Akankah Penahanan Presiden Yoon Akhiri Krisis di Korsel?
16 Januari 2025Sebanyak 3.000 petugas kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi, CIO, dikerahkan untuk menahan Presiden Yoon Suk Yeol di kediaman resminya di ibu kota Seoul, Rabu (15/1) pagi. Sudah sejak beberapa pekan, dia mengurung diri di istana di bawah pengawalan pasukan pengamanan presiden.
Upaya penangkapan kedua oleh CIO berhasil, setelah Presiden Yoon bersurat via kuasa hukumnya, dan mengaku siap ditahan demi "mencegah pertumpahan darah," di antara dinas keamanan.
Dia membantah telah melakukan makar dan mengklaim akibat penahanannya "supremasi hukum telah ambruk sepenuhnya."
Analis meyakini, penangkapan Yoon tidak serta merta akan mengakhiri krisis politik di Korea Selatan.
Krisis di dalam negeri
"Kita seakan naik "rollercoaster" setiap hari sejak tanggal 3 Desember. Meski sebagian besar warga Korea melanjutkan kehidupan normal seakan tidak terjadi apapun, mereka merasa kedua barisan politik sama buruknya," kata Kim Sang-woo, bekas politisi Kongres untuk Politik Baru yang berhaluan kiri.
Pemakzulan Yoon oleh parlemen saat ini masih diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi.
Dia juga menghadapi dakwaan menyebabkan pertikaian sipil dengan memberlakukan darurat militer. Dakwaan tersebut terutama dituntut oleh kelompok oposisi Partai Demokrat.
"Ada banyak kebingungan dalam prosesnya," kata Kim kepada DW. "Pengacara Yoon bersikeras bahwa CIO tidak memiliki kewenangan hukum untuk menyelidiki presiden." Menurutnya, CIO memanfaatkan celah hukum warisan dari pemerintahan Partai Demokrat yang pada periode sebelumnya mengalihkan wewenang penyelidikan kepada polisi."
Mampukah Yoon bertahan di istana?
Kim mengantisipasi, jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Yoon tidak dapat dimakzulkan, dia akan bebas untuk melanjutkan perannya sebagai presiden. Meski begitu, kepresidenan Yoon sudah sangat tidak populer di kalangan publik yang menurut jajak pendapat lebih dari 60% mendukung pemakzulan.
Jika pengadilan mengesahkan pemakzulan, dia harus mengundurkan diri demi membuka jalan bagi pemilihan umum dalam waktu dua bulan.
Kontroversi yang menaungi Yoon tidak lantas melambungkan dukungan bagi oposisi. Kim menunjukkan bahwa pemimpin Partai Demokrat Lee Jae-myung hanya memiliki tingkat dukungan publik sekitar 32%. Menurutnya, rendahnya elektabilitas Lee bersumber pada empat kasus hukum dan sebuah kasus korupsi.
Sebaliknya, elektabilitas Yoon secara mengejutkan berkisar tinggi di angka 30 persen. Jika Partai Kekuatan Rakyat, PPP, mampu menggantikan Yoon dengan tokoh konservatif karismatik "yang objektif dan merangkul ide-ide untuk masa depan bangsa, maka memenangkan pemilihan mungkin tidak semudah yang diasumsikan Lee dan Partai Demokrat," kata Kim.
Mason Richey, seorang profesor politik dan hubungan internasional di Universitas Studi Luar Negeri Hankuk di Seoul mengatakan, "perspektif orang awam mungkin adalah bahwa Yoon mencoba memenangkan kasus hukumnya melalui cara-cara politik" dan dengan strategi yang sangat mirip dengan Donald Trump di AS. "Dia mencoba mendelegitimasi proses tersebut daripada melawan gugatan hukum, meskipun tampaknya bukti yang memberatkannya kuat, dan saya tidak berpikir itu akan berhasil," katanya kepada DW.
Warga tuntut stabilitas
Richey menambahkan bahwa ada rasa antipati yang luas di kalangan warga Korea Selatan terhadap elit politik.
"Menurut saya, rata-rata warga Korea hanya berharap mereka dapat mengikat Yoon dan Lee ke badan roket dan menerbangkan mereka berdua ke matahari," kata Richey. "Mereka hanya ingin para pemimpin menjalankan pemerintahan dengan lebih baik dan lebih jujur."
"Orang-orang merasa lega karena tidak ada bentrokan kekerasan antara pasukan pengawal presiden dan CIO demi reputasi internasional, tetapi juga karena ini membawa kita selangkah lebih dekat ke akhir seluruh drama ini," katanya.
"Orang-orang ingin terus maju menuju masa depan daripada terlibat dalam ketidakpastian politik yang lebih besar."
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris