Amerika Serikat mungkin berharap bahwa pemimpin Taliban yang moderat akan muncul menggantikan Mullah Mansour. Harapan itu lebih didasarkan pada keputusasaan ketimbang pertimbangan masak. Demikian opini Florian Weigand.
Iklan
Amerika Serikat baru saja menegaskan bahwa pembicaraan damai dengan Taliban tak akan berlangsung di saat-saat sekarang ini: Minggu (22/05) pagi, upaya pembunuhan yang dilakukan AS terhadap pemimpin Taliban Mullah Akhtar Mansour lewat serangan drone, berlangsung sukses. Demikian menurut laporan pemerintah Afghanistan.
Satu-satunya alasan yang bisa masuk akal dari serangan ini adalah jika persiapan perundingan damai mengalami kebuntuan dan pengganti Mullah Mansour yang baru bersikap lebih terbuka terhadap negosiasi tersebut.
Petualangan Maut Bundeswehr di Afghanistan Dilanjutkan?
Jerman pertimbangkan perpanjangan penugasan militer di Afghanistan. Pemicunya, perubahan Politik AS dan situasi kacau di Kunduz, bekas kawasan penugasan Bundeswehr. Dampingan internasional berlanjut sampai akhir 2016.
Foto: picture alliance / JOKER
Misi Bundeswehr Akan Dilanjutkan?
Pemerintah Jerman membuka opsi bagi perpanjangan misi militer Bundeswehr di Kunduz. Kebijakan ini merupakan reaksi atas perubahan politik Amerika Serikat di Afghanistan. Namun pemerintah di Berlin menegaskan, mandat penugasan serdadu Jerman akan lebih difokuskan pada pelatihan mitra tentara dan polisi Afghanistan, bukan sebagai pasukan tempur.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Pendidikan Aparat Keamanan
Saat ini masih ada 870 serdadu Jerman di Afghanistan, dengan tugas mendidik aparat keamanan lokal. Hingga akhir penugasan resmi 2014 lebih dari 60.000 polisi dan serdadu menjalani pendidikan militer di empat lokasi yang tersebar di seluruh negeri. Untuk itu pemerintah di Berlin telah mengeluarkan dana sedikitnya 380 juta Euro.
Foto: picture-alliance/dpa
Situasi Keamanan Tetap Gawat
Kendati mendapat hibah pangkalan militer dan berbagai persenjataan dari NATO, militer Afghanistan tetap kewalahan menghadapi rongrongan Taliban. Gelombang serangan bom bunuh diri yang tidak berhenti dilancarkan membuat penduduk di utara negara itu khawatir atas stabilitas keamanan.
Foto: AFP/Getty Images/J. Eisele
Dukungan hingga 2016
Misi lanjutan ISAF di Afghanistan yang diberi nama "Resolute Support" akan diikuti oleh maksimal 13.000 serdadu asing hingga akhir 2016. Tugas mereka adalah menjadi konsultan dan mengawal jalannya pendidikan militer buat tentara Afghanistan. Jerman berkontribusi dengan mengirimkan 850 serdadu untuk mengikuti misi tersebut.
Foto: John Thys/AFP/Getty Images
Misi Pertama di Luar Eropa
Pada 11 Januari 2002, angkatan bersenjata Jerman Bundeswehr mendaratkan 70 serdadu di Kabul. Itu adalah misi militer pertama Jerman di luar Eropa setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pada masa puncak, Jerman menugaskan 5350 tentara di Afghanistan dan tercatat sebagai kontingen terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan Inggris.
Foto: picture-alliance/dpa/dpaweb
Korban Pertama
Pada Maret 2002, dua tentara Jerman dan tiga serdadu Denmark tewas akibat ledakan sebuah bom di Kabul. Hingga akhir 2014, Bundeswehr mencatat 55 serdadu yang tewas selama mengawal perdamaian di Afghanistan.
Foto: picture-alliance/dpa
Misi di Tempat yang Tenang
Bundeswehr tergolong beruntung karena mendapat provinsi Kundus di Utara yang relatif tenang. Dengan cara itu pemerintah di Berlin tidak cuma berhasil meredam kekhawatiran warga Jerman, tetapi juga memenuhi kewajiban internasionalnya. Sejak 2006 Jerman bertanggungjawab atas stabilitas keamanan di semua provinsi di utara Afghanistan.
Foto: picture-alliance/dpa
Membangun dan Melindungi
Jerman tidak cuma menurunkan kekuatan militer, melainkan juga terlibat dalam pembangunan sipil Afghanistan. Program tersebut termasuk strategi ganda NATO, yakni membangun dan melindungi. Jerman akan tetap mengucurkan dana bantuan sipil setelah penarikan mundur militer dari Afghanistan.
