Penduduk Negara Miskin Paling Banyak Jadi Korban Bencana
13 Oktober 2016
Menurut data Pusat Penelitian Epidemiologi Bencana (CRED), dalam 20 tahun terakhir penduduk di negara miskin paling banyak tewas karena bencana. Indonesia (Tsunami 2004) ada di peringkat kedua setelah Haiti (Gempa 2010).
Iklan
Jumlah kematian yang disebabkan oleh bencana jauh lebih tinggi di negara-negara miskin daripada di negara-negara kaya. Demikian disimpulkan dalam laporan badan PBB untuk pengurangan risiko bencana UNISDR yang dirilis di Jenewa hari Kamis (13/10).
Laporan itu dirilis menyambut Hari Internasional untuk Pengurangan Bencana. Data-data awal berasal dari Pusat Penelitian Epidemiologi Bencana (CRED) yang disusun selama 20 tahun terakhir.
Dari 1,35 juta orang yang tewas karena bencana alam selama periode 1996-2015, sekitar 90 persennya berada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, kata CRED. Studi ini menganalisis data dari lebih dari 7.000 bencana selama 20 tahun terakhir.
Dalam dua dekade itu, 56 persen korban tewas disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami, sedangkan sisanya karena badai, banjir, suhu ekstrem, kekeringan, tanah longsor dan kebakaran hutan.
Haiti menduduki peringkat teratas jumlah korban tewas terbanyak dalam rentang waktu 20 tahun dengan 229.699 kematian, diikuti oleh Indonesia dengan 182.139 korban tewas dan Myanmar dengan 139.515 kematian.
Jumlah kematian yang tinggi itu terutama disebabkan oleh gempa Haiti tahun 2010, tsunami Samudera Hindia 2004 dan siklon Nargis tahun 2008.
Ketidaksetaraan
Sekjen PBB Ban Ki Moon dalam pernyataannya menyebut temuan CRED sebagai "dakwaan memberatkan bagi ketidaksetaraan". Hal ini menunjukkan bahwa "negara-negara berpenghasilan tinggi menderita kerugian ekonomi yang besar akibat bencana, tapi penduduk di negara-negara berpenghasilan rendah harus membayar dengan nyawa mereka", kata Ban Ki Moon.
"Ada hubungan yang jelas antara status sosial ekonomi suatu negara dan hilangnya kehidupan terkait dengan bencana yang melanda negara-negara tersebut," kata direktur UNISDR Robert Glasser wartawan.
Glasser mengatakan bahwa pada tahun 2010, ketika di Haiti 223.000 orang binasa akibat gempa dahsyat, gempa yang sama intensitasnya di Chile menimbulkan korban jauh lebih sedikit dan tidak ada kematian sama sekali di Selandia Baru.
"Kaitan kemiskinan benar-benar terlihat jelas dalam contoh di Haiti," kata Glasser kepada wartawan.
Dia menyatakan, kondisi itu "keterlaluan dan tidak dapat diterima". Haiti sekali lagi menderita kerugian besar yang sebenarnya bisa dihindari dengan peesiapan yang lebih baik.
"Tentu saja ini adalah tantangan besar bagi negara seperti Haiti, yang masih didera kekacauan pemerintahan dan masalah kemiskinan," kata Glasser. Namun dia menegaskan, ini bukan tantangan yang "tidak dapat diatasi".
Sistem peringatan dini
Haiti, dengan bantuan masyarakat internasional, sekarang harus mengambil "langkah-langkah yang tegas", termasuk meningkatkan sistem peringatan dini dan mendidik masyarakat tentang bagaimana menuruti prosedur peringatan bencana, kata Glasser.
"Semoga ini adalah kali terakhir, kita harus mengalami situasi memilukan seperti ini," tandasnya.
Laporan UNISDR menunjukkan, gempa bumi dan tsunami adalah penyebab korban tewas terbanyak dalam dua dekade terakhir, dengan jumlah 748.621 kematian.
