1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiAsia

Pemulihan Krisis Tenaga Kerja di India Butuh Waktu Lama

18 September 2020

Ekonomi terus melemah dan kian marak PHK seiring terus bertambahnya kasus COVID-19 di India. Para ekonom dan akademisi berpendapat bahwa pemulihan akan memakan waktu yang lama.

Para pencari kerja di India
Foto: Reuters/D. Siddiqui

Pandemi corona yang melanda dunia telah memberikan dampak besar kepada para tenaga kerja di India. Menurut laporan terbaru Pusat Pemantauan Ekonomi India (CMIE), sebanyak 21 juta lahan pekerjaan berkurang dan bahkan hilang antara April dan Agustus 2020. Para ekonom berpendapat upaya pemulihan kondisi ini tidak mungkin terjadi dalam waktu yang cepat.

Berdasarkan laporan tersebut, pekerjaan yang hilang antara lain pekerjaan lintas sektor dan pekerjaan dengan keterampilan khusus, termasuk jasa, manufaktur dan industri, serta pekerjaan kantoran.

"Saya diminta cuti pada Mei selama pandemi karena tidak ada pekerjaan di sektor real estate. Sebulan kemudian, saya dipecat," kata seorang sales eksekutif, Rohit Kansal (27) kepada DW.

Perhotelan, penerbangan, media, hiburan, dan otomotif adalah beberapa sektor usaha yang paling banyak melakukan PHK.

"Saya harus punya keterampilan baru, meskipun keunggulan utama saya adalah bidang teknik. Gaji saya dikurangi dalam jumlah yang banyak, dan sekarang saya bekerja di departemen komunikasi,” kata Manas Kumar, seorang karyawan di sebuah perusahaan mobil, kepada DW.

Sektor informal juga tak luput dari hantaman pandemi COVID-19. Ribuan pedagang skala kecil dan pedagang asongan terpaksa menutup usaha mereka.

Ungkap rapuhnya ekonomi India

CMIE, sebuah lembaga think tank independen yang memiliki basis data terbesar perekonomian India, menyebut pelemahan ekonomi menekan anggaran pemerintah, karena pendapatan merosot dari proyeksi dan negara-negara bagian India tengah berjuang untuk membayar utang mereka.

Sepanjang April hingga Juni, pemerintah mengatakan bahwa PDB India terkontraksi sebesar 23,9% karena penutupan wilayah akibat virus corona yang membuat industri-industri utama berhenti beroperasi dan membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan.

Hasil konstruksi turun hingga 50%, begitu juga dengan produksi manufaktur hingga 40%. Ekonom dan akademisi menilai pandemi dan konsekuensi dari penerapan lockdown telah mengungkap lemahnya pasar kerja formal India, yang saat ini telah runtuh.

"Situasi ini benar-benar menyedihkan, karena dividen demografis kami, yang tidak pernah dieksploitasi dengan baik, sekarang menemui jalan buntu. Kondisi ini memiliki implikasi jangka panjang bagi India," ujar Mahesh Vyas, CEO CMIE kepada DW .

"Anak muda seharusnya mendapatkan pekerjaan, menggerakkan pertumbuhan ekonomi, dan menabung untuk jangka panjang. Semua itu tampak hilang," tambahnya. Dengan hampir 10 juta pemuda memasuki pasar kerja India setiap tahun, penurunan ini bukan pertanda baik bagi masa depan ekonomi mereka.

'Pengangguran terselubung'

Ekonom lain mengatakan jumlah pengangguran saat ini tidak termasuk jutaan orang yang bekerja di sektor pertanian.

Meskipun orang-orang ini secara resmi dihitung sebagai pekerja, hilangnya pendapatan dan daya beli bisa menjadikan mereka pengangguran yang "terselubung".

"Masalah penting di India adalah bahwa metodologi penghitungan lapangan kerja normal telah rusak di tengah pandemi," kata ekonom politik M K Venu kepada DW.

"Survei menunjukkan dari 520 juta tenaga kerja, hampir 35 hingga 40 persen (atau hampir 200 juta orang) mungkin menganggur tanpa pekerjaan, atau dipekerjakan tetapi mendapatkan 50 persen atau kurang dari gaji sebelumnya di pusat kota," paparnya.

"Ini adalah situasi yang aneh karena tingkat pengangguran resmi sekitar 8%, tetapi tidak memperhitungkan orang-orang yang mengaku bekerja tetapi dengan gaji setengah atau kurang."

Telah terjadi dalam tiga tahun terakhir

"Pemutusan hubungan kerja ini akan berlangsung lama. Pengangguran jauh lebih tinggi dari yang sebenarnya diproyeksikan dan rencana stimulus pemerintah tidak mengatasi masalah ini," kata ekonom buruh Praveen Jha kepada DW.

Pengangguran di India telah menjadi masalah sejak tahun 2017 silam, dengan presentase 6,1% -tertinggi dalam 45 tahun terakhir- berdasarkan survei lembaga Survei Sampel Nasional.

Pada saat itu, pengangguran dilaporkan lebih tinggi di kota dibandingkan di pedesaan, yang menunjukkan bahwa pekerjaan kantoran telah lesu di India setidaknya selama tiga tahun belakangan.

Pertumbuhan ekonomi India diprediksi akan terus terkontraksi karena penyebaran virus corona yang terus berlanjut sangat membebani permintaan dan menghambat peningkatan aktivitas ekonomi.

Ekonom buruh Santosh Mehrotra, mantan Ketua Pusat Studi Tenaga Kerja di Universitas Jawaharlal Nehru, mengatakan pemulihan sektor tenaga kerja ke tingkat pra-pandemi tidak akan terjadi setidaknya sampai tahun 2023-2024.

"Pandemi hanya memperburuk ekonomi yang lesu dan mempercepat kemerosotan," ungkap Mehrotra kepada DW. "Nasib sektor ketenagakerjaan akan mengerikan. Akan ada ketidakpastian yang sangat besar. Oleh karena itu, situasi pengangguran yang tinggi akan berlangsung selama bertahun-tahun," tambahnya.

Hingga berita ini diturunkan, kasus COVID-19 di India telah tercatat sedikitnya 5,1 juta kasus, dengan lebih dari 83 ribu kasus kematian.

rap/ha

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait