1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penahanan Suu Kyi Juga Langgar Hukum Birma

25 Maret 2009

Penahanan Aung San Suu Kyi oleh rezim militer Birma bukan cuma melanggar hukum internasional, tapi juga melanggar perundangan Birma sendiri. Demikian pernyataan Kelompok Kerja PBB untuk Penahanan Tak Sah.

Aung San Suu KyiFoto: AP

Kelompok Kerja untuk Penahanan Tidak Sah merupakan lembaga di bawah Dewan HAM PBB. Pernyataan ini muncul berdasarkan pengkajian yang diajukan Jared Genser, seorang tokoh kebebasan yang tinggal di Washington, yang juga merupakan salah satu penasihat hukum Aung San Suu Kyi.

Debbie Stothard, Ketua Altsean, organisasi yang mempromosikan perjuangan demokrasi di Birma menyadari, inti pernyataan itu bukan merupakan hal yang baru sama sekali. namun tetap sangat berarti.

Dikatakan Debbie Stothard: "Ini tentu merupakan perkembangan penting. Karena memberikan dasar yang lebih kuat secara moral dan hukum terhadap apa yang sebelumnya terus menerus disuarakan masyarakat dunia dan rakyat Birma sendiri. Bahwa Aung San Suu Kyi jarus dibebaskan. Ini juga mengingatkan masyarakat dunia bahwa penahanan itu bukan cuma salah secara moral tapi juga secara hukum. Bahkan hukum Birma sendiri. Ini merupakan pula suatu peringatan kepada rezim militer Birma, bahwa dunia terus mengawasi dan menilai mereka."

Aung San Suu Kyi adalah tokoh demokrasi Birma yang memenangkan Pemilu tahun 1990, namun dibatalkan oleh militer. Dan ia justru dipenjarakan. Sesekali dibebaskan, namun kembali ditahan. Status Suu Kyi diperingan menjadi tahanan rumah. Dan jika ditotal, pemenang Noberl Perdamaian ini berada dalam status tahanan selama lebih dari 13 tahun lamanya. Sebagai tahanan rumah, perlakuan Rezim militer terhadap Suu Kyi tidak lebih baik.

Kembali Debbie Stothard: "Sebagian besar orang beranggapan, Aung San Suu Kyi mengalami nasib lumayan karena cuma dikenakan tahanan rumah. Padahal ia bukan cuma dikungkung, tapi juga tidak berhak mendapat kunjungan, dan tidak diperbolehkan mendapat pemeriksaan dan perawatan dokter. Padahal layanan kesehatan ini merupakan sesuatu yang normal sekali bahkan untuk penjara dengan keamanan super ketat di negara lain."

Menurut Kelompok Kerja PBB Untuk Penahanan Tak Sah, dalam hukum Birma sendiri, khususnya Undang Undang Perlindungan tahun 1975, disebutkan bahwa penahanan tanpa tuduhan resmi hanya bisa dilakukan terhadap orang yang membahayakan keamanan negara. Dan menurut seorang pimpinan polisi Birma sendiri, keadaan di Birma justru akan lebih tenang jika Suu Kyi dibebaskan.

Debbie Stothard dari Altsean bahkan berpendapat, justru jika dibebaskan Aung San Suu Kyi akan membantu pemulihan Birma.

"Birma sekarang ini dalam keadaan hancur lebur. Ekonominya dilanda krisis hebat. Terjadi krisis politik yang luar biasa. Juga dari segi keamanan dan stabilitas. Muncul potensi peperangan baru dari wilayah-wilayah etnis yang memberontak, bahkan termasuk dari kelompok etnis yang sudah memberlakukan gencatan senjata. Pembebasan Aung San Suu Kyi akan meredakan ketegangan dan memperbaiki keadaan. Seterusnya, Aung Sann Suu Kyi harus dilibatkan dalam berbagai dialog untuk mencari pemecahan bagi berbagai persoalan yang melanda Birma".

Tetapi apakah pernyataan terbaru seperti yang dikeluarkan lembaga PBB ini akan mendorong pemerintah Birma membebaskan Aung San Suu Kyi? Pengacara Suu Kyi tak berharap muluk-muluk. Begitu juga para aktivis demokrasi Birma. Namun kata Debbie Stothart, setidaknya muncul momentum baru untuk memperjuangkan pembebasan Aung San Suu Kyi.

"Kami berharap pernyataan ini bisa mendorong para pemimpin dunia, khususnya pemerintah Cina, untuk meyakinkan pemerintah militer Burma, dan meningkatkan tekanan terhadap mereka agar segera membebaskan Aung Sann Suu Kyi."