1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemimpin Gafatar Digugat Dengan Blasfemi dan Makar

7 Juni 2016

Tiga pemimpin kelompok Gafatar yang ditahan polisi akan digugat dengan kasus penistaan agama (blasfemi) dan makar. Aktivis HAM menyatakan tuduhan itu tidak berdasar minta ketiganya dibebaskan.

Indonesien Brandstiftung Gebäude der Gafatar Sekte
Foto: Reuters/Antara/J.H. Wuysang

Para pemimpin Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) akan menghadapi gugatan penistaan agama dan makar dan bisa diganjar hukuman penjara yang panjang, kata Direktur Tindak Pidana Umum di Mabes Polri, Agus Adriyanto kepada kantor berita AFP hari Selasa (07/06).

Ketiganya adalah mantan ketua Mahful Muis Tumanurung, pemimpin spiritual Ahmad Mushaddeq dan anaknya Andri Cahya. Mereka ditahan akhir Mei lalu. Kasus penistaan agama diancam dengan hukuman maksimal lima tahun penjara, sedangkan kasus makar dengan hukuman seumur hidup.

Penyidikan perkara dugaan penistaan agama oleh Gafatar dimulai awal Februari 2016 berdasarkan laporan seseorang dengan inisial MH pada 4 Januari 2016. Dua minggu kemudian, pemukiman anggota Gafatar di Kalimantan Barat dibakar massa.

Pelapor ketika itu menggunakan pasal penistaan dan penodaan agama (blasfemi). Namun dalam perkembangan penyidikan, pihak kepolisian menemukan perkara dugaan makar. Polisi menyatakan sudah memegang bukti-buktinya, antara lain dokumen-dokumen organisasi, kitab-kitab, dan brosur kegiatan.

Kalangan aktivis hak asasi manusia mengritik tindakan keras terhadap para pemimpin Gafatar, yang dituduh menyampaikan ajaran yang menyimpang dari Islam. Mereka menyatakan, ini adalah contoh terbaru intoleransi di Indonesia dan bagaimana kelompok minoritas diserang karena keyakinannya.

Anggota Gafatar dievakuasi setelah pemukiman mereka dibakar massa, 19 Januari 2016Foto: Reuters/Antara/J.H. Wuysang

Selain tuduhan blasfemi, polisi juga mengenakan tuduhan melakukan makar, karena Gafatar disebut-sebut mencoba mendirikan sebuah negara. Pengacara ketiga tertuduh, Fati Lazira menerangkan, tuduhan terhadap kliennya tidak berdasar,

Kelompok-kelompok hak asasi telah berulang kali meminta pemerintah Indonesia untuk mencabut apa UU Penistaan agama yang menurut mereka sering digunakan untuk menghukum orang yang justru mengekspresikan keyakinan mereka secara damai.

Peneliti Indonesia di Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono mengatakan, inilah pertama kalinya hukum penistaan agama digunakan, sejak Presiden Jokowi mengambil alih kekuasaan pada tahun 2014.

"Human Rights Watch menyerukan pada pemerintahan Jokowi untuk menghentikan kasus terhadap tiga pemimpin Gafatar, dan berhenti menggunakan UU Penistaan Agama terhadap kelompok agama minoritas di Indonesia," katanya.

Januari lalu segerombolan orang menyerang tempat pemukiman pengikut Gafatar di Menpawah, Kalimantan Barat dan membakar rumah-rumah mereka (foto artikel). Segera setelah itu, pemerintah menyatakan Gafatar sebagai sekte terlarang. Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian awal tahun ini menyatakan ajaran Gafatar adalah ajaran yang sesat.

hp/ap (afp/kbr)