1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Peneliti Indonesia Kembangkan Bakteri Pencerna Plastik

Sorta Caroline
24 Januari 2020

Mengembangkan bakteri yang mengonsumsi monomer plastik sebagai sumber karbon pengganti glukosa, Romualdus Nugraha Catur Utomo yakin penelitiannya dapat membantu menyelesaikan persoalan sampah Indonesia.

Wissenschaftler Romualdus Nugraha | RWTH Aachen
Foto: privat

Menurut laporan Badan Pusat Statistik Indonesia di tahun 2016 menunjukkan timbunan sampah Indonesia mencapai angka 65.200.000 ton pertahun dengan total penduduk lebih dari 260 juta jiwa. Angka ini diprediksi terus bertambah mencapai 2.2 miliar ton pertahun di 2025. Lewat penelitian Jenna R. Jambeck dari University of Georgia, pada tahun 2010 sekitar 4,8-12,7 juta ton dari sampah plastik di Indonesia terbuang dan mencemari laut. Indonesia pun tercatat menjadi negara dengan jumlah pencemaran sampah plastik ke laut terbesar kedua di dunia setelah China. 

Hal inilah yang mendorong peneliti Indonesia di Institut of Applied Microbiology Universitas RWTH Aachen untuk mengembangkan bakteri yang mampu mencerna monomer plastik melalui pendekatan co-culture (lebih dari satu bakteri) dan 1 Super bakteri melalui adaptive laboratory evolution dan rekayasa genetika. Lantas seperti apa proses penelitian bakteri pemakan plastik yang dilakukan Nugraha? Simak perbincangan DW dengan Nugraha

DW: Bakteri seperti apa yang Anda gunakan?

Nugraha: Bakteri Pseudomonas B1 yang diisolasi dari tanah terkontaminasi sampah plastik di Mückern, Leipzig, Jerman. Bakteri ini sudah beradaptasi cukup baik dengan plastik. Bakteri ini dapat mendegradasi berbagai jenis hidrokarbon dan tidak berbahaya seperti bakteri Pseudomonas aeruginosa yang bersifat patogen terhadap manusia.

Jenis plastik apa yang dikonsumsi bakteri ini?

Setelah mengalami proses adaptasi dan rekayasa genetika, bakteri tersebut mampu mengonsumsi monomer dari plastik Polyurethane (PU) dan plastik Polyethylene Therepthalate (PET).

PU mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk foam. PU memiliki banyak aplikasi mulai dari bidang automotif, kedokteran, dan bangunan. Di bidang automotif PU dimanfaatkan untuk pembuatan jok mobil, dashboard, dan cat.

Di bidang kedokteran pemanfaatannya seperti aplikasi untuk kateter, berbagai macam tube, tempat tidur rumah sakit, tirai bedah, pembalut luka, serta dalam berbagai perangkat injeksi.

Pengaplikasian di bidang bangunan sangatlah penting terutama untuk bahan insulasi, perekat, dan cat. Nah jenis plastik ini mengandung 4 monomer setelah mengalami depolimerisasi yaitu Adipic acid, 1,4 Butanediol, Ethylene glycol, dan 2,4 Toluene diamine.

Di sisi lain pengaplikasian PET adalah untuk pembuatan botol plastik kemasan berbagai macam jenis minuman dan untuk pembuatan serat sintetik untuk pakaian. Ethylene glycol dan Terephthalic acid merupakan monomer penting untuk pembuatan PET dan dihasilkan kembali setelah depolimerisasi.

Foto: privat

Bagaimana prosesnya hingga akhirnya bakteri dapat mengonsumsi monomer plastik lalu bisa mensirkulasi ulang plastik jadi bahan yang lebih bermanfaat?

Pertama-tama, saya melanjutkan kerja rekan saya, meneliti tiga bakteri dengan kemampuan yang berbeda-beda yaitu ada yang mampu mampu mengonsumsi Adipic acid, Ethylene glycol dan 1,4 Butanediol.

