1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pendiri BioNTech Dianugerahi Penghargaan Kedokteran Jerman

22 September 2021

Jutaan orang di seluruh dunia telah disuntik vaksin BioNTech-Pfizer untuk melawan virus COVID-19. Tiga ilmuwan BioNTech menerima penghargaan tertinggi untuk bidang kedokteran di Jerman atas peran mereka,.

Pendiri BioNTech, Ügur Sahin (kiri) dan Özlem Türeci (kanan)
Pendiri BioNTech, Ügur Sahin (kiri) dan Özlem Türeci (kanan)Foto: Abdulhamid Hosbas/AA/picture alliance

Tiga ilmuwan dari perusahaan bioteknologi Jerman yang memproduksi vaksin COVID-19, BioNTech, dianugerahi penghargaan medis paling bergengsi di Jerman.

"Ugur Sahin, Özlem Türeci, dan Katalin Kariko dianugerahi Penghargaan Paul Ehrlich dan Ludwig Darmstaedter Tahun 2022 untuk visi dan ketekunan mereka dalam pengembangan RNA sebagai prinsip terapi," kata Thomas Boehm, ketua Yayasan Paul Ehrlich.

Boehm lebih lanjut mengatakan, kerja sama yang baik antara ketiga ilmuwan tersebut menjadi faktor kesuksesan mereka.

Awalnya pengembangan RNA yang mereka lakukan ditujukan untuk pengobatan baru kanker.

"Bayangkan jika Anda dapat mengindividualisasikan terapi untuk setiap pasien kanker, berdasarkan karakteristik genetik dari tumor masing-masing. Bayangkan jika terapi kanker individual ini dapat direproduksi, diproduksi tepat waktu dan dengan biaya rendah. Kami ingin mengubah paradigma perawatan bagi pasien kanker di seluruh dunia," jelas Sahin di situs BioNTech.

Bekerja dengan RNA

Sahin dan istrinya Türeci, mendirikan BioNTech, yang berkantor pusat di kota Mainz, Jerman, pada tahun 2008. BioNTech telah lama berfokus pada pengembangan teknologi RNA. Ketika BioNTech didirikan, sebagian besar ilmuwan yang bekerja di sana adalah spesialisasi peneliti DNA.

"DNA bertahan hampir selamanya, jika tidak, Anda tidak akan bisa membaca DNA manusia prasejarah dari tulang mereka," kata Boehm. "Permasalahan pada RNA adalah bahwa itu adalah molekul yang sangat tidak stabil dan karena itu tampaknya tidak cocok sebagai agen aktif."

Karena waktu paruh RNA yang pendek, suatu organisme dapat bereaksi dengan cepat terhadap kondisi yang berubah dan menyesuaikan program genetik yang sesuai. Apa yang menguntungkan dalam organisme menyebabkan masalah dalam aplikasi terapeutik. Untuk menghasilkan vaksin yang efektif berdasarkan messenger RNA (mRNA), para peneliti harus memikirkan cara untuk mengatasi hal tersebut.

"Siasatnya adalah dengan mengemas RNA ini di dalam tetesan lemak di liposom. Dengan cara ini, RNA yang tidak stabil disimpan seolah-olah dalam kantong plastik dan dilindungi dari enzim yang akan menyerang dan menghancurkannya," jelas Boehm. Dia menambahkan, cara ini memungkinkan RNA diangkut dengan aman ke dalam sel yang memicu respons imunitas pada organisme.

Mengembangkan vaksin dalam waktu singkat

Ketika pandemi COVID-19 mulai merebak pada awal tahun 2020, Sahin dan Türeci memfokuskan pekerjaan mereka untuk menemukan vaksin yang dapat berfungsi  melawan infeksi virus yang sebelumnya tidak diketahui ini. Pada saat itu, mungkin tidak ada orang yang percaya BioNTech hanya membutuhkan waktu kurang dari satu tahun untuk mengembangkan vaksin mRNA yang efektif.

Pertama, para ilmuwan harus mencari tahu seperti apa informasi genetik virus corona baru tersebut.

