Sidang independen ini digelar untuk mendengarkan kesaksian dan bukti-bukti tuduhan kejahatan kemanusiaan terhadap warga Uighur dan minoritas lain di Cina.
Iklan
Sebuah panel yang terdiri dari para pengacara, pakar hak asasi, pakar kedokteran, pendidikan, dan antropologi di Inggris akan mulai mendengarkan kesaksian dan bukti-bukti atas nasib warga Uighur di Cina pada Jumat (04/06).
Panel yang menamakan diri Mahkamah Uighur atau Uyghur Tribunal ini mengatakan bahwa sembilan juri akan mendengar kesaksian langsung dugaan kejahatan di wilayah Xinjiang, di sebelah barat laut Cina, termasuk dugaan sterilisasi paksa, penyiksaan, penghilangan paksa, dan kerja paksa.
Sementara pemerintah Beijing meradang dan menyebut panel tersebut sebagai "mesin pembuat kebohongan."
Meski ini bukan organisasi yang didukung oleh pemerintah Inggris, Uyghur Tribunal berencana menggelar dengar pendapat untuk mendengarkan kesaksian untuk mencari tahu apakah Beijing telah melakukan genosida atau kejahatan kemanusiaan terhadap warga Uighhur dan etnis muslim lainnya di Cina.
Sidang ini akan diketuai oleh pengacara hak asasi manusia Geoffrey Nice yang sebelumnya memimpin tuntutan terhadap mantan Presiden Serbia Slobodan Milosevic. Mereka juga berharap keputusan yang nantinya dihasilkan akan dijadikan tambahan pertimbangan oleh pemerintah Inggris dalam bersikap menghadapi masalah ini.
Gelar kesaksian warga exil
Pada hari Jumat, sidang ini akan mendengarkan tiga saksi termasuk seorang perempuan yang mengatakan dipaksa melakukan aborsi, mantan dokter yang berbicara tentang kejamnya kebijakan pengendalian kelahiran, dan seorang mantan tahanan yang mengatakan telah "disiksa siang dan malam" oleh tentara Cina saat dipenjara di daerah perbatasan terpencil.
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
Seorang saksi bernama Bumeryem Rozi yang juga adalah ibu dari empat anak mengatakan kepada kantor berita AP bahwa pihak berwenang di Xinjiang menangkapnya bersama para perempuan lain yang juga tengah hamil untuk menggugurkan anak kelimanya pada tahun 2007. Dia mengatakan terpaksa menurut karena takut pihak berwenang menyita rumah dan barang-barangnya serta membahayakan keluarganya.
"Saya (saat itu) hamil 6,5 bulan ... Polisi datang, satu orang Uighur dan dua orang Cina. Mereka memasukkan saya dan delapan perempuan hamil lainnya ke dalam mobil dan membawa kami ke rumah sakit,'' tutur Rozi, 55, dari rumahnya di Istanbul, Turki.
"Pertama mereka memberi saya pil dan menyuruh saya meminumnya. Jadi saya minum. Saya tidak tahu apa itu,'' lanjutnya. "Setengah jam kemudian, mereka menusukkan jarum ke perut saya. Dan beberapa saat setelahnya saya keguguran."
Semsinur Gafur, mantan dokter kandungan-ginekologi di sebuah rumah sakit desa di Xinjiang pada 1990-an, mengatakan dia dan dokter perempuan lain biasa pergi dari rumah ke rumah dengan mesin ultrasound untuk memeriksa apakah ada yang hamil.
"Jika ada rumah tangga memiliki kelahiran lebih dari yang diizinkan, mereka akan meruntuhkan rumah itu ... Mereka akan meratakan rumah, menghancurkannya,'' Gafur menceritakan kehidupannya saat itu.
"Ini bahkan bukan pengadilan atau pengadilan khusus yang sebenarnya, tetapi hanya mesin khusus yang menghasilkan kebohongan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian, pekan lalu. "Itu didirikan oleh orang-orang dengan motif tersembunyi dan tidak punya bobot atau otoritas. Ini hanya pertunjukan opini publik yang serampangan yang berkedok hukum," kata Zhao Lijian kepada wartawan.
Potret Muslim Uighur di Cina
Cina melarang minoritas muslim Uighur mengenakan jilbab atau memelihara janggut. Aturan baru tersebut menambah sederet tindakan represif pemerintah Beijing terhadap etnis Turk tersebut. Siapa sebenarnya bangsa Uighur?
Foto: Reuters/T. Peter
Represi dan Larangan
Uighur adalah etnis minoritas di Cina yang secara kultural merasa lebih dekat terhadap bangsa Turk di Asia Tengah ketimbang mayoritas bangsa Han. Kendati ditetapkan sebagai daerah otonomi, Xinjiang tidak benar-benar bebas dari cengkraman partai Komunis. Baru-baru ini Beijing mengeluarkan aturan baru yang melarang warga muslim Uighur melakukan ibadah atau mengenakan pakaian keagamaan di depan umum.
