1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penelitian Penyebab Migren

3 April 2008

Migren yakni serangan sakit kepala hebat pada sebelah bagian kepala, ibaratnya sudah menjadi penyakit yang merakyat di Jerman. Tapi hingga kini penyebab sakit kepala ini belum diketahui pasti.

Migren sudah menjadi penyakit yang merakyat di JermanFoto: BilderBox

Sekitar 16 persen warga Jerman menderita penyakit migren akut, dalam arti serangannya datang paling tidak seminggu sekali. Sekarang bukan hanya para pakar kedokteran tapi juga para pakar fisika berlomba mencari tahu penyebab migren ini. Mengapa para pakar fisika tertarik meneliti penyakit migren? Penyebabnya adalah munculnya gejal awal yang disebut aura, yang berkaitan dengan fenomena fisika di jaringan saraf penderita. Karena itu dalam konferensi Perhimpunan Pakar Fisika Jerman yang digelar di Berlin belum lama ini, masalah sakit kepala yang menyiksa itu menjadi salah satu tema pembahasan utama.´Gejala migren berupa fungsi organisasi bagian otak depan dan dinamika gelombang non-linear juga dihitung dengan simulasi komputer.

Pakar fisika dari Institut Fisika Teoritis di Magdeburg, Markus Dahlem PhD menggambarkan penelitian yang dilakukannya:

“Muncul seluruh rangsangan pada jaringan saraf dan gejala awal serangan migren, yang pada dasarnya mengenai panca indera. Misalnya mula-mula mengenai indera penglihatan, yang kemudian merambah seluruh kawasan wajah. Penderita biasanya sudah tahu, dalam waktu setengah jam lagi akan muncul sakit kepala hebat.“

Gejala awal yang disebut Aura itu sejak beberapa tahun lalu sudah diketahui, memiliki kaitan dengan apa yang disebut gelombang serangan sakit kepala. Para pakar kini mengetahui, gejala itu dipicu peningkatan aktifitas sel otak yang berada di belakang jaringan panca indera penglihatan. Perambatan gejalanya terukur dengan kecepatan tiga milimeter per menit. Dampaknya lebih lanjut dijelaskan oleh Markus Dahlem PhD: “Pada prinsipnya penderita menyadari, apa yang terjadi pada bagian wajahnya. Misalnya yang berkaitan dengan jarak pandang. Hal itu seperti sebuah gelombang yang mengalir dalam panca indera penglihatan. Bagian mata yang terimbas tidak berfungsi dengan semestinya, dan penderita seolah-olah tidak melihat apa yang seharusnya terlihat.“

Aura biasanya berlangsung selama 30 menit dan dapat berkembang menjadi amat berbahaya. Misalnya jika serangannya terjadi pada saat penderita mengendarai mobil. Ia seolah-olah melihat jalanan yang kosong, padahal di sana meluncur seorang pengendara sepeda atau anak yang sedang menyebrang jalan.


Gambaran imajiner mengenai aura menjelang serangan migrenFoto: ZB

Selain Markus Dahlem yang meneliti tahapan munculnya gejala serangan migren, pakar fisika Prof. Eckehard Schöll dari Institut untuk Fisika Teoritis di Berlin juga membuat simulasi matematis munculnya aura menjelang datangnya serangan migren. Memang simulasi komputer yang dibuat tidak mencakup seluruh aktivitas otak, akan tetapi mampu menggambarkan sejumlah mekanisme yang penting. Lebih lanjut Prof. Eckehard Schöll menjelaskan:

“Ini adalah jaringan saraf yang terdapat pada cortex visual, yang terjalin dan terkait amat rumit. Jaringannya terhubung dengan sejumlah saklar. Jika di jaringannya mengalir denyut listrik, kita mendapat gelombang perangsang.“

Yang amat penting dalam fenomena ini, adalah apa yang disebut proses timbal balik penerimaan dan pengiriman sinyal dalam otak. Setiap sel otak memiliki semacam antena untuk mengirim dan menerima pesan. Dengan perantaraan antena inilah dijalin komunikasi antar sel. Jika diperlukan sinyal yang baru saja diterima dapat langsung diteruskan atau dikembalikan ke sel yang lainnya. Proses timbal balik semacam itulah yang dibuat simulasinya oleh pakar fisika teoritis dari Berlin, Prof. Eckehard Schöll.

