1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengadilan Bekas Presiden Kamboja Ditunda

24 April 2008

Setelah lama ditunggu, pengadilan mantan presiden Kamboja terpaksa ditunda. Dalam tahap pra-pengadilan, pengacara kontroversial, Jacques Verges, melontarkan protes mengenai masalah terjemahan.

Khieu Sampan, bekas pemimpin rejim Khmer MerahFoto: AP

Sekali lagi masalah teknis menjegal kelanjutan pengadilan terhadap tokoh-tokoh Khmer Merah. Kali ini hambatan timbul setelah Jacques Verges, pengacara pembela Khieu Samphan, mempertanyakan legitimasi tribunal genosida Kamboja dan transparansi proses.

Erika Kinetz, wartawan yang memantau jalannya pengadilan mengatakan: “Jacques Verges menolak untuk berpartisipasi dalam proses pra pengadilan ini karena menurut dia, 16.000 halaman dokumen belum diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis.“

Jacques Verges, yang pernah membela kriminal-kriminal tersohor seperti, bekas Nazi, Klaus Barbie, dan teroris, Carlos, pertama berkenalan dengan Khieu Sampan saat keduanya masih kuliah di Prancis di tahun 1950-an. Dua puluhan tahun kemudian, Samphan dan sejumlah rekannya merebut kekuasaan di Kamboja atas nama Khmer Merah.

Selama dua tahun masa pemerintahan Khmer Merah, dari 1975 hingga 1979, hampir 2 juta orang tewas di Kamboja akibat kerja-paksa atau karena sakit, lapar, disiksa maupun dibantai. Ketika itu, rejim Khmer Merah memaksakan pemindahan seluruh rakyat dari berbagai penjuru negara untuk terlibat dalam pertanian dan perkebunan kolektif.

Baru November 2007, Khieu Samphan ditahan atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. Namun Verges berdalih bahwa penahanan Samphan itu ilegal karena dokumen yang terkait dengan penangkapannya tak dapat ia akses.

Secara resmi, tribunal genosida Kamboja menggunakan tiga bahasa, Khmer, Inggris dan Prancis. Meski mengakui adanya kelambatan dalam penerjemahan, para hakim Tribunal juga memberikan peringatan kepada pengacara Prancis yang bergaya provokatif itu. Disebutkan, Verges sebelumnya tidak pernah memberikan indikasi bahwa ia maupun mitra pengacaranya yang asli Kamboja akan kesulitan tanpa terjemahan itu.

Meski tak pernah menyangkal terjadinya genosida di Kamboja pada masa kekuasaan Khmer Merah, Khieu Samphan mengaku tidak terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan itu. Lelaki berusia 76 tahun ini bersikeras mengatakan, bahwa meski menjabat sebagai presiden, saat itu ia tidak memiliki kekuasaan. Kepresidenanya hanya sebatas gelar belaka.

Kepada pengadilan, Khieu Samphan mengatakan, bahwa sejak meninggalkan gerakan Khmer Merah di tahun 1998, ia hidup dalam kemiskinan. Selama sepuluh tahun terakhir, hanya istrinya yang menghidupi mereka melalui kerja keras. Bahkan, meski bertempat tinggal di tepian hutan yang berbatasan dengan Thailand, ia juga tak pernah berusaha melarikan diri setelah merebak pembicaraan mengenai pengadilan terhadap tokoh Khmer Merah.

Banyak pihak khawatir bahwa penundaan yang terjadi, bakal menggagalkan tribunal genosida Kamboja yang memiliki keterbatasan dana. Namun juru bicara Tribunal, Helen Jarvis, mengatakan bahwa hari Rabu (23/04) Australia telah menjanjikan sumbangan 450.000 Dollar. Tribunal yang sebelumnya beranggaran 56,3 juta Dollar selama tiga tahun ini, awal Januari lalu telah merubah perkiraan anggaran itu menjadi 170 juta dolar.(ek)