Uni Eropa tunjukkan keseragaman opini setelah parlemen Inggris membatalkan kesepakatan Brexit. Inggris harus memberikan alasan tepat jika ingin menunda keluar dari Uni Eropa.
Iklan
Para pimpinan Uni Eropa bersuara. Mereka menyayangkan penolakan kesepakatan Brexit, namun tetap tawarkan ide perpanjangan waktu untuk Brexit.
Reaksi UE
Kepala negosiasi UE, Michel Barnier mengatakan pertemuan di Brussel tidak menawarkan apa-apa dan UE harus terima kekacauan dari kemungkinan hengkangnya Inggris. "UE telah melakukan segala hal untuk membantu pencabutan kesepakatan tersebut”, cuit Barnier. "Permasalahan ini hanya bisa dibereskan di dalam #UK. Persiapan tanpa kesepakatan (´no-deal´) kami kini lebih penting dari sebelumnya”.
Komisioner UE untuk Hubungan Ekonomi dan Keuangan, Perpajakan dan Kepabeaan, Pierre Moscovisi mengatakan bahwa kesepakan yang ditolak itu merupakan "kesempatan terakhir" untuk Brexit. Sementara itu, otoritas UE terbilang siap dengan ketentuan kepabeaan jika nantinya tidak ada jalan keluar untuk kesepakatan dengan Inggris, "Inilah memang saatnya bagi Inggris mengutarakan yang mereka inginkan, mereka telah mengatakan yang mereka inginkan”, ujar Moscovici kepada stasiun televisi France 2.
Sebelum pemungutan suara, Presiden Komisi UE, Jean-Claude Junker sampaikan ke Inggris,"tidak akan ada kesempatan ketiga”. Ia menyampaikan bahwa kesempatan ketiga harus diajukan oleh ke-27 negara anggota UE lainnya dan harus dilaksanakan sebelum pemilihan anggota parlemen UE di bulan Mei.
Reaksi Jerman
Komisioner UE untuk Jerman, Günther Oettinger mengatakan harapannya agar Inggris menunda keluar dari Uni Eropa. "Kita lihat saja alasan yang diberikan dan kami akan mempelajarinya", kata Oettinger ke agensi pers Jerman. Oettinger menambahkan bahwa ia optimis bahwa London dan Brussel akan mencapai kesepakatan dengan hasil perpanjangan waktu bagi Brexit. "Selalu ada pergerakan di setiap parlemen, termasuk di British House of Common atau majelis rendah".
Ia juga menambahkan bahwa ia mendapat kesan makin banyak orang Inggris yang sadar akan besarnya kerugian yang didapat dari Brexit, "Hal ini masih bisa memicu munculnya keputusan-keputusan mengejutkan di Parlemen Inggris”.
Isu Kunci Dalam Perundingan Brexit
Negosiasi Brexit dimulai 19 Juni 2017. Pembicaraan akan berlangsung sampai tahun depan dan Inggris dijadwalkan resmi keluar dari Uni Eropa Maret 2019. Apa saja isu-isu kunci yang akan dibahas Inggris dan Uni Eropa?
Foto: Reuters/C. Kilcoyne
Akses pasar Uni Eropa (UE)
Apakah Inggris akan menuntut akses ke pasar tunggal Eropa? Bagi Uni Eropa, hal itu akan berarti terus membuka pintu bagi pergerakan tenaga kerja dari dan ke Inggris. Sebelum pemilu parlemen, PM Theresa May pernah menyatakan Inggris akan meninggalkan pasar tunggal Eropa.
Foto: Picture alliance/empics/A. Matthews
Hak-hak warga
Uni Eropa mengatakan, soal hak-hak warga Uni Eropa di Inggris tidak menjadi "prioritas utama" perundingan Brexit. Perunding UE Michel Barnier menyatakan, tidak akan ada diskusi sebelum semua negara anggota yakin, bahwa warga mereka di Inggris akan diperlakukan "baik dan manusiawi". Ada sekitar 3 juta warga UE di Inggris, sementara sekitar 1,1 juta keluarga Inggris tinggal di kawasan Uni Eropa.
