1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanJerman

Strategi Baru Jerman Hadapi Pandemi COVID-19

Kay-Alexander Scholz
16 Desember 2021

Menteri Kesehatan Karl Lauterbach mengumumkan bahwa pemerintah Jerman meningkatkan segala upaya dalam melawan pandemi COVID-19, meskipun tidak ada jaminan bisa melewatinya dengan mudah.

Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach
Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach yakin bisa mengendalikan pandemi COVID-19Foto: Michele Tantussi/REUTERS

Pada Minggu (12/12), Menteri Kesehatan Jerman yang baru Karl Lauterbach menjelaskan strategi menghadapi pendemi COVID-19 dalam acara bincang-bincang televisi "Anne Will".

Adapun langkah yang akan diambil pemerintahan baru Jerman, meliputi upaya memecahkan gelombang varian Delta dengan pembatasan kontak, memberikan suntikan booster untuk melindungi masyarakat terhadap varian Omicron, dan mempercepat pengembangan vaksin yang lebih cocok untuk memerangi varian baru.

Lauterbach berjanji akan melibatkan ilmuwan dalam setiap pengambilan keputusan politik. Tidak seperti  pendahulunya, Jens Spahn, yang tidak memiliki latar belakang medis, Lauterbach adalah seorang dokter dan ahli epidemiologi terkenal yang mengajar di Harvard, Amerika Serikat.

Lauterbach menjadi anggota parlemen untuk Partai Sosial Demokrat (SPD) sejak tahun 2005 dan meraih kursinya di parlemen dengan selisih suara yang besar dalam pemilihan umum September lalu.

Selama pandemi, ia mengeluarkan banyak pernyataan sehingga memiliki banyak pengikut di media sosial. Prediksinya tentang penyebaran dan upaya untuk mengantisipasi penyebaran virus terbukti akurat. Keahliannya membuat banyak orang Jerman memilihnya menjadi menteri kesehatan.

Menteri Kesehatan Jerman Karl Lauterbach tidak selalu sepakat dengan pendahulunya, Jens SpahnFoto: Stefanie Loos/AFP/Getty Images

Namun, menggabungkan peran sebagai menteri dan influencer di media sosial tidak mudah. Mengacu pada studi baru dari Inggris, Lauterbach mengatakan kepada 700.000 pengikut Twitter-nya: "Vaksinasi booster dini tampaknya masuk akal, mungkin perlu."

Ruprecht Polenz, dari Partai Kristen Demokrat (CDU), partai terkemuka di pemerintahan mantan Kanselir Angela Merkel yang saat ini menjadi oposisi, menanggapi: "Saya tidak yakin apakah cara komunikasi ini cocok untuk menteri kesehatan. Apa artinya dengan tepat mengatakan bahwa vaksinasi booster dini 'mungkin diperlukan'?"

Tim baru penanganan COVID-19

Panel pakar ilmiah yang baru dibentuk Kanselir Jerman Olaf Scholz telah mengadakan pertemuan pertamanya yang bertujuan untuk menyatukan pandangan para ilmuwan dan politisi.

Ke-19 anggota panel terdiri dari para ahli di bidang virologi, imunologi, dan kedokteran pada umumnya, serta pakar etika dan psikologi. Pimpinan dua organisasi pusat, yakni Institut Robert Koch (RKI) dan Komite Tetap Vaksinasi Jerman (STIKO) juga masuk dalam tim tersebut.

Pertemuan direncanakan seminggu sekali. Tujuannya agar "lebih banyak berdiskusi, menerima kritik, dan transparansi." Harapannya sebelum Natal dapat diambil kesimpulan, sehingga dapat diketahui kejelasan lebih lanjut tentang dampak varian Omicron.

Lauterbach dengan tegas menekankan bahwa keputusan politik akan dibuat oleh para politisi, bukan oleh dewan. Mengikuti jejak Presiden Frank Walter Steinmeier, ia menyerukan pelajaran yang bisa dipetik dari pandemi, dengan meminta para politisi untuk membuat keputusan dan memastikan mereka dilegitimasi secara demokratis.

Dalam diskusi panel pada November lalu, Lauterbach menekankan bahwa "penting bagi politisi untuk mengungkapkan ahli mana yang mereka libatkan dalam pengambilan keputusan, fakta dan penilaian apa yang mereka perhitungkan, ketidakpastian dan ketidakamanan apa yang ada."

Tidak mudah bagi tim baru penanganan COVID-19 untuk sepakat satu suara. Anggotanya, Hendrik Streeck dan Christian Drosten, dua ahli virologi paling populer di Jerman sering menyatakan pendapat yang bertentangan tentang pengendalian pandemi.

Selain panel ahli, juga akan ada satuan tugas baru, sebagai upaya untuk menyatukan perwakilan dari pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam mengkoordinasikan tindakan bersama.

Jerman hadapi kekurangan vaksin

Di tahun 2022, proses vaksinasi mungkin menemui hambatan. Lauterbach mengumumkan pekan ini "persediaan" vaksin tidak cukup, karenanya ia telah memesan vaksin untuk tiga bulan pertama di tahun 2022.

Menurut laporan media, ada 60 juta dosis yang dibutuhkan. Lauterbach berjanji akan bernegosiasi dengan produsen untuk mengamankan pasokan tambahan. Namun, jika itu tidak berhasil, akan sulit untuk menerapkan mandat vaksinasi wajib bagi staf rumah sakit dan panti jompo pada Maret 2022, terlebih untuk vaksinasi masal.

Tingkat vaksinasi Jerman saat ini berkisar 70 persen. Pembatasan ketat untuk mereka yang tidak divaksinasi pun diberlakukan, seperti akses ke acara budaya dan olahraga.

Vaksinasi juga sudah tersedia untuk anak-anak dari usia 5 tahun. Namun, Lauterbach mengatakan itu tidak cukup. Tidak seperti pendahulunya, Lauterbach  mendorong vaksinasi massal.

Tantangan struktural

Menteri Kesehatan Jerman memiliki kekuasaan yang terbatas. Seperti di Amerika Serikat dan sangat kontras dengan Prancis, pembuatan undang-undang berada di tangan 16 negara bagian. Kebijakan kesehatan menjadi kebijakan negara bagian, sama seperti kebijakan pendidikan, kepolisian, dan budaya.

Lauterbach akan menemukan tantangan untuk mengimplementasikan berbagai rencana. Fakta bahwa banyak rumah sakit telah berjuang untuk mengatasi peningkatan jumlah pasien selama gelombang keempat pandemi saat ini telah menyoroti masalah struktural yang lebih luas.

Selama bertahun-tahun, kebijakan kesehatan dihadapkan pada pemotongan anggaran. Kini pemerintahan baru ingin membalikkan tren tersebut. Ini adalah "tanda harapan bahwa akan ada akhir dari perubahan struktural yang menyakitkan," kata Gerald Gass, Kepala Asosiasi Rumah Sakit Jerman yang mewakili lebih dari 1.900 rumah sakit di seluruh negeri.

(bh/ha)

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait