Wapres AS Mike Pence menyatakan, Korea Utara adalah ancaman terbesar dan mendesak bagi perdamaian dan keaman Asia-Pasifik. Itu disampaikannya di USS Ronald Reagan, yang sedang berada di Teluk Tokyo.
Iklan
Wakil Presiden AS Mike Pence juga memperingatkan Korea Utara untuk tidak memprovokasi AS dan kemampuan militernya. Ia menyatakan di atas USS Ronald Reagan hari Rabu ini, negaranya akan memberikan reaksi "mengejutkan dan efektif" jika Korea Utara menggunakan senjata baik konvensional maupun senjata nuklir.
Pence menegaskan, pemerintah AS di bawah Donald Trump akan terus "berupaya keras" untuk bekerjasama dengan sekutu seperti Jepang dan Cina, juga dengan kekuatan global lainnya untuk menggunakan tekanan ekonomi dan diplomatik atas Pyongyang.
Tapi iWapres AS itu juga menyatakan kepada tentara di atas kapal induk USS Ronald Reagan bahwa kesiagaan adalah hal terpenting saat ini. Kapal perang AS tersebut sedang berada di pangkalan militer AS di Teluk Tokyo. Sebelumnya, Pence juga mengadakan pembicaraan dengan PM Jepang, Shinzo Abe.
AS sokong keamanan di kawasan Laut Cina Selatan
Dalam kesempatan itu, Pence juga menyatakan, AS menghormati hubungan dengan negara-negara di sekitar Samudera Pasifik dan siap menjaga keamanan menggunakan kawasan Laut Cina Selatan. Belakangan ini Cina berusaha mengklaim kuasa atas sebagian besar kawasan laut yang strategis penting tersebut.
Bersama Menteri Pertahanan Jim Mattis, Mike Pence menyatakan, peluncuran roket balistik yang dilakukan Korea Utara beberapa pekan lalu adalah tindakan provokasi yang ugal-ugalan. Kepada sekutu-sekutu AS di Asia, kedua politisi menjamin negara mereka bersedia bekerjasama untuk mencapai pelucutan senjata nuklir secara damai di kawasan Semenanjung Korea.
Senin lalu ketika berkunjung ke zona demiliterisasi antara Korea Utara dan Selatan, Mike Pence sudah menyatakan, "era kesabaran strategis AS sudah berakhir."
Gertakan Militer Trump
Belum lama memangku jabatan sebagai presiden AS, tapi Donald Trump sudah lancarkan sejumlah aksi militer riskan. Bagaimana dampaknya pada perdamaian global?
Foto: picture-alliance/AP Photo/J. Locher
Tomahawk Buat Assad
Trump kerap tabuh genderang perang dan lontarkan ancaman opsi militer lewat pesan pendek twitter. Aksi nyata baru dilakukan awal April 2017 dengan serangan peluru kendali Tomahawk ke pangkalan angkatan udara Suriah. Pemicunya tuduhan bahwa pasukan Al Assad lancarkan serangan gas beracun ke kawasan yang dikuasai pemberontak Suriah dan tewaskan 80 warga sipil.
Foto: picture-alliance/AP Images/US Navy/F. Williams
Rusia dan Iran Disasar
Sasaran sebetulnya dari serangan rudal Tomahawk itu adalah Rusia dan Iran. Moskow yang jadi sekutu erat rezim di Damaskus hendak ditekan untuk menceraikan Bashar al Assad. Rusia dan Iran balik meminta pengusutan independen terkait kasus serangan gas beracun di kubu pemberontak itu.
Foto: Reuters/S. Karpukhin
Korea Utara Digertak
Serangan rudal ke Suriah juga disebut untuk membuat jera rezim Korea Utara. Sebagai gertakan tambahan, Trump memerintahkan armada pemukul Carl Vinson mengubah haluan ke perairan Korea. Jawaban dari Pyongyang cukup tegas, jika diserang negara komunis itu akan membalas tanpa ampun, bahkan dengan senjata atom.
Foto: picture-alliance/Zumapress/M. Brown
Manuver dengan Korea Selatan
Gertakan AS ditambah dengan latihan pengerahan logistik perang bersama Korea Selatan. Latihan Militer ini diikuti 50 kapal perang, ratusan kendaraan berat dan lebih 7000 serdadu. Sebelumnya Washington juga mengirim sistem penangkis rudal THAAD ke Korsel, yang memicu kemarahan Cina.
Foto: Reuters/U.S. Department of Defense/Missile Defense Agency
Induk Semua Bom buat ISIS
Belum lagi konflik mereda, Trump perintahkan aksi militer menghebohkan. Yakni melancarkan pemboman dengan“Induk Semua Bom“ atau MOAB yang merupkan bom non-nuklir terkuat ke sarang Islamic State –ISIS di Afghanistan. Tujuannya menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah milik ISIS. Korban tewas lebih 100 anggota militan.
Foto: picture-alliance/DoD/Newscom
Siapkan Bom Atom?
