PM baru Inggris Keir Starmer tampaknya akan mendorong penataan kembali hubungan Inggris dan Uni Eropa yang berantakan setelah Brexit. Namun, Inggris tetap akan berada di luar Uni Eropa.
Iklan
Keir Starmer, 61 tahun, adalah salah satu politisi yang dulu menentang Brexit dalam referendum tahun 2016. Sekarang dia menjadi pemimpin Inggris yang harus menata kembali hubungan dagang negara itu dengan Uni Eropa (UE).
"Ada banyak hal yang belum dia sebutkan dan perlu ditangani,” kata Dimitri Zenghelis, ekonom dan pakar Brexit di London School of Economics, kepada DW. "Ini akan menjadi jauh lebih sulit” bagi Keir Starmer, ketika dia harus menumbuhkan perekonomian Inggris setelah berada di luar pasar tunggal Uni Eropa, tambahnya.
Keir Starmer sendiri menahan diri dan tidak membahas dampak Brexit selama kampanyenya menjelang pemilu. Tapi dia berhasil menjaring suara dari pemilih kubu konservatif yang kesal dengan partai mereka atas berbagai krisis yang terjadi, antara lain antrean panjang untuk pemeriksaan kesehatan dasar dan tingginya biaya hidup.
UK poverty lurks behind glittering facade of election
03:06
Tekanan akan meningkat bagi Partai Buruh
"Setelah negara itu terjerumus ke dalam krisis ekonomi, kaum konservatif menyerahkan vas porselan ini kepada Starmer," kata Mike Galsworthy, ketua Gerakan Eropa Inggris, yang berkampanye untuk hubungan yang lebih baik dengan UE.
Iklan
"Itulah mengapa dia tidak mengungkit Brexit,” tambahnya, menyiratkan bahwa Keir Starmer ketika itu tidak ingin mengangkat isu yang bisa menjadi bumerang dan merugikan peluangnya dalam pemilu. Namun Galsworthy percaya bahwa tekanan dari dunia usaha dan sektor ekonomi akan menguat.
"Partai Buruh mungkin telah menetapkan garis merah,” kata Galsworthy mengacu pada penolakan eksplisit untuk bergabung kembali dengan Uni Eropa, "tetapi posisi ini akan mendapat tekanan dari berbagai kelompok ketika orang-orang meminta solusi dan standar hidup yang lebih tinggi.”
Banyak yang myakini bahwa penyesuaian kembali dengan UE sangat penting bagi Inggris untuk meningkatkan perekonomian. Meskipun ada berbagai evalusai mengenai tingkat kerusakan yang disebabkan oleh Brexit, tidak ada perselisihan bahwa Brexit telah meningkatkan hambatan dan biaya untuk bisnis Inggris, dan mengurangi perdagangan antara Inggris dan Uni Eropa.
Menurut institut penelitian ekonomi Inggris, National Institute of Economic and Social Research, sejak Brexit perekonomian Inggris telah turun sebesar 2-3%, dan dampaknya diperkirakan akan meningkat menjadi minus 5-6% pada tahun 2035.
Brexit: Tarik Ulur Politik Inggris Keluar Dari Uni Eropa
Inggris kejutkan dunia dengan hasil referendum 23 Juni 2016 yang sepakat keluar dari Uni Eropa. Mulailah rentang waktu penuh kisruh, tarik uluk dan adu kekuatan politik di Eropa terkait Brexit.
Foto: picture-alliance/empics/Y. Mok
Juni 2016: Kehendak Rakyat Inggris
Hasil referendum yang diumumkan 24 Juni 2016, hampir 52 persen dari pemilih setuju, Inggris keluar dari Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris saat itu, David Cameron dari partai konservatif menerima "kehendak rakyat Inggris, dan mengundurkan diri sehari setelah referendum..
Foto: picture-alliance/dpa/A. Rain
Juli 2016: Brexit berarti Brexit
Mantan Menteri Dalam Negeri, Theresa May gantikan posisi Cameron sebagai Perdana Menteri pada 11 Juli. Ia menjanjikan´Brexit berarti Brexit´. Sebelumnya, May diam-diam dukung kampanye Inggris tetap di Uni Eropa. Dia tidak secara jelas mengatakan kapan akan memulai pembicaraan diberlakukannya Pasal 50 Perjanjian Uni Eropa terkait masa dua tahun sebelum Inggris resmi keluar Uni Eropa.
Foto: Reuters/D. Lipinski
Maret 2017: Kami siap Berpisah
May tandatangani nota diplomatik untuk memulai Pasal 50, 29 Maret. Beberapa jam kemudian, Duta Besar Inggris untuk UE, Tim Barrow serahkan nota itu kepada Presiden Dewan Eropal, Donald Tusk. Inggris dijadwalkan keluar dari Uni Eropa 29 Maret 2019. Tusk merespon nota itu dengan komentar: “Kami sudah siap berpisah. Terima kasih dan selamat tinggal”.
Foto: picture alliance / Photoshot
Juni 2017: Perundingan Dimulai
Menteri Brexit, David Davis dan ketua jururunding UE, Michel Barnier memulai perundingan di Brussel pada 19 Juni. Perundingan pertama diakhiri dengan kesepakatan Inggris akan mematuhi aturan UE terkait sisa negosiasi. Tahap pertama membahas persyaratan keluarnya Inggris dan tahap kedua membahas hubungan UE dan Inggris pasca-Brexit.
