Penelitian terbaru menyebutkan suhu laut mencapai titik tertingginya di tahun 2019 dan pemanasan suhu laut meningkat lebih cepat. Para peneliti menyebut data terbaru ini sebagai bukti lanjutan dari pemanasan global.
Iklan
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan dalam Chinese Journal Advances in Atmospheric Sciences, ditemukan bahwa suhu laut pada tahun 2019 menjadi yang terpanas dalam sejarah.
Laporan yang menyertakan bukti lebih lanjut tentang pemanasan global itu juga menyebut pemanasan suhu laut berlangsung lebih cepat.
Penelitian itu menggambarkan pengaruh manusia terhadap pemanasan suhu laut dan menunjukkan bahwa kenaikan permukaan laut, pengasaman air laut dan cuaca ekstrem bisa menjadi lebih buruk bila lautan terus menyerap panas berlebih.
Tahun 2016 resmi jadi tahun terhangat. World Meteorological Organization melaporkan samudra memanas jauh lebih cepat dari dugaan sebelumnya. Ini berdampak pada banyak hal, termasuk cuaca dan terumbu karang.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Gierth
Atlantis 2.0
Akibat pemanasan global, permukaan air laut naik. Tahun 2004 sampai 2010 permukaan laut naik sekitar 15 mm. Antara 2010 sampai 2016 jumlahnya dua kali lipat. Kawasan tropis di Pasifik Barat yang terutama terkena dampaknya. Kawasan pantainya terancam terendam air, dan pulau-pulau terancam hilang tertelan laut akhir abad ini.
Foto: picture alliance / Photoshot
Es Abadi Lumer
Naiknya suhu samudera dan atmosfir, memicu pelumeran gletser dan kawasan es abadi. 2016 laut es dekat kutub luasnya berkurang 4 juta kilometer persegi. Konsekuensinya, air dari es yang lumer mengalir ke sungai dan samudera. Ini juga menambah cepat kenaikan muka air laut.
Foto: picture-alliance/dpa/U.Mauder
Nemo Menghilang
Sebagian kawasan dunia menghangat lebih dari 3°C, dan mengganggu ekosistem laut. 72% spesies ikan yang hidup di dekat dasar laut, di kawasan timur laut Samudra Atlantik sejauh ini sudah kena dampaknya. Suhu yang menghangat membatasi penyebaran ikan. Spesies yang hidup di kawasan laut tropis populasinya juga makin berkurang akibat gangguan pada habitatnya.
Foto: imago/OceanPhoto
Terumbu Karang Memucat
Naiknya suhu dan keasaman air laut berdampak merusak terumbu karang tempat ikan memijah. Terumbu karang termasuk ekosistem laut yang paling sensitif. Kenaikan suhu air 3°C bisa memicu matinya terumbu karang dan hewan yang tinggal di dalamnya. Bagian utara Great Barrier Reef sudah alami kematian terumbgu karang sekitar 50%.
Foto: imago/blickwinkel
Badai Dahsyat Makin Sering
Seiring meningkatnya suhu samudra, badai tropis dahsyat lebih sering terjadi. Satu contohnya, siklon tropis Matthew, yang menghantam Haiti Oktober 2016. Menurut pemerintah Haiti, jumlah korban tewas 546. Siklon tropis juga sebabkan kerugian ekonomi sekitar 15 milyar Dolar di Haiti, AS, Kuba dan kepulauan Bahama.
Foto: Reuters/NASA/Alexander Gerst
Turbulensi Udara
Antara pola angin di atmosfer dan suhu samudra ada korelasi erat. Air laut yang menghangat juga bisa menyebabkan arus angin makin kuat. Ini bisa berdampak pada penerbangan, karena angin bisa jadi hambatan atau sebaliknya dorongan kuat. Akibatnya pesawat bisa makin cepatnya, atau juga lebih lambat dan turbulensi makin sering terjadi. Penulis: Jessie-May Franken (ml/hp)
Foto: Fotolia/dell
6 foto1 | 6
Berita yang sangat mengerikan
“Laju pemanasan telah meningkat 500 persen sejak akhir 1980-an,” ujar John Abraham, salah satu peneliti studi yang terlibat dalam studi itu, kepada NBC News.
Abraham yang merupakan profesor di bidang thermal science di Universitas St. Thomas di St. Paul, Minnesota mengaku tidak terkejut dengan hasil penelitian tersebut.
“Temuan itu, sejujurnya, sudah diduga. Pemanasan terus berlanjut, semakin cepat, dan tidak kunjung reda. Kecuali kita melakukan sesuatu yang signifikan dan cepat, ini benar-benar berita yang mengerikan.”
Menurut laporan penelitian itu, tingkat pemanasan suhu laut telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Penelitian itu menunjukkan bahwa laju pemanasan telah meningkat cepat hampir 4,5 kali dalam rentang waktu terakhir, yakni pada periode tahun 1987 hingga 2019, bila dibandingkan dengan periode tahun 1955 hingga 1986.
Abraham dan rekan-rekannya mengatakan bahwa suhu rata-rata laut pada tahun 2019, mencapai 0,075 derajat Celcius diatas rata-rata tahun 1981 hingga 2019.
Meskipun tampaknya tidak terlalu tinggi, namun angka itu mewakili sejumlah besar suhu panas yang menyebar di lautan.
Penulis utama studi, Lijing Cheng, seorang profesor di Institut Fisika Atmosfer di Beijing, menyamakan peningkatan panas laut selama 25 tahun terakhir dengan panas dari ledakan 3,6 miliar bom atom Hiroshima.
Peningkatan suhu lautan mempunyai dampak yang luas, baik untuk kehidupan di laut maupun darat. Bahkan para ahli menyebut kebakaran hutan baru-baru ini di Australia sebagai efek nyata akibat naiknya suhu di lautan yang berdampak ke daratan. (pkp/hp)