"Bagaimana RNA harus dikemas sudah diketahui pada saat itu, sehingga para ilmuwan dapat menghasilkan molekul RNA yang sesuai untuk produksi vaksin RNA dalam beberapa minggu. Ini adalah keuntungan utama dari vaksin RNA. Vaksin dapat diproduksi dalam jumlah besar dalam waktu singkat," kata Boehm.

Keberhasilan BioNTech dan para pendirinya dalam memproduksi vaksin COVID-19 pun menorehkan sejarah dalam dunia medis. Tepat sebelum Natal tahun lalu, BioNTech, bersama dengan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS), Pfizer, menerima legalisasi dari Uni Eropa atas vaksin yang mereka produksi.

Namun, penelitian kanker tetap menjadi bagian besar dari pekerjaan BioNTech. Dengan keberhasilan tersebut, mereka sekarang memiliki dana yang diperlukan untuk penelitian besar ini.

Awalnya BioNTech fokus terhadap pengembangan RNA untuk pengobatan kankerFoto: Colourbox

Sebuah upaya kolektif

Sahin sendiri telah berulang kali menekankan, ini bukan hanya kesuksesan pribadinya, tetapi juga kesuksesan banyak ilmuwan dan peneliti. Termasuk penerima penghargaan ketiga, Katalin Kariko. Kariko adalah seorang ahli biokimia dengan spesialisasi penelitian mRNA. Dia terus melakukan penelitian tentang ini, bahkan ketika penelitian DNA mendominasi pada tahun 1990-an.

Peneliti RNA, Katalin KarikoFoto: MHamiltonVisuals

Karena ketidakstabilannya, penggunaan RNA tampaknya tidak realistis dan proyek terkait hampir tidak didanai atau tidak didanai sama sekali. Kariko berulang kali mengalami kurangnya pemahaman dan sedikit pengakuan, tetapi dia bertahan dalam penelitiannya tentang peran materi pembawa pesan mRNA.

Kariko, yang bergabung dengan BioNTech pada tahun 2013 dan sekarang menjadi wakil presiden senior di perusahaan bioteknologi itu, berperan penting dalam pengembangan mRNA ini dan akhirnya dalam pengembangan vaksin COVID-19 secara keseluruhan.

Awal dari kesuksesan

Di usia 4 tahun pada tahun 1969, Sahin pindah bersama ibunya dari Iskenderun di Turki untuk berkumpul bersama ayahnya yang sudah terlebih dulu bekerja dan tinggal di kota Köln, Jerman. Di sanalah ia menyelesaikan sekolah dan belajar di universitas, di mana ia menerima gelar PhD dalam bidang kedokteran pada tahun 1990. Kemudian ia bekerja sebagai internis dan ahli onkologi di University Hospital of Cologne, kemudian memenuhi kualifikasi sebagai profesor kedokteran molekuler dan imunologi pada tahun 1999.

Pada tahun 1992, ia pindah ke Universitas Saarland di Homburg, di mana ia bertemu dengan istrinya, Türeci. Tidak lama kemudian, mereka berdua pindah ke Mainz, di mana Türeci memenuhi kualifikasi sebagai profesor kedokteran molekuler pada tahun 2002. Kedua ilmuwan tersebut berfokus pada penelitian kanker dan pengembangan imunoterapi melawan kanker. Sahin juga bekerja di Institute for Experimental Immunology di University Hospital Zurich dan University Hospital Mainz.

Sahin, Türeci, dan Kariko telah menerima beberapa penghargaan internasional. Sekarang mereka akan menerima penghargaan medis paling bergengsi di Jerman, Penghargaan Paul Ehrlich dan Ludwig Darmstädter, yang akan dihelat di Gereja St. Paul Frankfurt pada 14 Maret 2022 mendatang.

Pemenang akan diberikan hadiah uang tunai sebesar €120.000 (sekitar Rp2 miliar). Beberapa peneliti yang menerima penghargaan tersebut kemudian juga menjadi pemenang Hadiah Nobel, seperti Harald zur Hausen, Jennifer A. Doudna dan Emmanuelle Charpentier, serta James P. Allison.

(Ed: rap/as)