1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pemusnahan Senjata Kimia Suriah

Edith Koesoemawiria7 Oktober 2013

Menteri Luar Negeri AS John Kerry sambut penghancuran arsenal kimia Suriah. Menurut Kerry, pelaksanaan cepat ini adalah kredit bagi pemerintah Assad.

Foto: Reuters

"Ini merupakan awal yang bagus, dan kami harus menyambut awal yang bagus". Ungkap Menlu John Kerry di sela-sela pertemuan APEC, Senin (07/10/13) di Nusa Dua, Bali. „Kami berharap ini akan terus berlangsung“.

Dalam upaya pelucutan senjata Suriah, yang digagas oleh Rusia dan AS, tim inspektor internasional pada hari Minggu (06/10/13) menyaksikan pemusnahan awal senjata kimia di lokasi yang tidak disebutkan.

Suriah Musnahkan Sendiri Senjata

Rencana yang didukung oleh PBB itu menargetkan pemusnahan seluruh arsenal kimia Suriah hingga pertengahan 2014.

Langkah ini, telah menghindari serangan langsung Amerika Serikat terhadap Suriah, yang dituduh menggunakan racun sarin dalam serangan 21 Agustus 2013, yang menewaskan ratusan orang. Hingga kini pemerintah Assad dan kelompok pemberontak saling tuduh, soal siapa yang bertanggung jawab atas serangan.

Penetapan resolusi senjata kimia Suriah di PBB (27/09/13)Foto: Getty Images

Menurut anggota tim gabungan dari Organisasi untuk Pelarangan Senjata Kimia, OPCW, dari Den Haag dan PBB, pasukan Suriah telah memulai pemusnahan munisi, seperti hulu peluru kendali, bom udara dan unit-unit perlengkapan yang terkait dengan senjata kimia. Ditegaskannya,” tugas kami memonitor, memantau, memverifikasi dan melapor, sedangkan pemusnahan senjata dilakukan Suriah”.

Assad Masih Kuat

Meski tanpa senjata kimia itu, kekuatan militer Assad tetap lebih kuat daripada kekuatan kelompok pemberontak yang semakin terpecah belah. Banyak diantaranya yang bergabung pasukan garis keras Islamis.

Fungsi molekul racun sarin

Kelompok oposisi menginginkan konferensi perdamaian yang menghasilkan pemerintahan transisi yang berkekuasaan penuh, tanpa kesertaan Assad dan pendukungnya.

Sementara itu, dalam sebuah wawancara dengan majalah politik „Der Spiegel“, Assad menolak untuk bernegosiasi dengan pemberontak bersenjata. Dikatakannya, “Bagi saya, oposisi politik tidak menyandang senjata. Bila ada yang ingin meletakkan senjata dan kembali ke kehidupan sehari-hari, ini bisa dibicarakan.”

Belakangan utusan khusus PBB untuk Suriah, Lakhdar Brahimi mengatakan, konferensi itu belum tentu akan digelar pertengahan November di Jenewa.

Organisasi pemantau HAM yang bermarkas di Inggris memperingatkan adanya ancaman besar bagi kelompok minoritas Sunni. Sebuah desa bernama al Mitras di kawasan pesisir, saat ini tengah dikepung oleh kelompok Alawiyah yang loyalis dan milisi Kristen yang bekerja sama dengan pemerintahan Assad.

ek/ab (rtr,dpa,afp)