Foto: picture-alliance/Joker
Hari Gelap buat Bundeswehr
September 2009 Kolonel Georg Klein memerintahkan serangan udara terhadap dua truk minyak di Kundus yang diduga dibajak dan dikuasai oleh Taliban. Serangan itu akhirnya menewaskan 91 warga sipil. Klein kemudian dibebaskan dari tuduhan kejahatan perang.
Foto: picture-alliance/dpa
Mundur Teratur
Sesuai kesepakatan dengan NATO, Jerman menarik mundur semua pasukannya hingga akhir 2014. Penarikan mundur sebenarnya sudah dimulai sejak 2010. Pangkalan militer yang tadinya digunakan Bundeswehr pun diserahkan kepada militer Afghanistan. Termasuk di antaranya pusat operasi Camp Marmal di dekat kota Masar-i Sharif di utara.
Foto: picture-alliance/dpa/Bundeswehr
Pintu Terakhir di Camp Marmal
Camp Marmal menjadi stasiun terakhir buat serdadu Jerman. Dari sini, Bundeswehr mengorganisir pemulangan pasukan. Camp Marmal secara resmi dialihkan kepada Afghanistan, namun tetap digunakan oleh militer Jerman buat pendidikan pasukan. Setelah penarikan mundur, Bundeswehr masih menyediakan 650 tenaga pelatih di Camp Marmal.
Foto: DW/M. Saifullah
11 foto1 | 11
Pembicaraan damai telah berlangsung selama berbulan-bulan, dengan diikuti oleh Amerika Serikat, Cina, Pakistan dan Afghanistan - di meja perundingan. Namun, kursi Taliban selalu tetap kosong, meski sudah dilakukan upaya propaganda dan tekanan dinas intelejen.
Taliban terus melaju
Setelah dua tahun penarikan pasukan Jerman dari Afghanistan, Taliban merebut Kunduz. Taliban juga meraup lokasi-lokasi lain di Afghanistan. Mereka mengklaim aktif di 70 persen di negara itu, yang pastinya merupakan propaganda yang belum terkonfirmasi, namun mungkin lebih mendekati kebenaran, ketimbang laporan pemerintahan di Kabul. Faktanya, NATO lagi-lagi harus lebih banyak campur tangan dan lebih sering terlibat dalam pertempuran, dimana mandatnya diperluas hingga tahun 2017.
Di sisi lain, pemerintahan di Kabul dan Washington tidak beristirahat sampai mereka telah berhasil menumbangkan kepemimpinan Mullah Mansour.
Namun apakah hal itu kemudian benar-benar akan memungkinkan dimulainya perundingan dengan pemimpin Taliban moderat? Itu tentu saja merupakan harapan Kabul, Washington dan Islamabad.
Diplomat dan badan-badan intelijen pasti akan mencoba untuk membuka dialog yang lebih seimbang. Pakistan khususnya, diperlukan ikut andil dalam perundingan damai ini, dimana negara itu memiliki reputasi yang panjang: dekat dengan Taliban.
Kemegahan era Mullah Mansour adalah patokan yang harus dilampaui. Pengalaman menunjukkan bahwa Taliban mampu mencetak keberhasilan bahkan, tanpa keterlibatan kepemimpinan pusat.
Hidup dan Perang di Afghanistan
Fotografer Majid Saeedi menunjukkan lewat karyanya, dampak perang puluhan tahun atas rakyat Afghanistan. Jejak-jejak konflik dan kekerasan terlihat jelas, bahkan di tempat yang tidak disangka.
Foto: Majid Saeedi
Anak-Anak Afghanistan
Rakyat Afghanistan sangat terpengaruh perang puluhan tahun. Saeedi merangkum hidup mereka dalam seri foto terbarunya, yang diberikan kepada DW. Banyak foto berfokus pada anak-anak, seperti anak laki-laki yang kehilangan lengannya akibat ledakan ranjau.
Foto: Majid Saeedi
Boneka Lambang Tragedi
Dua anak perempuan bermain dengan sebuah tangan palsu di Kabul. Foto seperti ini yang membuat jurnalis foto seperti Majid Saeedi dari Teheran memenangkan banyak penghargaan.
Foto: Majid Saeedi
Berharga Ribuan Kata
Majid Saeedi mulai membuat foto ketika berusia 16 tahun. Lebih dari dua dasawarsa terakhir ia memfokuskan diri pada sisi kemanusiaan pada konflik Timur Tengah dan daerah itu. Foto-fotonya dipublikasikan dalam berbagai majalah dan surat kabar bergengsi, misalnya majalah Jerman Der Spiegel, juga harian AS, Washington Post dan New York Times.