Di waktu bersamaan saya pun juga mengembangkan bakteri Pseudomonas B1 sebagai kandidat superbakteri melalui identifikasi gen pada bakteri, dan mengembangkan terus bakteri tersebut lewat adaptive laboratory evolution (red. evolusi adaptasi buatan) di laboratorium.

Pada akhirnya, saya berhasil menghasilkan satu bakteri saja yang mampu memanfaatkan berbagai macam monomer plastik dari PU (Adipic acid, Ethylene glyol, dan 1,4 Butanediol) dan dari PET (Ethylene glycol dan Terephthalic acid).

Dengan demikian dapat dibuktikan kalau monomer plastik mampu dijadikan sumber karbon alternatif bagi bakteri untuk pertumbuhannya sebagai pengganti sumber karbon yang umum seperti glukosa dan glycerol. Setelah bakteri mampu memanfaatkan monomer plastik sebagai sumber karbon, bakteri tersebut juga memiliki potensi untuk memproduksi senyawa kimia yang bermanfaat.

Bakteri yang telah dikembangkan tersebut juga mampu memproduksi biosurfaktan salah satunya Rhamnolipid yang aplikasinya beragam. Rhamnolipid bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, bahan baku kosmetik, pestisida alami, dan tentu saja sebagai pengganti sintetik surfaktan yang penting untuk bahan baku detergen agar lebih ramah lingkungan.

Foto: privat

Saya juga ingin buat proyek ini lebih variatif salah satunya menghasilkan methylketone yang menjadi komponen penting untuk produksi biodiesel, serta menjadi komponen dasar dalam produksi bahan-bahan kimia.

Jadi dari monomer-monomer plastik PU dan PET, saya dapat memanfaatkan bakteri untuk memproduksi rhamnolipid dan methylketone. Proses ini terkait dengan konsep circular bioeconomy bagaimana mengaplikasikan sistem terbarukan untuk mengubah limbah menjadi produk yang bernilai di masyarakat. Jadi bagaimana supaya limbah plastik PU dan PET tidak berakhir begitu saja di alam sebagai polutan tetapi bisa dikonversi oleh bakteri menjadi sesuatu yang bernilai. Kalau kita recycle (red. daur ulang) plastik harga plastik akan turun dari harga plastik itu di awal, nah kalau (dengan bakteri ini) jadi upcycling (red. daur ulang dengan hasil lebih baik) jadi produk itu minimal nilainya sama bahkan melebihi nilai plastik itu di awal. Maka kita bisa mengontrol jumlah plastik sendiri secara otomatis.

 

Baca juga:Hasilkan Jutaan Ton Sampah, Indonesia Targetkan Kurangi 70% Limbah Plastik Laut

 

Apa tantangan dari penelitian Anda?

Karena bakterinya masih baru diidentifikasi, banyak keterbatasan informasi, untungnya telah dilakukan sequencing DNA (red. pengurutan DNA untuk keperluan database) dari bakteri ini. Jadi kita bisa membuat prediksi perbandingan dengan bakteri yang ada sebelumnya. Dengan harapan untuk melihat lebih jelas, bagian mana dari bakteri ini yang dapat dimodifikasi.

Awalnya saya mengevolusi bakteri, nah saya pun harus membuktikan, bagian mana saja yang termutasi dari bakteri aslinya yang belum mengalami evolusi.

Awalnya bakteri ini hanya memanfaatkan satu monomer plastik yakni adipic acid, yang lainnya belum baik, jadi inilah yang saya terus teliti hingga bisa mengonsumsi monomer plastik lainnya. (sc/pn)

*** Romualdus Nugraha Catur Utomo adalah Peneliti pada Institute of Applied Microbiology (IAMB) University Rheinisch Westfälische Technische Hochschule (RWTH) Aachen. Sebelumnya ia menyelesaikan pendidikan Biological Engineering di Inha University pada tahun 2013. Sejak itu pengelolaan limbah kopi lewat peran fungi telah ditekuninya menjadi produk padat guna. Kini ia pun memfokuskan penelitiannya pada pengelolaan limbah plastik menggunakan Superbakteri Pseudomonas B1.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait