Ketika pelaku usaha merayakan berakhirnya pembatasan pandemi di Cina, analis meyakini pemulihan ekonomi di sana akan memicu masalah lain di dunia, termasuk mempercepat laju kenaikan inflasi.
Iklan
Dunia menghela napas ketika Cina melonggarkan pembatasan pandemi Corona yang kembali menggiatkan sentra produksi di dalam negeri. Keputusan itu dianggap sebagai kesediaan Beijing untuk meninggalkan kebijakan nol-Covid dan meminimalisir risiko infeksi tanpa pembatasan sosial.
Kebijakan restriktif yang ketat sempat membuat anjlok neraca impor Cina yang menukik 10,6 persen pada November silam, ketika nilai ekspor juga turun sebesar 8,7 persen. Menurut data yang diterbitkan pemerintah pekan lalu, aktivitas di sektor manufaktur juga berada di level terendah sejak pandemi, menyusul lockdown dan pembatasan logistik.
Pemimpin dunia usaha global sebabnya menyambut keterbukaan di Beijing. Langkah itu tidak hanya akan menggiatkan kembali perekonomian lokal, tetapi juga mengamankan rantai pasokan dan dengan begitu menopang pertumbuhan global
"Kinerja ekonomi Cina tidak hanya berpengaruh di Cina saja, tetapi juga bagi dunia perekonomian," kata Direktur Dana Moneter Internasional, Kristalina Georgieva, dalam sebuah jumpa pers di Huangshan.
Berakhirnya kebijakan nol-Covid "akan menghilangkan sejumlah ketidakpastian" yang menimpa dunia akibat pandemi, perang di Ukraina dan krisis iklim, imbuh Direktur Jendral Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), Ngozi Okonjo-Iweala, dalam kesempatan yang sama.
Meski analis meyakini pertumbuhan ekonomi Cina akan kokoh tahun depan, risiko infeksi juga akan meningkat menyusul normalisasi kehidupan publik, terutama di sekitar Tahun Baru Cina pada Januari, ketika sebagian besar warga akan berpergian.
Laju infeksi berakselerasi?
Ledakan angka penularan dikhawatirkan akan memicu kelangkaan tenaga kerja seperti yang dialami negara-negara Barat. "Akan ada kekacauan," kata Jeffrey Goldstein, konsultan bisnis di Shanghai. "Cina tertinggal selama tiga tahun. Apa yang akan terjadi di Cina sudah terjadi di negara lain di dunia," imbuhnya.
Asosiasi Produsen Otomotif Cina juga mewanti-wanti terhadap lonjakan kasus infeksi yang bisa memicu "dampak luar biasa" terhadap pasar otomotif tahun depan.
Pembukaan diprediksi akan dimulai secara hati-hati. Sebab itu pertumbuhan pesat ekonomi baru akan dicatat pada paruh kedua 2023, kata Nie Wen, ekonom di Hwabao Trust, lembaga keuangan yang belum lama ini memangkas prediksi pertumbuhan di kwartal pertama dari 5 persen menjadi hanya 3,5 persen.
Potret Pandemi COVID-19 dalam Seni Jalanan Internasional
Pandemi virus corona telah berlangsung sejak tahun 2020. Dari Wuhan hingga Meksiko, DW merangkum potret pandemi yang ditampilkan dalam seni jalanan di berbagai negara.
Foto: Getty Images/AFP/P. Pardo
Wuhan, Cina
Pada awal tahun 2020, epidemi itu menyebar ke seluruh pelosok Wuhan di Cina. Kemudian pada 11 Maret, WHO secara resmi mengumumkan wabah COVID-19 sebagai pandemi. Seni jalanan di kota Wuhan ini menggambarkan dua perawat yang mengenakan alat pelindung diri lengkap saat melawan virus corona.
Foto: Getty Images
Italia
Wabah corona melanda Italia hingga menyebabkan seluruh ranjang perawatan di rumah sakit terisi penuh. Seluruh negeri terdampak, pariwisata juga ditutup. Lukisan mengenai pandemi tergambar dengan indah di Roma, menampilkan dua kekasih yang menaati protokol kesehatan.
Foto: Andreas Solaro/AFP/Getty Images
Jerman
Pada saat wabah corona merebak di Jerman, tisu toilet menjadi komoditas yang habis diborong warga hingga toko-toko harus membatasi pembelian. Karya seni di Berlin yang dibuat oleh Eme Freethinker ini menggambarkan sosok Gollum dari "Lord of the Rings" yang sedang melihat Tupai Scrat dari "Ice Age" mencuri gulungan tisu toilet.
Foto: Maja Hitij/Getty Images
Meksiko
Seniman grafiti di seluruh dunia mengidolakan para perawat yang telah berjuang melawan wabah COVID-19. Dalam lukisan karya seniman urban Applez di Meksiko, figurnya seorang petugas kesehatan memakai masker berlogo Superman.