Foto: picture alliance/ZUMAPRESS.com/W. Daboski
Juli – Oktober 2017: Uang, Hak-hak dan Irlandia
Tahap kedua perundingan dimulai dengan berfoto bersama tim Inggris yang terlihat tak siap. Perundingan gagal raih kemajuan terkait tiga masalah pasca-Brexit: Berapa banyak yang masih harus dibayar Inggris ke anggaran UE, bagaimana dengan hak warga negara UE dan Inggris dan apakah Inggris tetap dapat membuka perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara.
Foto: Getty Images/T.Charlier
November 2017: May Tunjukkan Kemajuan?
Kemajuan baru terlihat setelah putaran perundingan ke-6 di awal November. Inggris setuju untuk membayar 57 miliar Euro atau sekitar Rp 900 triliun sebagai “biaya perceraian”. Awalnya May hanya mau membayar 20 juta, padahal UE telah menghitung biayanya sebesar 60 juta Euro. Laporan konsensi Inggris ini memicu kemarahan di kalangan politikus dan media pro-Brexit.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Hoppe
Desember 2017: Maju ke fase ke-2
Para pimpinan dari 27 anggota UE secara resmi menyetujui “kemajuan yang cukup” itu untuk diteruskan ke fase kedua: transisi periode pasca-Brexit dan masa depan hubungan perdagangan UE-Inggris. Perdana Menteri Theresa May mengungkapkan kegembiraannya atas keputusan ini, sebaliknya Presiden Dewan Eropa, Tusk memperingatkan bahwa perindingan putaran kedua akan “sangat sulit.
Foto: picture-alliance/AP Photo/dpa/O. Matthys
September 2018: Tidak ada ceri untuk Inggris
Proposal May tidak berjalan mulus. Pada pertemuan puncak di Salzburg akhir September, para pimpinan UE sampaikan kepada May bahwa proposalnya tidak dapat diterima. Presiden Dewan Eropa,Tusk menyindir May lewat Instagram dengan postingan foto mereka yang sedang melihat sepotong kue: “Sepotong kue barangkali? Maaf, tidak ada ceri”. Ini sindiran bahwa Inggris cuma mau keuntungan sepihak dari Eropa.
Foto: Reuters/P. Nicholls
November 2018: Kemajuan di Brussel
Para pimpinan UE dukung draft kesepakatan perceraian serta deklarasi politis soal hubungan pasca-Brexit setebal 585 halaman. Draft ini dikecam habis anggota parlemen yang pro maupun kontra Brexit dalam perdebatan di Parlemen Inggris beberapa minggu sebelumnya. Menteri Brexit, Dominic Raab bersama dengan beberapa menteri mencoba memicu mosi tidak percaya di bulai Mei.
Foto: Getty Images/AFP/E. Dunand
Desember 2019: May Lolos Dari Mosi Tidak Percaya
Menghadapi oposisi yang sulit, May menunda pemungutan suara di parlemen pada 10 Desember. Besoknya ia bertemu Kanselir Jerman, Angela Merkel untuk mencari kepercayaan diri dalam meyakinkan para anggota parlemen yang skeptis kembali ke kesepakatan. Sementara ia pergi, anggota parlemen dari Partai Konservatif ajukan mosi tidak percaya. May menang mosi kepercayaan di hari berikutnya.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Januari 2019: Kesepakatan ditolak
Kesepakatan Brexit May, ditolak Parlemen Inggris dengan 432 suara dan hanya 202 suara mendukungnya. Sebagai respon hasil tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk sarankan agar Inggris tetap bertahan di Uni Eropa. Partai Buruh Inggris menyerukanmosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri. Ini adalah tantangan berat dalam kepemimpinan kedua May dalam bulan-bulan terakhir.
Foto: Reuters
11 foto1 | 11
Meningkatkan perdagangan dengan UE
"Meninggalkan UE telah menjadikan penjualan barang dan jasa kami di seluruh Selat Inggris menjadi lebih mahal dan birokratis,” kata Shevaun Haviland, direktur jenderal Kamar Dagang Inggris, pada konferensi tahunan kelompok lobi yang mewakili ribuan bisnis Inggris. "Kita harus berhenti berjalan di atas telur dan mulai menceritakan apa yang terjadi," tegasnya.
Tapi Anand Menon, profesor politik Eropa di King's College London dan direktur lembaga pemikir Changing Europe, mengatakan "tidak akan ada perombakan besar-besaran" terhadap hubungan yang ada. "Dia hanya menginginkan sedikit hal," katanya tentang Starmer.
Melanie Vogelbach, kepala kebijakan ekonomi internasional di Kamar Dagang dan Industri Jerman, mengatakan UE dan Inggris harus bekerja sama karena "perbedaan peraturan antara Inggris dan UE” akan terus menciptakan hambatan perdagangan baru.
Sebuah sumber di industri Eropa yang menolak disebut namanya mengatakan kepada DW, UE tidak akan menawarkan konsesi besar-besaran kepada Inggris. "Inggris tidak dapat menikmati manfaat dari pasar tunggal, jika mereka tidak berada di dalamnya. Karena ini bisa menjadi preseden buruk, dan di perhimpunan dengan 27 negara anggota, itu tidak baik," katanya.