Foto: Reuters/T. Peter
Dalih Radikalisme
Larangan tersebut antara lain mengatur batas usia remaja untuk bisa memasuki masjid menjadi 18 tahun dan kewajiban pemuka agama untuk melaporkan naskah pidatonya sebelum dibacakan di depan umum. Selain itu upacara pernikahan atau pemakaman yang menggunakan unsur agama Islam dipandang "sebagai gejala redikalisme agama."
Foto: Reuters/T. Peter
Balada Turkestan Timur
Keberadaan bangsa Uighur di Xinjiang dicatat oleh sejarah sejak berabad-abad silam. Pada awal abad ke20 etnis tersebut mendeklarasikan kemerdekaan dengan nama Turkestan Timur. Namun pada 1949, Mao Zedong menyeret Xinjiang ke dalam kekuasaan penuh Beijing. Sejak saat itu hubungan Cina dengan etnis minoritasnya itu diwarnai kecurigaan, terutama terhadap gerakan separatisme dan terorisme.
Foto: Reuters/T. Peter
Minoritas di Tanah Sendiri
Salah satu cara Beijing mengontrol daerah terluarnya itu adalah dengan mendorong imigrasi massal bangsa Han ke Xinjiang. Pada 1949 jumlah populasi Han di Xinjiang hanya berkisar 6%, tahun 2010 lalu jumlahnya berlipatganda menjadi 40%. Di utara Xinjiang yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, bangsa Uighur bahkan menjadi minoritas.
Foto: picture-alliance/dpa/H. W. Young
Hui Yang Dimanja
Kendati lebih dikenal, Uighur bukan etnis muslim terbesar di Cina, melainkan bangsa Hui. Berbeda dengan Uighur, bangsa Hui lebih dekat dengan mayoritas Han secara kultural dan linguistik. Di antara etnis muslim Cina yang lain, bangsa Hui juga merupakan yang paling banyak menikmati kebebasan sipil seperti membangun mesjid atau mendapat dana negara buat membangun sekolah agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Wong
Terorisme dan Separatisme
Salah satu kelompok yang paling aktif memperjuangkan kemerdekaan Xinjiang adalah Gerakan Islam Turkestan Timur (ETIM). Kelompok lain yang lebih ganas adalah Partai Islam Turkestan yang dituding bertalian erat dengan Al-Qaida dan bertanggungjawab atas serangkaian serangan bom di ruang publik di Xinjiang.
Foto: Getty Images
Kemakmuran Semu
Xinjiang adalah provinsi terbesar di Cina dan menyimpan sumber daya alam tak terhingga. Tidak heran jika Beijing memusatkan perhatian pada kawasan yang dilalui jalur sutera itu. Sejak beberapa tahun dana investasi bernilai ratusan triliun Rupiah mengalir ke Xinjiang. Namun kemakmuran tersebut lebih banyak dinikmati bangsa Han ketimbang etnis lokal.
Foto: Reuters/T. Peter
Ketimpangan Berbuah Konflik
BBC menulis akar ketegangan antara bangsa Uighur dan etnis Han bersumber pada faktor ekonomi dan kultural. Perkembangan pesat di Xinjiang turut menjaring kaum berpendidikan dari seluruh Cina. Akibatnya etnis Han secara umum mendapat pekerjaan yang lebih baik dan mampu hidup lebih mapan. Ketimpangan tersebut memperparah sikap anti Cina di kalangan etnis Uighur. Ed.: Rizki Nugraha (bbg. sumber)
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuduh Cina melakukan genosida di Xinjiang. Inggris telah menolak untuk menggunakan sebutan itu, tetapi pada bulan lalu Inggris bersama AS dan Jerman menyerukan Beijing untuk mengakhiri penindasan terhadap minoritas Uighur.
Sidang tanpa kekuatan hukum
Wakil ketua panel tersebut, Nick Vetch, menolak mengomentari serangan dari pemerintah Cina atas sidang yang ia gelar. Vetch mengatakan pekerjaannya "tidak memihak", dan berdasarkan pada bukti-bukti yang telah dan akan dikumpulkan.
"Sidang ini adalah upaya independen dan akan menangani bukti, dan hanya bukti," ujar Vetch. "Kami telah mengundang RRC untuk memberi kami bukti apa pun yang mereka miliki. Sejauh ini kami tidak menerima apa pun dari mereka."
Persidangan ini berencana menyampaikan laporannya pada bulan Desember, dan meskipun putusannya nanti tidak memiliki kekuatan hukum, para anggota panel berharap dapat menarik perhatian internasional dan memacu tindakan yang mungkin dilakukan.
"Masing-masing negara-negara, lembaga internasional, perusahaan komersial, seni, medis dan pendidikan serta para individu dapat menentukan bagaimana (mereka akan) menerapkan penilaian pengadilan ini, apa pun itu," kata panel tersebut.