Ia menjelaskan: “Kami menemukan, jika proses timbal balik ini eksis dan sel yang diteliti berada dalam wilayah dimana tidak ada gelombang yang dapat mempengaruhinya, artinya sel itu sehat. Jika kami menekan fungsi proses timbal balik ini, maka batasannya akan bergeser ke kawasan dimana gelombang dapat meluas.“

Dari penelitian itu ditarik kesimpulan, terganggunya proses timbal balik penerimaan dan pengiriman pesan dalam sel, merupakan pemicu munculnya gelombang rangsangan yang bertanggung jawab pada munculnya aura sebagai gejala awal migren. Dari situ para peneliti membuat spekulasi, munculnya aura kemungkinan dapat dicegah, jika proses timbal balik yang terganggu dapat dipulihkan dengan rangsangan dari luar.


Tapi pertanyaannya adalah bagaimana metodenya? Para pakar dari pusat penelitian di Jülich kemudian membuat kacamata khusus yang dilengkapi sensor pengukur arus listrik dalam otak. Sensornya dipasang di belakang kacamata, untuk mengukur arus listrik di bagian otak belakang kepala. Sinyal otak mengatur impuls Dioda yang di pasang di depan kacamata. Dioda memproduksi kilatan cahaya berwarna terang untuk merangsang mata. Dengan itu penderita migren yang memakai kacamata khusus itu, mendapat rangsangan visual dari sinyal otaknya sendiri yang dikirimkan dengan perbedaan waktu dari sinyal asalnya. Rangsangan cahaya ini pada gilirannya akan kembali mempengaruhi jaringan saraf di dalam otak.

Pakar fisika dari Institut Fisika Teoritis di Berlin, Prof. Eckehard Schöll mengungkapkan lebih lanjut: “Jadi kita mempengaruhi proses timbal balik dalam sel dari luar. Kami mencoba melakukan penerapan metode ini, untuk mempengaruhi gelombang rangsangan dalam otak.“

Sel saraf yang mendapat rangsangan pulsa laserFoto: dpa

Dengan metode tersebut diharapkan pola denyutan cahaya dari kacamata dapat meredam gelombang rangsangan yang memicu munculnya aura. Dengan itu, logikanya serangan migren yang diawali gejala aura tersebut juga dapat diredam. Akan tetapi sejauh ini kacamata khusus untuk meredam munculnya serangan sakit kepala hebat atau migren tersebut, baru diuji coba pada orang sehat. Tentu saja hasilnya cukup menjanjikan. Sekarang uji cobanya akan dilakukan pada penderita serangan migren. Apakah dampaknya akan serupa dengan efek pada orang sehat? Masih ditunggu dengan tegang.

Spekulasi para peneliti, jika aura dapat diredam dan migren tidak muncul, berarti kesimpulan yang ditarik sudah tepat. Tapi dapat saja muncul kemungkinan lain. Boleh jadi aura dapat ditekan, tapi serangan migren tetap datang. Berbagai kemungkinan lain juga dapat muncul. Karena itu para pakar fisika dan ahli ilmu kedokteran tetap bersengketa mengenai peranan gejala awal atau aura ini. Apakah itu pertanda akan datangnya serangan migren, atau hanya gejala ikutannya saja? Terlepas dari semua sengketa, yang jelas penelitian untuk memerangi penyakit yang semakin merakyat ini terus digiatkan. Dan itu menumbuhkan optimisme bagi penanggulangan masalah serius bagi kesehatan tersebut.(as)