Foto: Getty Images/AFP/P. Pardo
Australia
Gambar yang menghargai jasa petugas kesehatan terpampang di sebuah lokasi di Melbourne, Australia. Grafiti itu dilukis untuk memperingati Hari Perawat Internasional pada 12 Mei 2020, yang dirayakan untuk menghormati Florence Nightingale, pendiri keperawatan modern Inggris yang lahir pada tanggal yang sama, 200 tahun lalu.
Foto: AFP/W. West
Skotlandia
Seorang pejalan kaki melewati lukisan jalanan di Glasgow, Skotlandia. Inggris memberlakukan pembatasan alias lockdown ketat pada Desember 2020 setelah varian baru virus corona yang sekarang disebut sebagai "varian Inggris", mulai menyebar dengan cepat.
Foto: Andy Buchanan/AFP/Getty Images
Yunani
Karya seni ini berada di samping sebuah rumah sakit di Thessaloniki, Yunani, sebuah tempat untuk merawat bagi tenaga medis, ketika pertama kali 14 orang dinyatakan positif terinfeksi virus corona SARS-Cov-2 pada musim panas 2020.
Foto: Sakis Mitrolidis/AFP/Getty Images
Senegal
Sejak tahun 2020, banyak dari kita yang mulai menerapkan tren pola hidup sehat. Anggota kelompok grafiti Senegal, RBS CREW melukisi dinding Universitas Cheikh Anta Diop di Dakar dengan grafiti yang menggambarkan seorang pria yang menekuk siku saat bersin, sebagai tindakan pencegahan terhadap penyebaran virus COVID-19.
Foto: Getty Images/AFP/Seyllou
India
Seorang warga India yang memakai masker berjalan melewati grafiti Buddha yang juga mengenakan masker bedah biru serupa. Pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama, yang tinggal di India utara, mendapat dosis pertama vaksin virus corona pada 6 Maret lalu dan mengimbau orang-orang untuk melakukan hal yang sama.
Foto: Getty Images/AFP/I. Mukherjee
Irlandia
Sebuah mural yang dibuat seniman Emma Blake, meniru lukisan terkenal "We Can Do It!". Dalam perang melawan virus corona, pertempuran terjadi di seluruh rumah sakit di dunia, sama seperti yang digambarkan dalam lukisan di Dublin, Irlandia.
Foto: Reuters/J. Cairnduff
New York, AS
Ketika mantan Presiden AS Donald Trump menjabat, dia sempat meremehkan bahaya virus corona. Sebuah mural yang mengejek mantan presiden tersebut dilukis oleh seniman jalanan Pure Genius di New York.
Foto: Timothy A. Clary/AFP/ Getty Images
Belanda
Seorang gadis memegang hati yang berwarna bendera Belanda, dilukis sebagai tanda harapan bagi mereka yang menderita akibat virus corona. Pada bulan Januari dan Februari lalu, bentrokan pecah antara polisi anti huru hara dan penduduk Belanda yang marah karena diberlakukannya lockdown.
Foto: picture-alliance/AP Photo/P. Dejong
Kenya
Warga Nairobi terlihat berjalan melewati lukisan virus corona yang tampak bertampang kejam. Saat ini Kenya mendistribusikan vaksin AstraZeneca, sehingga menjadikannya negara Afrika Timur pertama yang melaksanakan program vaksinasi massal. (ha/as)
Foto: Getty Images/AFP/S. Maina
13 foto1 | 13
Zhiwei Zhang, ekonom senior di Pinpoint Asset Management, memperkirakan "neraca ekspor yang lemah selama beberapa bulan ke depan menyusul pembukaan yang berliku bagi Cina," kata dia, sembari menambahkan bahwa Beijing harus mengandalkan pasar domestik selama 2023 karena lemahnya ekonomi global.
Iklan
Inflasi meningkat?
Sejumlah analis juga memperingatkan terhadap lonjakan angka inflasi menyusul pembukaan di Cina. Fenomena itu ditengarai mampu memperparah situasi inflasi di negara lain.
"Pembukaan yang berantakan dan lonjakan inflasi ketika perekonomian kembali aktif akan menjadi risiko terbesar bagi Cina," tulis Eastspring Investments dalam laporannya pekan ini.
Laporan itu mencatat, pemulihan di Cina akan mencuatkan harga bahan bakar di dunia, yang saat ini pun sudah mendorong laju inflasi di mana-mana. Sebabnya biaya hidup di banyak negara ditaksir akan terus meningkat.
Cina sejauh ini tergolong aman dari kenaikan harga barang sejak invasi Rusia ke Ukraina, Februari silam. Harga meningkat sebanyak 3 persen pada September silam dan kembali bertengger di kisaran 1,3 persen pada November. Angka tersebut tergolong kecil dibandingkan lonjakan harga di banyak negara Barat yang telah melampaui 10 persen.