Foto: Getty Images/AFP/C. Ratcliffe
Imigrasi
Theresa May berjanji mengendalikan imigrasi dari Eropa setelah Brexit. Namun, anggota parlemen Inggris khawatir, penurunan tajam dalam imigrasi akan menyebabkan kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor utama, termasuk perawatan kesehatan, sosial dan konstruksi. Brussels menegaskan bahwa Inggris harus terus menerima gerakan bebas warga jika ingin mempertahankan akses ke pasar tunggal.
Foto: picture alliance/PA Wire /S. Parsons
Keamanan
Tentu saja kerjasama keamanan yang sedang berlangsung antara Inggris dan UE ingin dipertahankan. Hal ini makin pentingnya dengan makin seringnya serangan teror. Namun, akses ke program seperti Europol akan bergantung pada kesediaan Inggris mematuhi aturan hukum Uni Eropa.
Foto: picture-alliance/dpa/o. Hoslet
Hukum Eropa
Theresa May pernah menyatakan akan mengakhiri yurisdiksi Mahkamah Eropa (ECJ) di Inggris. Namun, pemerintah Inggris belakangan memperlunak sikapnya. Artinya, perusahaan Inggris tetap bisa menyelaraskan peraturan yang mengatur mitra Eropanya. Sementara Brussel ingin agar ECJ menjamin perlakuan baik warganya yang ada di Inggris pasca Brexit.
Foto: Reuters/F. Lenoir
Perbatasan Irlandia
Topik Irlandia bisa jadi salah satu tema pembicaraan yang paling sensitif. Kedua pihak telah menyatakan keinginan untuk menghindari adanya 'perbatasan keras' antara Irlandia Utara dan Republik Irlandia seperti dulu. Namun karena hasil buruk pemilu, Theresa May terpaksa berkoalisi dengan partai nasionalis Irlandia DUP, yang sering bermasalah dengan Republik Irlandia. (Teks: David Martin /hp,ml)
Foto: Reuters/C. Kilcoyne
6 foto1 | 6
Deputi menteri Jerman untuk Eropa, Michael Roth mengatakan Inggris harus mengutarakan keinginannya kepada UE. "Kami sangat terbatas dengan apa yang masih bisa diupayakan", ujarnya kepada radio Deutschlandrundfunk. "Kami telah mengubah kesepakatan Brexit agar sesuai dengan Inggris… kami juga terbuka dan siap untuk berunding, tapi kami tidak mendapat gambaran yang jelas dari Inggris soal yang mereka inginkan, kecuali yang mereka tidak inginkan".
Menteri Luar Negeri Jerman, Heiko Maas mengatakan keinginan untuk Brexit makin menjadi setelah tidak adanya pemungutan suara. "Keputusan ini makin membawa kami pada skenario ´no-deal´”, katanya seraya menuduh Inggris telah menggadaikan warga negaranya yang baik juga perekonomian negara. "Sayangnya, saya hanya bisa sampaikan bahwa saat ini Jerman telah bersiap untuk kemungkinan terburuk”.
Menteri Ekonomi Jerman, Peter Altmaier berharap para anggota parlemen Inggris menghentikan keputusan ´no deal´ Brexit, hari Rabu (13/3). "Setelah perdebatan sengit dan pemungutan suara, hari ini bisa menjadi titik balik", cuit Altmaier. "Penolakan ´no-deal´ Brexit oleh mayoritas anggota antarpartai akan menyatukan jutaan orang di Inggris dan Eropa. Apapun yang kalian putuskan, semoga berhasil teman-temanku!"
Perhatian akan hal ini juga makin membesar dari kalangan pebisnis. "Ketidakjelasan yang berlarut-larut ini makin memperburuk ekonomi dan hubungan perdagangan", jelas Holger Bingmann, Presiden Federasi Perdagangan Internasional, Grosir dan Jasa (BGA). Kurang dari tiga minggu menuju kemungkinan batalnya Inggris keluar dari keanggotaan UE, pertanyaan-pertanyaan penting menyeruak seputar dokumen kepabeaan atau pendaftaran produk. Makin banyak perusahaan menghindari kontrak pemasokan jangka panjang. Para importir juga telah lama mencari sumber alternatif lain untuk tetap memperoleh keuntungan jika nantinya tidak ada lagi pemasok dari Inggris. "Permainan penantian ini tidak membuahkan pemenang", imbuh Bingmann.
