1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penarikan pernyataan Berlusconi / Jerman akhiri aksi bantuan di Aceh / Perompakan di Selat Malaka

18 Maret 2005

Penarikan pernyataan PM Silvio Berlusconi tentang rencana penarikan pasukan Italia dari Irak ; berakhirnya bantuan kemanusiaan Bundeswehr Jerman di Aceh , dan perompakan di Selat Malaka, merupakan tema sorotan harian-harian Eropa

PM Italia Silvio Berlusconi
PM Italia Silvio BerlusconiFoto: AP

Pernyataan Berlusconi yang kemudian ditarik kembali ditanggapi dengan sinis, bahkan oleh beberapa analis dianggap sebagai semacam siasat untuk memperoleh popularitas di dalam negeri .

Harian Perancis L’Indépendant du Midi berkomentar:

Presiden Bush Kamis (18/3) menyatakan, ia tidak meragukan solidaritas di dalam koalisi multinasional. Jadi, untuk apa sebenarnya sandiwara memalukan Berlusconi? Tiga minggu menjelang pemilihan regional, Berlusconi rupanya berusaha mencari popularitas di dalam negeri, yang masih dihinggapi shock atas kematian agen dinas intelijen Nicola Calipari, pembebas sandera Giuliana Sgrena. Siasat itu diperuntukkan bagi publik di dalam negeri. Namun dapat membawa dampak sebaliknya , dari apa yang diharapkan dari pemilihan umum.

Setelah bertugas 10 minggu di Aceh, kontingen pasukan Jerman - Bundeswehr - mengakhiri missi kemanusiaannya. Dalam sebuah upacara hari Kamis (18 /3) Rumahsakit Umum di Banda Aceh diserahkan kepada pihak Indonesia. Pada hari yang sama, kapal logistik "Berlin" meninggalkan Aceh.

Harian Frankfurter Allgemeine Zeitung mengulas:

Warga Aceh gelisah dan marah dengan adanya berbagai peraturan baru dari Jakarta mengenai batas waktu bagi tugas organisasi-organisasi bantuan. Peraturan yang membingungkan para sukarelawan , oleh veteran NGO asal Jerman Rupert Neudeck disebutnya sebagai skandal.

Setelah Malaysia menyatakan akan melakukan segala upaya untuk melawan serangan perompakan di Selat Malaka, kini Jepang juga mempertimbangkan untuk mengerahkan kapal-kapal perangnya, mengingat semakin meningkatnya aksi perompakan . Harian Frankfurter Allgemeine Zeitung menulis:

Aksi perompakan di Selat Malaka menimbulkan keresahan , dan kekhawatiran dapat terjadinya serangan teroris dengan kapal tanker terhadap sebuah pelabuhan, seperti Singapura misalnya. Juga karena lebih dari seperempat produk dagang global serta sebagian besar impor minyak ke Asia Utara diangkut dengan kapal melalui selat tsb. Bahwa dua bulan setelah bencana tsunami , jarang terjadi aksi perompakan, menimbulkan harapan, bahwa gelombang maut telah menghancurkan infrastruktur para perompak. Harapan itu pupus. Kini diduga para perompak , antara lain para pembrontak GAM juga dicurigai sebagai pelaku perompakan, yang harus menghentikan aksinya selama banyak kapal perang asing berada di perairan tsb , kini membutuhkan uang untuk membeli perlengkapan dan senjata baru. Daniel Tan, Direktur Perhimpunan Perkapalan Singapura, mengkritik Indonesia, Malaysia dan Singapura tidak sanggup mengkoordinasi patroli bersama.