Penculikan dan Pemerkosaan Anak di Daerah Konflik Meningkat
22 Juni 2021
Sebuah laporan baru PBB mengatakan telah terjadi peningkatan drastis dalam penculikan dan pemerkosaan anak, serta bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya di berbagai wilayah konflik sepanjang tahun 2020.
Laporan yang ditandatangani Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres tersebut membahas tentang pembunuhan, penganiayaan, dan pelecehan seksual terhadap anak-anak, perekrutan atau penculikan, serta serangan terhadap sekolah dan rumah sakit.
"Pelanggaran dengan pertumbuhan eksponensial terbesar pada tahun 2020 adalah penculikan sebesar 90% dan pemerkosaan dan bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya yang naik 70%," kata perwakilan khusus PBB untuk anak-anak dan konflik bersenjata, Virginia Gamba.
Laporan tersebut mendokumentasikan kekerasan terhadap sedikitnya 19.379 anak dalam 21 konflik. Sebanyak 8.521 anak-anak dimanfaatkan sebagai tentara di berbagai zona konflik tahun lalu, sementara 2.674 anak tewas dan 5.748 terluka, kata laporan itu.
Lebih lanjut laporan mengungkapkan bahwa negara-negara seperti Somalia, Republik Demokratik Kongo, Afganistan, Suriah, dan Yaman menyumbang pelanggaran terbanyak yang dilakukan terhadap anak-anak dari Januari hingga Desember 2020.
Kekerasan dan Pelecehan Anak di Madrasah Senegal
Banyak keluarga di Senegal mengirim anaknya ke madrasah agar anaknya belajar agama dengan baik. Tetapi anak-anak sering mengalami eksploitasi dan pelecehan, tanpa pengawasan pihak berwenang maupun dari keluarga.
Foto: Reuters/Z. Bensemra
Dipaksa mengemis
Seorang siswa madrasah mengemis di depan sebuah hotel di kota Saint-Louis di Senegal. Beberapa organisasi hak asasi manusia mengatakan bahwa para siswa sering hidup dalam kondisi yang buruk. Guru-guru mereka sering memaksa mereka mengemis di jalanan, dan dipukuli jika pulang tidak membawa uang cukup. Akibatnya, beberapa anak lari dari sekolah.
Foto: Reuters/Z. Bensemra
Eksploitasi dan kekerasan
"Saya tidak boleh mengunjungi orang tua saya sampai selesai sekolah," kata Suleiman, 10 tahun. "Dari mengemis, saya harus membawa pulang 200 franc (4800 Rupiah) sehari untuk guru, kalau tidak saya akan dipukuli. Seringkali saya tidak bisa mengumpulkan sebanyak itu." Tidak ada perlindungan bagi anak-anak yang melarikan diri dari madrasah. Mereka sering menjadi anak jalanan.
Foto: Reuters/Z. Bensemra
Tidak banyak pilihan
Moussa membawa seember air untuk mandi di tempat penampungan anak sebuah organisasi yang membantu anak jalanan. "Orang tua saya tahu bahwa saya dipaksa memberikan uang kepada guru, tetapi mereka bisa melakukan apa pun," katanya. "Aku tidak suka mengemis, tapi aku dipaksa. Aku dipukuli kalau pulang tidak membawa uang cukup."
Foto: Reuters/Z. Bensemra
Memecah tabu
Kekerasan dan pelecehan anak di madrasah di masa lalu tabu untuk dibicarakan di Senegal. Namun berkat kampanye pendidikan dan perdebatan tentang kondisi di madrasah, pada awal 2016 Presiden Macky Sall memerintahkan penangkapan para guru yang memaksa siswanya mengemis. 300 anak bisa diselamatkan dari jalanan oleh program ini.
Foto: Reuters/Z. Bensemra
Pelecehan seksual dan pemerkosaan
Issa Kouyate, pendiri Maison de la Gare, menangis mendengar cerita siswa madrasah yang berusia 8 tahun. Dia lari dari madrasah dan akhirnya diperkosa beberapa kali pada malam hari oleh remaja di jalanan. Kouyate membawanya ke rumah bantuan. "Mendengar cerita seperti itu mengerikan, bahkan jika Anda mendengarnya sepuluh atau lima belas kali," kata Kouyate.
Foto: Reuters/Z. Bensemra
Jadi pemulung sampah
Ngorsek, 13 tahun, menjadi pemulung sampah di Saint-Louis. "Saya lari dari sekolah karena saya tidak tahan lagi. Guru memperlakukan saya buruk sekali dan memukuli saya. Saya tidak tahan." Banyak orangtua tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya di madrasah. Menurut organisasi hak asasi Human Rights Watch, lebih dari 100.000 anak di Senegal dipaksa mengemis di jalanan.
Foto: Reuters/Z. Bensemra
Belajar beladiri
"Saya belajar karate untuk membela diri," kata Demba yang berusia delapan tahun. Seorang guru memaksanya untuk menghabiskan sepanjang malam di jalanan meminta uang. Pagi berikutnya dia dirampok oleh seorang pria mabuk. Di Maison de la Gare disediakan dengan makanan, air, dan obat-obatan. Selain karate, mereka dapat belajar olahraga dan bahasa Inggris lainnya. (hp/vlz)
Foto: Reuters/Z. Bensemra
7 foto1 | 7
Myanmar masuk daftar hitam
Laporan tersebut juga memuat daftar hitam yang bertujuan mempermalukan pihak-pihak yang berkonflik dalam upaya untuk menekan mereka agar menegakkan langkah-langkah perlindungan anak.
Organisasi HAM Human Rights Watch mengkritik PBB karena tidak memasukkan Israel dan Arab Saudi dalam daftar hitam tersebut atas tindakan mereka terhadap anak-anak, meskipun dugaan pelanggaran didokumentasikan dalam laporan itu sendiri.
Direktur Advokasi Hak-hak Anak HRW, Jo Becker menyebut PBB "membiarkan pihak-pihak berperang terlibat dalam kematian dan melukai anak-anak."
Israel tidak pernah dimasukkan ke dalam daftar, sementara koalisi militer yang dipimpin Saudi pada tahun ini keluar dari daftar hitam tersebut setelah bertahun-tahun sebelumnya masuk karena diduga membunuh dan melukai anak-anak di Yaman. Sedikitnya 194 anak-anak tewas atau dilukai di sana.
Para diplomat kerap mengatakan bahwa baik Arab Saudi dan Israel telah menerapkan tekanan dalam upaya untuk tidak masuk daftar hitam.