Penangkaran Penyu Selamatkan Nafkah Nelayan di Bengkulu
22 Oktober 2021Penangkaran Penyu Alun Utara di Desa Pekik Nyaring, Kabupaten Bengkulu Tengah, jaraknya hanya 15-20 menit dari pusat Kota Bengkulu. Akses yang cukup mudah, dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau empat, membuat tempat ini tidak asing lagi bagi masyarakat lokal.
Bagi nelayan setempat, keberadaan penangkaran ini ternyata mempermudah mereka mengais rejeki. Kini, mereka tidak perlu lagi jauh-jauh mencari ikan. Cukup melaut 500 meter, sudah bisa dapat ikan banyak, kata salah satu nelayan. Bagaimana bisa?
Penangkaran penyu yang berdiri di atas lahan hibah seluas 20x20 meter ini beroperasi sejak 2016. Ada satu bangunan utama yang diisi 4 kolam penyu. Satu pendopo sebagai tempat bersantai jika ada pengujung yang datang.
Semua ini adalah ide warga setempat bernama Zulkarnedi, 52. Awalnya ia menangkar penyu di rumahnya yang tidak jauh dari pantai Sungai Hitam. Saat itu ia membuat 5 sarang untuk indukan penyu. Setiap sarang berisi hingga 100 butir telur. Biasanya, 90% telur menetas dan menjadi tukik, atau anak-anak penyu.
Hari-hari Zulkarnedi kebanyakan dihabiskan di penangkaran. Sejumlah pemuda setempat yang tergabung dalam Kelompok Pelestari Penyu Alun Utara juga ikut membantu. Mulai dari menetaskan telur penyu, merawat tukik, dan melepaskannya lagi ke lautan. Termasuk melayani sejumlah pengunjung yang ingin belajar tentang penyu. Semaunya ia lakukan dengan sukarela. Tanpa berharap bayaran maupun gaji.
Ketika disambangi pada pertengahan Oktober, tampak hanya satu kolam yang terisi tukik. Itu pun jumlahnya tidak banyak lagi. Masa penyu mendarat dan bertelur telah usai. Kini, ia hanya menunggu satu sarang telur yang ditemukan awal September lalu untuk menetas. Diperkirakan 5 November mendatang telur-telur itu akan menetas. Setelah itu penangkaran kosong.
"Biasanya awal Januari ada yang mendarat. Tapi tidak banyak. Umumnya penyu mendarat untuk bertelur di bulan Mei, Juni dan Juli," kata Zulkarnedi kepada DW Indonesia.
Tukik dilepas, kembali 20 tahun lagi
Untuk menetaskan telur penyu, Zulkarnedi membuat petak-petak berisi pasir pantai yang cukup padat. Setiap petak punya penanda. Mulai dari tanggal pertama kali telur dieramkan, prediksi telur penyu menetas, hingga ke jenis penyu apa yang akan menetas. Secara keseluruhan, butuh waktu sekitar 55 hingga 60 hari untuk menetaskan telur menjadi tukik. Kondisi suhu juga harus bagus, yakni 32 derajat Celsius.
"Bila cuacanya bagus dan airnya teduh, tukik baru bisa kami lepaskan ke laut. Namun jika sedang terjadi pertemuan air muara dan laut atau cuaca buruk, kami tidak melepaskan tukik. Tukik akan mati. Tukik tidak bisa bercampur dengan air muara," lanjutnya.
Setiap tukik yang dilepas tidak pernah kembali lagi, kata Zulkarnedi. Siklus kembalinya membutuhkan waktu yang lama hingga 20 tahun. "Kembali lagi ke sini ketika sudah besar, tempurungnya kadang sudah berlumut," lanjutnya.
Ada empat jenis penyu yang di penangkaran Alun Utara. Yakni penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia midas) dan penyu tempayan (Caretta caretta). Namun, sepanjang tahun 2021 hanya ada 2 jenis penyu yang mendarat untuk bertelur, penyu sisik dan lekang. Umumnya penyu yang mendarat di pantai Sungai Hitam sudah berumur lebih dari 20 tahun. Ini terlihat dari bentuk fisik yang lebih besar dan berat.
Sementara menurut laman internet Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia memang adalah salah satu tempat bertelur 6 dari 7 penyu di dunia. Ini karena perairan Indonesia menjadi rute perpindahan (migrasi) penyu laut di persimpangan Samudera Pasifik dan Hindia.
Sering berinteraksi dengan penyu membuat Zulkarnedi dapat mengenali jenis penyu berdasarkan bentuk telurnya. Penyu lekang memiliki ukuran telur sedikit kecil, tekstur kesat dan berwarna sedikit putih bila dibandingkan dengan penyu yang lain.
"Telur penyu tempayang warnanya lebih jernih dan putih, penyu sisik memiliki ukuran paling kecil diantara telur penyu yang lain. Sementara penyu hijau, ukuran telurnya paling besar," paparnya.
Untuk membedakan mana penyu jantan dan betina, Zulkarnedi melihat dari jumlah kuku yang ada di sepanjang lengan penyu. "Kalau penyu jantan kukunya banyak, lebih dari tiga. Kalau penyu betina kukunya sedikit. Termasuk kalau ada ekornya itu penyu jantan," ungkapnya.
Lepas banyak tukik, dapat banyak ikan
Dulu, Zulkarnedi hanyalah nelayan biasa. Kesehariannya mencari ikan di laut dan menjadi pengumpul telur penyu untuk dijual. Harga satu butir telur penyu yang dibeli dari penemu bisanya Rp 5.000-Rp 8.000. Lalu telur dijual kembali Rp 10.000-Rp 12.000 per butir.
Awalnya, ia tidak tahu jika telur penyu dilarang untuk diperjualbelikan. Setelah mendapatkan informasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, kesadarannya mulai timbul. "Sekarang saya membeli telur penyu yang ditemukan bukan untuk dijual. Namun untuk ditetaskan kembali menjadi tukik," katanya.
Hingga saat ini sudah tak terhitung lagi berapa banyak tukik yang sudah dilepaskan Zulkarnedi. "Rasanya sudah 10.000 lebih, untuk tahun ini saja sampai 1.300-an," singkatnya.
Zulkarnedi yang saat itu menjadi ketua kelompok nelayan setempat merasa prihatin dengan kondisi pantai yang mengalami abrasi akibat penggalian pasir. Dari beberapa diskusi yang sering ia ikuti, ia sadar akan pentingnya keberadaan penyu dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Penyu dan ikan ternyata memiliki pola simbiosis dan ikan-ikan diketahui gemar berkumpul di sekitaran penyu. Dengan demikian, banyaknya penyu di lautan mempermudah nelayan dalam mencari ikan. Semakin banyak melepas tukik ke laut, maka semakin banyak ikan yang didapat, kata Zulkarnedi.
Tidak jauh dari tempatnya melepas tukik, ada salah satu karang yang tadinya tidak punya nama, tapi ikannya banyak karena banyak penyu di sana, kata Zulkarnedi. "Jadi kami beri nama Karang Katung. Nelayan saat ini bila melaut tidak perlu terlalu jauh. Cukup 500 meter saja, ikannya sudah banyak," lanjutnya, sambil menerangkan bahwa katung adalah sebutan warga setempat untuk penyu.
Membangun kesadaran untuk melestarikan penyu memang tidak mudah. Nelayan yang menemukan telur penyu masih sering meminta tebusan uang untuk ditukar dengan telur itu. Tak jarang, Zulkarnedi meronggoh kocek sendiri.
"Ya, namanya rezeki orang," katanya. Lagi-lagi, tanpa mengeluh. (ae)