Reaksi Prancis
"Prancis menyayangkan pemungutan suara hari ini", kata istana kepresidenan dalam sebuah pernyataan. Tapi kini, "di bawah ketidakjelasan situasi" kita bisa terima perpanjangan waktu untuk negosiasi tanpa alternatif.
Menteri Prancis untuk Hubungan Luar Negeri Eropa mengatakan lewat Twitter, ”UE telah memberikan segala kemungkinan yang meyakinkan untuk membatalkan kesepakatan. Kami telah sampai pada akhir negosiasi soal pembatalan karena kami harus melindungi kepentingan orang Eropa." "Solusi dari permasalahan ini hanya bisa ditemukan di London. Kalau dari kami, kami siap dengan semua skenario, termasuk keluarnya Inggris tanpa kesepakatan".
Negara UE Lainnya
Perdana Menteri Belanda mengatakan dalam banyak cuitan di Twitter: "Ini mengecewakan bahwa pemerintah Inggris tidak mampu meyakinkan mayoritas anggota kedua partai yang menyetujui Kesepakatan Pembatalan pada November lalu, bahkan setelah banyaknya bujukan dari UE. Sebuah solusi harus lahir di London”.
"Jika Inggris mengajukan alasan perpanjangan yang masuk akal, saya mengharapkan pertimbangan yang kredibel dan meyakinkan. #EU27 akan mempertimbangkan permohonan dengan memutuskannya sebagai keputusan bersama."
Perdana Menteri Denmark, Lars Lokke Rasmussen juga berkomentar di Twitter: "Terlepas dari penawaran-penawaran yang jelas dari UE terkait backstop, kami kini menghadapi skenario NoDeal Brexit yang kacau. Dan waktu kami hampir habis. Kami akan lebih berfokus pada persiapan NoDeal".
Menteri Irlandia untuk Hubungan Eropa Helen McEntee mengatakan skenario ´no-deal´ Brexit akan menjadi skenario yang merugikan semua orang. Dia menambahkan tarif no-deal tentunya akan menjadi bencana untuk pertanian dan perkebunan Irlandia. Inggris telah mengungkapkan rencana bebas tarif impor untuk 87 persen barang selama 12 bulan periode no-deal Brexit. Sentimen-sentimen sejenis telah dibagikan oleh banyak pimpinan Uni Eropa.
ga/na (dw)
Brexit: Tarik Ulur Politik Inggris Keluar Dari Uni Eropa
Inggris kejutkan dunia dengan hasil referendum 23 Juni 2016 yang sepakat keluar dari Uni Eropa. Mulailah rentang waktu penuh kisruh, tarik uluk dan adu kekuatan politik di Eropa terkait Brexit.
Foto: picture-alliance/empics/Y. Mok
Juni 2016: Kehendak Rakyat Inggris
Hasil referendum yang diumumkan 24 Juni 2016, hampir 52 persen dari pemilih setuju, Inggris keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron dari partai konservatif menerima "kehendak rakyat Inggris, dan mengundurkan diri sehari setelah referendum..
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rain
Juli 2016: Brexit berarti Brexit
Mantan Menteri Dalam Negeri, Theresa May gantikan posisi Cameron sebagai Perdana Menteri pada 11 Juli. Ia menjanjikan´Brexit berarti Brexit´. Sebelumnya, May diam-diam dukung kampanye Inggris tetap di Uni Eropa. Dia tidak secara jelas mengatakan kapan akan memulai pembicaraan diberlakukannya Pasal 50 Perjanjian Uni Eropa terkait masa dua tahun sebelum Inggris resmi keluar Uni Eropa.
Foto: Reuters/D. Lipinski
Maret 2017: Kami siap Berpisah
May tandatangani nota diplomatik untuk memulai Pasal 50, 29 Maret. Beberapa jam kemudian, Duta Besar Inggris untuk UE, Tim Barrow serahkan nota itu kepada Presiden Dewan Eropal, Donald Tusk. Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa 29 Maret 2019. Tusk merespon nota itu dengan komentar: “Kami sudah siap berpisah. Terima kasih dan selamat tinggal”.
