap menghadapi pandemi-pandemi lain di masa mendatang.
Penandatangan teks editorial (op-ed) yang diterbitkan di surat kabar utama di seluruh dunia itu adalah pemimpin global dari lima benua, termasuk Angela Merkel dari Jerman, Boris Johnson dari Inggris, Emmanuel Macron dari Prancis, Moon Jae-in dari Korea Selatan dan Cyril Ramaphosa dari Afrika Selatan.
“Kami percaya bahwa negara-negara harus bekerja sama menuju sebuah perjanjian internasional baru dalam hal kesiapsiagaan dan respons terhadap pandemi,” demikian kata teks editorial itu.
“Komitmen kolektif yang diperbarui seperti ini akan menjadi tonggak penting dalam meningkatkan kesiapsiagaan akan pandemi di tingkat politik tertinggi,” tambah tulisan itu.
Kerja sama yang lebih baik di masa mendatang
Gagasan ini pertama kali dilontarkan oleh Presiden Dewan Eropa Charles Michel pada KTT G20 November tahun lalu.
Iklan
Perlunya kerja sama internasional semakin diperjelas oleh pandemi COVID-19 yang telah berhasil merusak layanan kesehatan dan ekonomi global.
Diharapkan perjanjian semacam ini akan dapat memastikan akses universal dan setara terhadap vaksin, obat-obatan, dan diagnostik untuk pandemi di masa mendatang.
“Akan ada pandemi-pandemi lain dan keadaan darurat kesehatan besar lainnya. Tidak ada satu pun pemerintahan atau multilateral yang dapat menangani ancaman ini sendirian,” kata teks editorial tersebut.
Hidup di Era Pandemi COVID-19
Lebih dari setahun yang lalu, virus corona mulai menyebar ke seluruh dunia dan telah menginfeksi lebih dari 100 juta orang. Wabah ini mengubah hidup kita.
Foto: Flaming Lips/Warner Music/REUTERS
Jaga jarak fisik
Singapura telah mencatat tingkat infeksi virus corona terendah sejak Oktober 2020. Para pengamat memuji negara itu karena memantau warganya secara ketat, salah satunya dengan menggunakan aplikasi pelacakan. Menurunnya infeksi membuat pemerintah mengizinkan penduduk setempat mengunjungi bioskop di area terbuka - asalkan menjaga jarak secara fisik.
Foto: Edgar Su/REUTERS
Kecemasan tersebar luas di Afrika Selatan
Afrika Selatan adalah negara di Afrika yang paling parah terdampak pandemi COVID-19. Pasien di rumah sakit dekat Cape Town ini adalah satu dari 1,4 juta warga yang telah terinfeksi virus corona. Varian baru yang dikenal sebagai B.1.351 atau 501Y.V2, meningkatkan kecemasan warga. Sama seperti varian Inggris, mutasi Afrika Selatan ini dianggap sangat menular.
Foto: Rodger Bosch/AFP/Getty Images
Jaga jarak sosial sambil menikmati matahari
Dengan suhu musim panas yang membumbung tinggi, banyak orang Australia menikmati berenang di laut. Tanda-tanda peringatan telah dipasang untuk mengingatkan pengunjung menjaga jarak sambil menikmati matahari, demi mencegah lonjakan infeksi baru. Jumlah kasus di Australia turun drastis sejak September lalu.
Foto: Bai Xuefei/Xinhua/imago images
Duka yang ditinggalkan
Kelvia Andrea Goncalves menangis di makam ibunya di kota Manaus, Brasil. Andrea dos Reis Brasao meninggal pada usia 39 tahun akibat COVID-19. Banyak orang menyalahkan Presiden Jair Bolsonaro atas situasi suram negara itu. Lebih dari 221.000 warga Brasil telah meninggal akibat virus corona.
Foto: Bruno Kelly/REUTERS
Lebih baik aman daripada menyesal?
Di Hong Kong, pihak berwenang telah menutup seluruh wilayah tanpa peringatan sebelumnya, sebagai respon atas peningkatan infeksi yang tiba-tiba. Sama seperti di Cina, kota itu telah memberlakukan tindakan tegas untuk mencegah penyebaran wabah. Kebijakan tersebut berhasil membuat tingkat infeksi sangat rendah.
Foto: Tyrone Siu/REUTERS
Aman di dalam 'gelembung'
Band rock asal AS, The Flaming Lips menemukan cara untuk menggelar konser dengan tetap memperhatikan jaga jarak fisik. Belum lama ini saat mereka konser di Oklahoma, penonton diminta untuk masuk ke dalam bola plastik besar. Dengan cara ini, mereka dapat menari menikmati musik dengan aman. Bahkan penonton juga bisa mengangkat tubuh Wayne Coyne saat dia terjun dari panggung.
Foto: Flaming Lips/Warner Music/REUTERS
Gereja jadi pusat vaksinasi
Banyaknya gereja yang tutup, kini dimanfaatkan sebagai pusat vaksinasi darurat seperti di Katedral Lichfield, dekat Birmingham, Inggris. Tidak seperti negara anggota Uni Eropa yang saat ini menghadapi kekurangan vaksin COVID-19, Inggris telah menerima pasokan dosis yang stabil.
Foto: Carl Recine/REUTERS
Banyak orang berharap pandemi segera berakhir
Amy Ezzat menyiapkan kue berbentuk dosis vaksin untuk dibagikan kepada pasien COVID-19 di sebuah rumah sakit di Kairo. Mesir telah berjuang melaksanakan kampanye inokulasi di seluruh negeri. Penulis: Ines Eisele (ha/pkp)
Foto: Hanaa Habib/REUTERS
8 foto1 | 8
Perlunya mengatasi perbedaan internasional
Yang paling mencolok adalah para pemimpin dari Amerika Serikat (AS), Cina, Rusia, dan Jepang tidak termasuk dalam penandatangan teks editorial tersebut.
Diharapkan bahwa setiap perjanjian internasional yang sukses akan menjadi jawaban atas perselisihan politik yang berkepanjangan.
Diketahui bahwa pandemi virus corona saat ini telah membuat pemerintah dan para pemimpin nasional saling melempar tuduhan akan penanganan wabah satu sama lain.
Pada saat yang sama, negara-negara kaya juga menuai kritik karena menimbun vaksin dengan mengorbankan distribusi global yang adil.
Sentimen ini tidak serta merta hilang dari negara penandatangan teks editorial itu, seperti para pemimpin dari UE dan Inggris yang diketahui telah terlibat perselisihan mengenai akses ke dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca.
“Di saat COVID-19 telah mengeksploitasi kelemahan dan perpecahan kita, kita harus memanfaatkan kesempatan ini dan bersatu sebagai komunitas global untuk kerja sama damai yang jauh melampaui krisis ini,” demikian pinta teks editorial itu.