Foto: Majid Saeedi
Di Antara Reruntuhan
Tidak hanya rakyat Afghanistan yang menyuarakan masa lalu negara itu, melainkan juga banyak reruntuhan bangunan.
Foto: Majid Saeedi
Kontras Kuat
Luka-luka akibat perang dan pemandangan mengesankan. Kontras kuat antara sisi perang yang manusiawi dan tidak. Inilah salah satu topik dokumentasi foto Saeedi.
Foto: Majid Saeedi
Masalah Sehari-Hari
Kecanduan obat terlarang adalah masalah terbesar Afghanistan. Negara itu jadi penyedia sekitar 90% kebutuhan dunia akan opium. Jumlah orang yang kecanduan opium juga tinggi. Tidak ada data resmi tentang jumlah anak yang jadi pecandu, tetapi PBB menduga, jumlahnya sekitar 300.000.
Foto: Majid Saeedi
Panggilan Upacara
Di sini, para kadet berbaris di pagi hari di sebuah akademi di Kabul, untuk memulai latihan mereka. Angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr telah membantu Afghanistan melatih aparat keamanannya sejak lebih dari 10 tahun lalu. Tujuannya adalah agar Afghanistan punya sistem mililter dan kepolisian yang berfungsi untuk memastikan stabilitas negara setelah tentara asing ditarik 2014.
Foto: Majid Saeedi
Masa Kecil Menyedihkah
Di foto ini tampak seorang anak laki-laki sedang dihukum gurunya. Afghanistan tidak punya sistem pendidikan yang bagus, dan banyak anak terpaksa berhenti sekolah dalam usia dini dan mencari uang bagi keluarga mereka. Itupun jika mereka pernah bersekolah.
Foto: Majid Saeedi
Tidak Ada Akses untuk Pendidikan
Dekade sejak 1979 punya efek drastis pada pendidikan. Menurut statistik yang dipublikasikan pemerintah Jerman tahun 2011, sekitar 72% pria dan 93% perempuan tidak punya pendidikan formal. Tingkat buta huruf sekitar 70%.
Foto: Majid Saeedi
Burka dan Barbie
Foto ini menunjukkan sejumlah perempuan yang ikut pelajaran membuat boneka, yang dibiayai sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Malaysia. Setiap kelas terdiri dari sekitar 80 murid. Tujuannya untuk membuat mereka bisa berdiri sendiri.
Foto: Majid Saeedi
Dendam Taliban
Setelah serangan Taliban di awal tahun 2011, segera setelah pembunuhan Osama bin Laden, empat orang tewas dan 36 luka-luka. Foto ini menunjukkan dua dari korban cedera di rumah sakit.
Foto: Majid Saeedi
Olah Raga
Dalam foto ini tampak dua atlet beristirahat setelah berlatih. Binaragawan adalah salah satu olah raga paling populer di Afghanistan.
Foto: Majid Saeedi
Memanen Perang
30 tahun terakhir sangat mempengaruhi kehidupan warga Afghanistan. Ini kenyataan yang bisa dilihat di lokasi-lokasi yang sama sekali tidak terduga.
Foto: Majid Saeedi
Madrasah
Ini foto anak-anak di sebuah madrasah di Kandahar, tahun 2011.
Foto: Majid Saeedi
Dilatih untuk Membunuh
Adu anjing sangat populer di Afghanistan. Anjing-anjing yang diadu sebelumnya dilatih untuk agresif dan membunuh lawannya.
Foto: Majid Saeedi
Terisolasi
Mereka yang sakit psikis kerap ditahan dalam kondisi tidak manusiawi, terisolasi dari masyarakat. Dalam foto ini tampak para pasien berbaring dan dirantai di kota Herat, Afghanistan barat.
Foto: Majid Saeedi
Nasib Menyedihkan
Akram kehilangan kedua lengannya. Ia menanggalkan tangan palsunya jika hendak tidur. Ia hanya satu dari banyak anak bernasib sama di Afghanistan.
Foto: Majid Saeedi
Misi Jelas
Majid Saeedi berusaha menangkap masalah sosial yang tidak dibicarakan, dalam foto-fotonya. Demikian halnya dengan kekerasan dan ketidakadilan.
Foto: Maryam Ashrafi
18 foto1 | 18
Tanpa perlu instruksi dari pusat, para milisi Taliban tahu betul apa tujuan mereka yakni penggulingan pemerintah di Kabul dan penarikan semua pasukan asing, diikuti dengan pembentukan negara Islam, seperti yang telah mereka perjuangkan sebelumnya, di era 1990-an. Tujuan itu, tentunya bukan prospek yang menjanjikan untuk negosiasi perdamaian.