Foto: picture alliance / Photoshot
Juni 2017: Perundingan Dimulai
Menteri Brexit, David Davis dan ketua jururunding UE, Michel Barnier memulai perundingan di Brussel pada 19 Juni. Perundingan pertama diakhiri dengan kesepakatan Inggris akan mematuhi aturan UE terkait sisa negosiasi. Tahap pertama membahas persyaratan keluarnya Inggris dan tahap kedua membahas hubungan UE dan Inggris pasca-Brexit.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com/W. Daboski
Juli – Oktober 2017: Uang, Hak-hak dan Irlandia
Tahap kedua perundingan dimulai dengan berfoto bersama tim Inggris yang terlihat tak siap. Perundingan gagal raih kemajuan terkait tiga masalah pasca-Brexit: Berapa banyak yang masih harus dibayar Inggris ke anggaran UE, bagaimana dengan hak warga negara UE dan Inggris dan apakah Inggris tetap dapat membuka perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara.
Foto: Getty Images/T.Charlier
November 2017: May Tunjukkan Kemajuan?
Kemajuan baru terlihat setelah putaran perundingan ke-6 di awal November. Inggris setuju untuk membayar 57 miliar Euro atau sekitar Rp 900 triliun sebagai “biaya perceraian”. Awalnya May hanya mau membayar 20 juta, padahal UE telah menghitung biayanya sebesar 60 juta Euro. Laporan konsensi Inggris ini memicu kemarahan di kalangan politikus dan media pro-Brexit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Desember 2017: Maju ke fase ke-2
Para pimpinan dari 27 anggota UE secara resmi menyetujui “kemajuan yang cukup” itu untuk diteruskan ke fase kedua: transisi periode pasca-Brexit dan masa depan hubungan perdagangan UE-Inggris. Perdana Menteri Theresa May mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan ini, sebaliknya Presiden Dewan Eropa, Tusk memperingatkan bahwa perindingan putaran kedua akan “sangat sulit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/dpa/O. Matthys
September 2018: Tidak ada ceri untuk Inggris
Proposal May tidak berjalan mulus. Pada pertemuan puncak di Salzburg akhir September, para pimpinan UE sampaikan kepada May bahwa proposalnya tidak dapat diterima. Presiden Dewan Eropa,Tusk menyindir May lewat Instagram dengan postingan foto mereka yang sedang melihat sepotong kue: “Sepotong kue barangkali? Maaf, tidak ada ceri”. Ini sindiran bahwa Inggris cuma mau keuntungan sepihak dari Eropa.
Foto: Reuters/P. Nicholls
November 2018: Kemajuan di Brussel
Para pimpinan UE dukung draft kesepakatan perceraian serta deklarasi politis soal hubungan pasca-Brexit setebal 585 halaman. Draft ini dikecam habis anggota parlemen yang pro maupun kontra Brexit dalam perdebatan di Parlemen Inggris beberapa minggu sebelumnya. Menteri Brexit, Dominic Raab bersama dengan beberapa menteri mencoba memicu mosi tidak percaya di bulai Mei.
Foto: Getty Images/AFP/E. Dunand
Desember 2019: May Lolos Dari Mosi Tidak Percaya
Menghadapi oposisi yang sulit, May menunda pemungutan suara di parlemen pada 10 Desember. Besoknya ia bertemu Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk mencari kepercayaan diri dalam meyakinkan para anggota parlemen yang skeptis kembali ke kesepakatan. Sementara ia pergi, anggota parlemen dari Partai Konservatif ajukan mosi tidak percaya. May menang mosi kepercayaan di hari berikutnya.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Januari 2019: Kesepakatan ditolak
Kesepakatan Brexit May, ditolak Parlemen Inggris dengan 432 suara dan hanya 202 suara mendukungnya. Sebagai respon hasil tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk sarankan agar Inggris tetap bertahan di Uni Eropa. Partai Buruh Inggris menyerukanmosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri. Ini adalah tantangan berat dalam kepemimpinan kedua May dalam bulan-bulan terakhir.