Dukungan kelompok militan di Asia, seperti di Filipina, serta banyaknya simpatisan dari Asia yang bergabung Islamic State, dianggap mejadi pertanda baru bahwa kelompok radikal Timur Tengah merangkul Asia.
Iklan
Lebih dari 100 orang dari Asia Tenggara - Indonesia, Malaysia dan Filipina selatan -- diyakini para pejabat keamanan dan analis bergabung dengan Islamic State di Irak dan Suriah. Militan Malaysia dan Indonesia telah membentuk unit berbahasa Melayu dalam kelompok IS di Suriah, demikian menurut laporan kelompok keamanan.
Samuel Locklear, yang memimpin Komando Pasifik Amerika Serikat mengatakan sekitar 1.000 orang dari India hingga Pasifik mungkin telah bergabung dengan Islamic State (IS) untuk berperang di Suriah atau Irak. Namun tak disebutkan nama-nama negaranya atau waktu keberangkatannya.
Sumpah setia pada IS
Komando Pasifik Amerika Serikat yang bermarkas di Hawaii meliputi 36 negara, termasuk Australia, Cina dan negara lainnya di Pasifik. Namun Pakistan tak termasuk di dalamnya.
Bukan Jumlah Anggota yang Jadikan IS Kuat
Melihat aksi Islamic State, banyak orang heran tentang bagaimana kelompok jihad kecil itu bisa merajalela.
Foto: picture alliance / AP Photo
Kekuatan IS kecil
Kelompok jihadi itu masih relatif merupakan kekuatan kecil dan kekuatannya tidak terletak dalam jumlah. Berikut alasan yang diidentifikasi oleh para ahli militer mengenai kenapa IS sukses.
Foto: Imago/Xinhua
Punya senjata baru
Islamic State menggunakan peralatan militer yang mereka rebut dari para musuh yang mereka taklukkan, termasuk tank-tank, Humvees, rudal dan berbagai senjata berat lainnya. Sejumlah perlengkapan, sebagian besar buatan Amerika, yang ditinggal kabur pasukan Irak yang melarikan diri ketika para jihadis meluncurkan serangan pertama mereka lebih dari dua bulan lalu, telah mengubah kemampuan IS.
Foto: picture alliance/AP Photo
Pengalaman Suriah
IS telah lama memiliki pijakan di Irak – yang bahkan menjadi tempat inkarnasi pertama kelahiran kelompok itu pada 2004 – namun apa yang membuat mereka kuat seperti hari ini adalah berkat pertempuran di negara tetangga Suriah. Mereka telah memerangi rezim Suriah dan kelompok pemberontak saingannya sejak 2011, kelihatan tidak takut mati dan mengadopsi taktik yang sangat agresif.
Foto: picture alliance/AP Photo
Memilih perang dengan cerdik
IS telah memilih perang dengan kecerdikan yang tajam, mefokuskan diri pada wilayah-wilayah Sunni di mana mereka bisa mendapatkan dukungan, infrastruktur-infrastruktur kunci atau tempat-tempat yang tidak dijaga dengan baik, serta pada saat bersamaan menghindari kekalahan yang tidak perlu untuk tetap memelihara momentum dan kesatuan di dalam organisasi.
Foto: Reuters
Propaganda efektif
IS menggunakan faktor ketakutan untuk menaklukkan seluruh kota tanpa perlawanan. Mereka menggunggah berbagai foto mengerikan orang-orang yang dipenggal dan dimutilasi, untuk merekrut dan meradikalisasi anak muda dan pada saat bersamaan membuat musuh ketakutan.
Foto: picture-alliance/dpa
Musuh yang lemah
Satu-satunya faktor tunggal terbesar yang membuat para jihadis itu kelihatan kuat adalah lemahnya para lawan mereka. “Angkatan bersenjata Kurdi relatif baik menurut standar Irak, tapi mereka betul-betul prajurit infantri yang “ringan”. Mereka yang berpengalaman memerangi Saddam Hussein telah pergi dan digantikan oleh orang-orang yang lebih muda,” kata Cordesman, mantan pejabat pertahanan AS.
Foto: Reuters
6 foto1 | 6
Analis keamanan mengatakan, di kawasan itu, ribuan orang bersumpah setia pada IS, ketika kelompok-kelompok militan lokal itu mendapat dorongan lewat video online kekerasan dan seruan jihad melalui media sosial.
Kelompok militan Filipina 'Abu Sayyaf ‘ yang pernah mengklaim memiliki hubungan dengan jaringan Al Qaida juga telah menunjukan dukungan pada Islamic State. Ketika menculik seorang warga Jerman, April tahun lalu, Abu Sayyaf, menuntut agar Jerman menghentikan dukungannya terhadap kampanye pemboman Amerika Serikat yang diluncurkan terhadap IS.
Kelompok Muslim minoritas ini mendiami pulau-pulau selatan Filipina. Wilayah ini adalah lokasi pemberontakan yang sudah sekian lama dilakukan dilakukan oleh kelompok Muslim lokal terhadap pemerintahan di Manila.
Kelompok Abu Sayyaf juga disebut-sebut bertanggungjawab pada serangan militan terburuk di Filipina, tenggelamnya feri di Teluk Manila pada tahun 2004 yang menewaskan 100 –an orang. Namun aktivitas kelompok ini telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, seiring meninggalnya para pemimpin puncak , baik karena terbunuh atau terlalu tua.