1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pengadilan di Afghanistan Hukum Mati Seorang Jurnalis

24 Januari 2008

Perhimpunan pembela hak media meminta Presiden Afghanistan untuk turun tangan dalam kasus hukuman mati kepada seorang jurnalis.

Perwiz KambakhshFoto: AP

Perwiz Kambakhsh, jurnalis berusia 23 tahun ini, dinyatakan bersalah karena telah mendistribusikan artikel yang dianggap melecehkan agama Islam. Vonis hukuman dijatuhkan oleh pengadilan di provinsi wilayah utara Balkh, setelah Kambakhsh ditahan tiga bulan yang lalu.

Kambakhsh adalah seorang wartawan bagi harian Jahan-e Naw. Ia juga mahasiswa jurusan jurnalistik di Universitas Balkh. Namun, pihak keluarga Kambakhsh mengatakan, ia tidak menerima keputusan pengadilan dan akan naik banding. Perhimpunan media Afghanistan dan internasional juga mengecam vonis tersebut. Rahimullah Samandar, presiden Asosiasi Jurnalis Independen Afghanistan, AIJA, menyebut tindakan tersebut tidaklah adil dan ilegal.

"Tidak ada jurnalis yang boleh dihukum seperti ini. Ini bertentangan dengan hukum. Kasus ini harus diajukan terlebih dahulu kepada komisi yang menyelidiki keberatan terhadap jurnalis. Baru setelah dipastikan bahwa ada pelanggaran yang terjadi, pihak kejaksaan dihubungin. Proses tersebut tidak terjadi disini.“

Asosiasi Jurnalis Independen Afghanistan mengatakan, artikel yang dipermasalahkan tersebut, diperoleh Kambakhsh dari beberapa situs, termasuk blog dari Iran yang isinya antara lain mempertanyakan asal usul Al Qur’an dan beberapa pernyataan mengenai perempuan dalam Islam. Sebelumnya, beberapa pihak berwenang di kota tempat tinggal Kambakhsh telah memperingatkan wartawan untuk tidak menulis menyangkut tema tersebut.

AIJA telah mengajukan permohonan kepada Presiden Hamid Karzai, parlemen dan pihak Kejaksaan Agung Nasional untuk turun tangan dalam masalah ini. Selain itu mereka juga mengumpulkan dukungan dari kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional. Organisasi Reporter Lintas Batas dan Federasi Internasional Jurnalis menuntut dibatalkannya hukuman bagi Perwiz Kambakhsh.

Dalam pernyataan tertulis, Reporter Lintas Batas mengatakan, "Kami sangat terkejut akan pegadilan yang dilakukan sedemikian cepat tanpa takut akan hukum atau kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi. Pada pertemuan dengan media, Senin (21/01), Hafizullah Khaliqyar, jaksa penuntut umum provinsi setempat, mengancam akan menangkap para wartawan yang mendukung Kambakhsh.

Sementara ketua majelis hakim, Shamsurahman Momand yang membacakan vonis, membela keputusan Rabu (23/01) dan mengatakan Perwiz Kambakhsh terbukti melecehkan Islam dan Nabi Muhammad. Momand menambahkan, 20 mahasiswa universitas telah menyerahkan pernyataan tertulis yang membenarkan bahwa Kambaksh telah mendistribusi materi tersebut.

Tetapi alasan pengadilan tersebut tidak cukup meyakinkan bagi para pakar agama Islam, seperti Ayatullah Muhseni.

"Jika seseorang melecehkan Nabi agama Islam, maka menurut hukum Syariah, ia harus dijatuhi hukuman mati. Tetapi ini tidak berlaku bagi pihak yang tidak menulisnya melainkan hanya membaca dan memberikan materinya kepada orang lain.“

Sebenarnya, media-media di Afghanistan dianggap telah berkembang pesat semenjak tahun 2001 setelah kejatuhan kelompok Taliban. Walau pun konstitusi pasca Taliban masih berdasarkan hukum Syariah Islam, negara ini tetap menyanjung demokrasi dan hak asasi, termasuk kebebasan berpendapat.