Amerika Serikat bersama pemerintah Afghanistan dan Pakistan mungkin sungguh-sungguh menginginkan tipe pemimpin yang berbeda, tetapi Taliban mungkin lebih cenderung untuk memilih pemimpin yang lebih tanpa kompromi: Mereka sudah melihat diri mereka sendiri berada di jalan menuju kemenangan. Serangan terhadap Mullah Mansour lebih merupakan tindakan keputusasaan ketimbang kalkukasi matang untuk memulai perundingan dari awal lagi dengan pemimpin Taliban yang baru.
Perempuan Afghanistan - Dulu dan Sekarang
Situasi perempuan di Afghanistan banyak mengalami kemunduran sejak dekade 1960an. Ironisnya foto-foto masa lalu ini justru menunjukkan kehidupan modern kaum hawa yang kini tertutup dan terisolir berkat kekuasaan Taliban.
Foto: picture-alliance/dpa
Bebas Berkarya
Dua mahasiswi kedokteran di Universitas Kabul menyimak penjelasan dosen (ka) tentang sebuah organ manusia. Gambar ini diambil tahun 1962. Dulu kaum perempuan aktif berkarya di Afghanistan dan tidak kesulitan mengenyam pendidikan tinggi.
Foto: Getty Images/AFP
Tertutup dan Terisolasi
Sejak Taliban berkuasa, semua perempuan diwajibkan mengenakan burka di tempat-tempat umum. Saat kekuasaan kelompok radikal itu runtuh seiring invasi militer Amerika Serikat, perempuan dibebaskan. Tapi hingga kini cuma sedikit yang berani melepaskan burka.
Foto: Getty Images/A. Karimi
Mode Barat di Jalan Ibukota
Dua perempuan berbusana modern meninggalkan gedung Radio Kabul pada Oktober 1962. Sejak Taliban berkuasa pada dekade 1990an, semua instansi pemerintah dipaksa memecat pegawai perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
"Sumber Malapetaka"
Seorang jurubicara Taliban pernah berucap, wajah perempuan "adalah sumber malapetaka buat laki-laki yang bukan muhrim." Tidak banyak yang berubah di Afghanistan sejak demokrasi berjejak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Persamaan Hak
Pertengahan dekade 1970an perempuan masih menjadi pemandangan normal di lembaga pendidikan tinggi. 20 tahun kemudian universitas dilarang menerima mahasiswi. Kini konstitusi baru Afghanistan menggariskan persamaan antara perempuan dan laki-laki.
Foto: Getty Images/Hulton Archive/Zh. Angelov
Pendidikan Dini
Empat miliar Dollar AS dikucurkan buat memperbaiki situasi kaum perempuan di Afghanistan sejak 2001. Kini organisasi nirlaba Oxfam mencatat sebanyak empat juta bocah perempuan duduk di bangku sekolah. Namun tekanan sosial terhadap perempuan tidak banyak berubah.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Tanpa Batasan Gender
Mahasiswi di Kabul tahun 1981 tidak jengah berkumpul dengan teman laki-lakinya. Dua tahun sebelumnya serdadu Uni Soviet menyerbu negara itu. Invasi Soviet berujung pada sepuluh tahun perang berdarah. Setelahnya, Taliban merebut kekuasaan.
Foto: Getty Images/AFP
Bukan Cuma Burka
Masalah perempuan di Afghanistan tidak banyak berhubungan dengan burka. Tapi kaum perempuan hingga kini masih dibatasi dalam hubungan sosial. Buat mereka ada aturan tak tertulis tentang apa yang boleh dibicarakan, siapa yang boleh ditemui dan kemana seorang perempuan boleh berpergian.
Foto: W.Kohsar/AFP/GettyImages
Perempuan Bersenjata
Sekelompok serdadu perempuan Afghanistan terlibat dalam perayaan setahun revolusi April tahun 1979. Generasi pertama perempuan di militer ini kelak akan menjadi salah satu tulang punggung angkatan bersenjata baru yang dibentuk setelah invasi AS.
Foto: picture-alliance/Bildarchiv
Berjilbab di Medan Perang
Dalam hal ini cuma penampilannya saja yang berubah. Sejak dibentuk kembali tahun 2001, militer Afghanistan kembali menerima perempuan. Khatol Mohammadzai bahkan menjadi perempuan pertama yang mencapai pangkat jendral bintang empat di Hindukush.