Tapi bencana terkait iklim, seperti banjir, tanah longsor, gelombang panas dan badai meningkat cepat, dengan jumlah korban tewas lebih dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir, kata direktur UNISDR Robert Glasser.
Tsunami Aceh Dulu dan Sekarang
Aceh adalah kawasan yang terparah diterjang tsunami 2004. Masyarakat internasional langsung menyalurkan bantuan. Bagaimana kemajuan pembangunan di sana? Bandingkan foto dulu dan sekarang.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Paling parah
Provinsi Aceh di utara Pulau Sumatra adalah kawasan terparah yang dilanda tsunami. Sedikitnya 130.000 orang tewas di kawasan ini saja. Gambar ini diambil 8 Januari 2005 di Banda Aceh, dua minggu setelah amukan tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Rekonstruksi
Sepuluh tahun kemudian, Banda Aceh bangkit kembali. Jalan-jalan, jembatan, pelabuhan sudah dibangun lagi. Bank Dunia menyebut Aceh sebagai "upaya pembangunan kembali yang paling berhasil". Gambar ibukota provinsi Aceh ini dbuat Desember 2014.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Pengungsi
Setelah diguncang gempa berkekuatan 9,1 skala Richter dan diterjang gelombang raksasa yang tingginya lebih sepuluh meter, banyak penduduk Aceh jadi pengungsi. Di seluruh Asia Tenggara, 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Gambar ini menunjukkan penduduk yang melihat puing-puing rumahnya beberapa hari setelah bencana tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Dibangun kembali
Bencana tsunami Natal 2004 mengundang perhatian besar warga dunia yang ramai-ramai memberikan bantuan. Banyak bangunan yang akhirnya diperbaiki, banyak kawasan yang berhasil dibangun kembali. Gambar ini dibuat Desember 2014 di Lampulo, Banda Aceh. "Kapal di atas rumah" jadi peringatan tentang peristiwa mengerikan itu.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Kehancuran di sekitar Masjid
Gelombang raksasa yang melanda Aceh menewaskan lebih dari 100 ribu orang dan mengakibatkan kerusakan parah. Gambar ini dibuat Januari 2005 dan menunjukkan kawasan Lampuuk di Banda Aceh yang hancur, kecuali Masjid yang bertahan dari terjangan air.
Foto: AFP/Getty Images/Joel Sagget
Sepuluh tahun kemudian
Masjid di Lampuuk dipugar dan kawasan sekitarnya dibenahi. Rumah-rumah penduduk dibangun kembali di sekitar Masjid. Gambar ini diambil sepuluh tahun setelah kehancuran akibat tsunami.
Foto: AFP/Getty Images/Chaideer Mahyuddin
Gempa bumi hebat
Sebelum tsunami muncul, gempa hebat mengguncang kawasan utara Sumatra, 26 Desember 2004. Gempa itu memicu munculnya gelombang raksasa yang mencapai sedikitnya 11 negara, termasuk Australia dan Tanzania. Gambar ini menunjukkan kerusakan di Banda Aceh.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Dibangun lebih baik setelah perdamaian
Bantuan internasional yang berdatangan ke Aceh membuka peluang bagi masyarakat membangun kembali kawasannya dengan lebih baik. Tahun 2005, perundingan antara pemerintah Indonesia dan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menghasilkan kesepakatan damai, setelah ada mediasi dari Eropa.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Pemandangan mengerikan
Jurnalis AS Kira Kay menuliskan pengalamannya ketika tiba di Banda Aceh setelah tsunami: "Mayat-mayat bergelimpangan, terkubur di bawah reruntuhan. Lalu mayat-mayat itu diangkut dengan truk ke lokasi penguburan massal. Bau mayat menyengat". Gambar ini menunjukkan suasana Masjid Raya di Banda Aceh setelah tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Masjid Raya
Suasana Masjid Raya sekarang. Aceh kini menikmati status sebagai daerah otonomi khusus, dengan wewenang luas melakukan pemerintahan sendiri. Berdasarkan kewenangan itu, Aceh kini menyebut dirinya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan memberlakukan Syariat Islam.