Kini militer AS juga mulai menguji coba bom atom versi terbaru dari tipe B61-12. Disebutkan, bom seberat 350 kg itu punya daya ledak 10 kali lipat bom non-nuklir terbesar MOAB. Apakah AS juga akan mengerahkan bom atom sebagai gertakan militer? Apakah Trump berani memicu perang atom? Semua diamati dengan tegang. Foto: rudal di armada Carl Vinson. Ed:as/ap(dari berbagai sumber)
Foto: picture-alliance/AP Photo/Hasan Jamali
6 foto1 | 6
Peran Cina dalam konflik Korea Utara
Saat Pence melakukan lawatan ke Asia, Menteri Pertahanan Jim Mattis mengadakan kunjungan di Timur Tengah. Berkaitan dengan masalah senjata nuklir Korea Utara, Mattis memuji peran pemerintah Cina, yang juga ikut berusaha "mengontrol."
Retorika antara Korea Utara dan AS memanas awal April, setelah Presiden AS Donald Trump alam sebuah wawancara menyatakan, jika perlu AS bersedia mengambil tindakan sendirian,, untuk mengatasi ancaman dari Korea Utara.
Setelah melontarkan pernyataan itu, Trump bertemu dengan Presiden Cina Xi Jinping. Setelah pertemuan, Trump memuji Beijing yang disebutnya bekerjasama erat dengan Washington dalam mencari solusi masalah korea Utara.
ml/as (afp, rtr, dpa)
Berkunjung ke Perbatasan Cina-Korea Utara
Di tepi sungai Yalu terletak Cina, di tepi seberangnya, Korea Utara. Ini sudah lama jadi daya tarik turis. Dari segi ekonomi kawasan ini juga seharusnya makmur. Tapi tidak ada perkembangan.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Jembatan Menuju Kehampaan
Salah satu atraksi wisata di kota Dandong di tepi sungai Yalu Cina adalah sebuah jembatan tua. Jembatan ini dihancurkan AS ketika perang Korea. Di bagian Korea Utara sisanya sudah dibongkar, tapi di bagian Cina, dijadikan monumen. Beberapa meter di dekatnya berdiri jembatan lain yang jadi tempat lalulintas barang.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Perhentian Mendadak
Bagian jembatan Yalu yang rusak direnovasi dan dibuka bagi wisatawan. Jembatan baru dibiayai sepenuhnya oleh Cina, dan memakan biaya 350 juta US Dolar. Untuk menggunakannya, orang harus bayar. Tapi sampai sekarang belum digunakan, karena di bagian Korea Utara, jembatan terhenti di lahan pertanian.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Rencana Besar Tanpa Pelaksanaan
Di tepian Yalu yang masuk wilayah Korea Utara, berlokasi kota Sinuiju. Populasinya sekitar 400.000 orang. Kota itu jadi poros lalu lintas penting. Sinuju punya pelabuhan sendiri sejak lebih dari 100 tahun. Dan sekarang sedang dibangun jalur kereta api dan jalan tol ke Pyongyang. Ini akan sangat mendukung lalulintas di kawasan perbatasan.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Korea Utara Yang Bisa Disentuh
Bagi wisatawan di wilayah Cina, sangat menarik jika bisa mengintip sedikit ke Korea Utara yang tertutup. Misalnya melihat cara petani bekerja, yang bisa dilihat pada foto ini yang diambil di Sinuiju.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Melihat Lebih Dekat Lewat Lensa
Cara lainnya, melihat Korea Utara lewat teropong. Tarifnya hanya beberapa Yuan. Itulah "bisnis" kecil dan kreatif seorang pria Cina. Lewat teropong, Korea Utara tampak sangat dekat.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Menjual Cindera Mata
Ingin mengenang kunjungan ke perbatasan dengan Korea Utara? Pedagang Cina menawarkan dagangannya di sini, di mana orang sekalian bisa memandang ke Korea Utara.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Merasakan Korea Utara Lewat Kuliner
Pengaruh Korea Utara di kota Dandong bisa dirasakan di mana-mana. Korea Utara punya banyak restoran di sini. Pemasukan pajak dari restoran juga mengalir ke kantung pemerintah di Pyongyang.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Hubungan Mendingin
Sejak uji coba nuklir keempat Januari 2016, hubungan Korea Utara dan Cina memburuk. Beijing juga mendukung sanksi-sanksi PBB terhadap Korea Utara, berbeda dengan sebelumnya. Sebagai reaksi atas tes roket terakhir oleh Korea Utara, Cina menghentikan impor batu bara dari negara tetangganya itu.
Foto: Reuters/D. Sagolj
Motor Ekonomi Yang Terseok-Seok
Sebenarnya Cina dan Korea Utara ingin memperluas hubungan di kawasan perbatasan. Tapi menurut hasil riset tim Reuters, saat ini tidak ada kemajuan. Apartemen mewah di Dandong ini sudah selesai dibangun, tapi bangunan lain banyak yang belum selesai. Dan zona ekonomi istimewa sampai sekarang belum dibuka. Penulis: Esther Felden (ml/as)